Mereka terdiam dengan keheningan dini hari. Seakan bungkamnya karna hal yang tak pasti. Bukan mengenai hubungan ini melainkan soal hati. Kontrol penuh atas tindakan mereka tak berdasar untuk disebut sebagai teman. Namun, keduanya sama-sama nyaman. Terjebak oleh kata yang sulit diucapkan.
"Jadi, kamu habis berkelahi? Kayak preman-preman," tanya irene disertai sindiran. Kedua tangannya saling bersidekap memastikan sebuah kebenaran.
Jinyoung terdiam masih dengan bungkamnya.
"Biasa anak lelaki," ucapnya ringan. Irene sedari tadi gatal sendiri ingin membersihkan luka-luka diwajah mulusnya jinyoung.
Dengan ego yang sedikit diturunkan irene membawa sebaskom berisi air dan beberapa obat luka. Bertindak sesuai keibaan hatinya. Dengan perlahan ia membasuh wajah jinyoung yang lebam dan sedikit koyak disekitar bibir dan pelilis.
"Pasti sangat sakit," ringis irene. Ia mengolesi obat merah dengan perlahan. Tapi sialnya wajah jinyoung yang kelewat tampan membuatnya kehilangan fokus. Perasaan gugup dan takut menghampirinya.
Jinyoung yang sedari tadi diam, memperhatikan dengan teliti raut muka irene yang menurutnya lucu. Ia tersenyum samar, menyembunyikan degup jantung yang tak sesuai dengan sikapnya.
Irene yang merasa diperhatikan buru-buru menyelesaikan tugasnya. Pipinya terasa hangat menjalar hingga telinga.
"Aww," ringis jinyoung karna tekanan irene yang sedikit kasar pada kapas yang berada dipelipisnya.
"Maaf," irene mengurangi tekanan pada kapasnya.
Setelah mengobati jinyoung ia ingin bertanya lebih banyak mengenai luka yang didapat itu.
"Jinyoung," panggil irene sambil mendekati jinyoung yang sedang duduk manis disofanya.
"Apa? Jangan bertanya, kembalilah tidur," ucapnya dingin. Mengusir secara halus dirinya, hey ini rumahnya bukankah terbalik?
"Permisi, apa tidak malu? Ini apartemen saya," sahut irene dengan wajah sinisnya. Berani betul makhluk satu ini mengusir sang pemilik rumah, shit.
"Irene kembali tidur atau aku tidak akan menahannya," jinyoung dengan nada rendah beserta geramannya membuat bulu kunduk irene meremang. Apa tadi tidak akan menahannya? What the hell..
"Apa maksudmu?" Tanya irene memastikan kata-kata ambigu jinyoung. Jinyoung mendekat kearah irene sangat dekat sampai ujung hidungnya menempel. Irene pun mundur sebanyak dua langkah guna menghidari tatapan dan degup jantungnya yang bertalu-talu.
Jinyoung tersenyum miring, mencengkram tangan kanan irene. "Kembali tidur sebelum kau menyesalinya," ia mendorong bahu irene untuk masuk kedalam kamar dengan tergesa-gesa.
Irene bertanya-tanya dan ingin mengeluarkan kata didalam kepalanya, sebelum pintu kamar itu ditutup dengan kasar menimbulkan bunyi yang cukup keras. Beruang kutub itu apa tidak lihat jam! Ini pukul tiga bodoh!
-
Tak ada percakapan berarti selama mereka satu ruangan tadi pagi, mereka kembali pada aktivitas masing-masing seakan semuanya tak terjadi apa-apa diantara mereka. Baik jinyoung ataupun irene hanyalah sebuah teman.
Hanya Teman.
"Gimana tugas aman?" Tanya Pia pada irene sambil mengotak-atik laptop yang dibawanya sejak tadi pagi.
"Aman dong, tinggal tambahin beberapa materi," ujar irene sambil menyalakan notebook nya. Pia mengerutkan dahinya ketika seseorang datang ke meja mereka.
"Sutt," panggil pia kepada irene dengan kode siulan. Irene yang tak memahami itu menggelengkan kepala kearah pia.
"Bego! Itu dibelakang lo," geramnya. Irene membalikan badannya kebelakang. Wajah yang masih diplaster itu menampilakan raut wajah datar. Irene sama herannya denga Pia. Setahunya, pria ini tidak mau atau tidak pernah mengunjungi fakultasnya. Kalo urusan pulang bareng justru irene lah yang datang ke fakultasnya jinyoung, sekalian cuci mata.
"Ada masalah?" Pertanyaan itu sambutan atas kedatangan jinyoung yang sangat mengejutkan. Jinyoung nampak diam sebelum meraih minuman irene yang berada diatas meja. Kemudian ia menaruh jaket beserta tas kepangkuan irene.
"Lagi galau ya masnya?" sindir pia. Sebelumnya Jinyoung tak mengenal Pia sebagai teman irene, yang ia kenal hanya jisoo dan joy teman sosialita irene. Ia kerap kali bertemu dengan Pia ketika acara kampus itupun beberapa kali, sampai akhirnya irene mengenalkan kepadanya. Ya seperti begitulah mereka kenal, hambar.
"Diem lo," rengut jinyoung. Irene menggelengkan kepala sambil membenarkan letak barang-barang jinyoung yang ditaruh sembarangan dipangkuannya.
"Kok tumben si kamu kesini? Biasanya juga gamau aku suruh-suruh," tanya irene dengan nada heran. Pia kembali ke aktivitasnya membenarkan tugas yang sedikit salah karna itu bagian tugasnya.
"Aku lagi bosan, nanti pulang bareng aku sekalian kerumah ibu," ucapnya dengan nada perintah yang tak bisa ditolak. Tidak biasanya jinyoung mengajak irene dengan mendadak seperti ini. Ia benar-benar curiga kali ini, dari menginapnya semalam dengan luka-luka, terus mengunjungi dirinya difakultas dan apalagi tadi mengajak irene kerumah ibunya dengan mendadak.
"Kamu bener-bener gak kenapa-kenapa kan?" Tanya irene memastikan. Jinyoung balas menatapnya, kemudian mencubit pipi irene dengan keras.
"Nggak, bawel." Gemas jinyoung.
"Yak!" Teriak irene sambil mengelus-ngelus pipinya yang memerah juga hatinya yang sedikit senang.
---
TBCHope you enjoy
KAMU SEDANG MEMBACA
BEFORE YOU GO || Jinyoung × Irene
أدب الهواةIrene bukan seorang peramal yang bisa menebak perasaan orang lain. Ketika diperkenalkan hanya seorang teman, bahkan teman tidak cukup menggambarkan segilanya hubungan mereka. Irene menyadari bahwa ia harus pergi, jauh dan menghilangkan perasaan yang...