Why you didn't tell me

171 31 16
                                    

Mino's pov;

Sudah dua hari Jinu Aku bawa ke rumah dan menginap di rumahku karena Aku tidak bisa menginap di rumahnya, ada beberapa lukisan yang harus Aku selesaikan untuk pelelangan bulan depan. Sebenarnya Aku masih memiliki banyak waktu tetapi Aku pikir lebih cepat lebih baik. Karena studioku yang berukuran cukup besar ini ada di rumahku dan Aku menyelesaikan lukisanku di sini, otomatis Aku harus membawa Jinu ke rumahku juga agar ia tetap ada di bawah awasanku.

Selama dua hari kami tidur bersama, Jinu tidak melihatkan tanda-tanda keanehan apapun. Well memang dia masih Sleepwalking di tengah malam, malam kemarin ia hampir menabrak meja makanku, untung saja Aku cepat menariknya. Selama Sleepwalking Jinu lumayan susah di bangunkan dan itu membuatku harus benar-benar mengguncangkan tubuhnya agar ia sadar.

Pagi itu Aku yang sudah rapi lengkap dengan mantelku menghampiri Jinu yang tengah tiduran di sofaku dan menonton drama lengkap dengan semangkuk salad buah di perutnya yang Aku buatkan untuknya. ia merengek dan bilang mau memakan camilan tetapi Aku hanya memberikan makanan sehat kepadanya karena Taehyun bilang memakan makanan sehat juga sedikit membantunya.

"Kau jangan kemana-mana ya, Aku ingin bertemu panitia lelang, nanti Aku juga sekalian kerumahmu mengambil beberapa pakaian ganti."

"Aku tidak akan kemana-mana. Aku malas melakukan apapun." Ujarnya tanpa menatapku sekalipun, tatapannya masih terpaku ke televisi.

"Kau tidak ingin memberiku ciuman selamat tinggal?" ucapku sembari mengerucutkan bibirku dan duduk di lantai dekat dengannya yang masih berbaring di sofa.

"Dasar manja."

"Ayolah, Aku ini pacarmu."

Jinu menatapku dan memutar bola matanya, ia bangun dengan malas dan meletakan semangkuk salad itu di meja yang tidak jauh dari sofa, lalu mendudukan dirinya di lantai tepat di depanku.

Jinu mendekatkan dirinya kepadaku dan memejamkan matanya menungguku untuk mengecupnya. Aku hanya bisa tertawa melihatnya seperti itu.

"Kenapa kau tertawa? Cih dasar bodoh, ya sudah Aku tidak akan menciummu, sana pergi!" ia segera memalingkan wajahnya dariku dan Aku yang masih tersenyum geli dengan memegang kedua pipinya dan menciumnya. Ia memberontak dengan kesal tetapi Aku terus menciumnya.

Setelah beberapa saat Jinu kembali diam dan membalas ciumanku, Bahkan sekarang ia naik dan duduk di pangkuanku. Kalau begini Aku tidak yakin Aku dapat pergi.

"Aku ingin membuat karya seni di lehermu." ujar Jinu di sela-sela ciumannya.

"Jangan, Aku kan ingin keluar, nanti saja saat Aku pulang."

Jinu memberhentikan aktivitasnya dan menatapku tidak terima seperti anak kecil yang di larang memakan permen. "Aku ingin sekarang."

"Kim Jinu tolong bersabar sedikit."

Ia mendongakkan lehernya selama beberapa detik dan membuka dua kancing paling atas dari piama yang ia kenakan dengan bertujuan untuk memperlihatkan tanda merah yang ada di tubuhnya. "Kau lihat? Kau membuat ini tanpa persetujuanku."

"Kau memang tidak bilang apa-apa, tetapi Kau tidak melarangku juga." kataku mencoba mengelak.

"Baiklah Aku hanya akan mencium lehermu oke? Tidak Aku tinggalkan tanda."

EccedentesiastTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang