I'll be your assistant

179 33 3
                                    

Jinu's pov;

Tangan Yeonjun yang menampar wajahku secara tidak sengaja membangunkanku dari alam bawah sadar, Yeonjun memang sudah sering tidur denganku dan aku tau kebiasaan tidurnya yang sering bergerak sana sini. Aku mengusap kepalanya pelan dan segera bangun dari tempat tidurku.

Aku duduk sejenak sembari mengumpulkan nyawaku agar aku dapat segar kembali. Tetapi tetap saja gravitasi kasur sangat kuat, ini membuatku kembali menyeludup ke selimut dan membaringkan badanku di samping tubuh kecil Yeonjun.

Baru sekiranya aku memejamkan mata 2 menit, bel rumahku berbunyi dan membuatku hampir menyumpah karena tidurku terganggu. Lagi ini masih jam 6 pagi, Yeonjun berangkat ke penitipan jam delapan, masih ada waktu setengah jam untuknya tidur dan satu setengah jam untuk siap-siap, siapa yang memencet bel rumahku sepagi ini?

Aku berjalan dengan gontai ke pintu dan membuka pintu rumahku. Seorang laki-laki delivery sandwich subway berdiri sambil menyerahkan sebuah kantung yang Aku tahu berisi makanan.

"Aku tidak memesan ini." kataku dengan bingung, ia hanya menatapku dan berkata. "Kami hanya melakukan tugas kami, ada telepon yang meminta kami mengantarkan empat potong sandwich kesini, jadi sesuai pesanan kami antar." laki-laki itu menyerahkan kantung berisi sandwich kepadaku, aku dengan enggan menerimannya.

Harga satu sandwich sudah lumayan mahal, dan ini empat sandwich ada di tanganku. Aku belum ke bank dan mengambil uang bayaranku bagaimana aku membayarnya?

"Eum ini semua berapa?" kataku seolah-olah dapat membayar sandwich itu.

"Itu sudah di bayar." kata laki-laki delivery itu.

"Baiklah, terimakasih." aku berkata lagi masih dengan muka bantalku yang heran.

Aku menutup pintu rumah setelah laki-laki delivery itu pergi dengan jutaan pertanyaan yang aku sendiri tidak dapat menjawabnya, aku tidak punya orang yang sangat akrab denganku, siapa yang rela menghabiskan uangnya untuk membelikan aku sarapan?

Aku menaruh kantung sandwich itu di meja makan dan membangunkan Yeonjun.

"Yeonjun-ah, bangun, sudah pagi."

Yeonjun tidak berkutik sekalipun, aku dengan sabar mengusap kepalanya dan berkata, "Dalam Hitungan ke lima kau tidak bangun, Samchon akan menghabiskan semua sandwich untuk sarapan kita, satu.. du-" Yeonjun dengan mata terpejamnya segera bangun, aku yang melihat kesamaanku dengannya yang sangat cinta makanan itu membuatku tertawa.

"Kau mandi saja duluan oke? Samchon akan menyiapkan perlengkapanmu."

Yeonjun mengangguk dan dengan linglung berjalan ke kamar mandi, aku yang sadar belum mengecek handphoneku sedari tadi cepat mengambil handphoneku dari meja di samping kasur, ada beberapa notifikasi dari agensiku yang memberi jadwal untuk hari ini, tetapi notif yang sangat mengalihkan perhatianku ada satu.

Unsaved number:
"Ya kim jinu! Bangun ini sudah siang, jangan membuat Yeonjun terlambat pergi ke tempat penitipan. Aku sudah mengorderkan sandwich ke rumahmu, sengaja aku lebihkan karena aku tau kau dan Yeonjun makan dengan banyak, habiskan, kalau tidak kau akan berhutang banyak denganku. Oh iya aku Song Mino, jangan lupa untuk save nomor ini."

Aku hanya tersenyum miring dan hanya membaca pesan itu, aku menaruh handphoneku di atas kasur dan lekas merapihkan barang-barang Yeonjun untuk pergi ke tempat penitipan.

-

"Ya cut!" teriak Sutradara Park sesudah aku mengulang akting menangisku untuk yang kedua kalinya.

"Iya itu cukup, bagus Jinu-ssi." pujinya dengan berat hati, aku mengusap air mataku dan segera duduk di bangku yang khusus di sediakan untukku dan meminum air putih, sehabis berakting seperti itu aku tidak ingin dehidrasi.

"Wah hyung, kenapa kau jago sekali akting sedih? Itu tampak real." Tegur Joo Hyuk dengan kagum.

"Entah lah, aku hanya mencoba merasakan kesedihan karakterku dan boom! Keluarlah air mata palsu ini."

"Aku paling tidak bisa akting menangis, well aku bisa, tetapi aku harus merasakan feel itu jauh dari pengambilan adegan di mulai."

Ya, Joo hyuk, tentu kau susah berakting menangis karena kau tidak pernah merasa susah menahan sesak yang terus bermunculan setiap hari, sahutku dalam hati. Akting menangis merupakan manfaat tersendiri untukku karena lewat jalan itu aku bisa mengeluarkan tangisku yang aku tahan setiap harinya apa bila aku mengingat ibu dan kakakku.
"Kim Jinu, aktingmu membaik, maaf apa bila aku bersikap kasar selama ini." tegur Sutradara Park.

Ini adalah kemunculan terakhirku di drama ini, karena aku hanya akan muncul dalam 11 episode, bayarannya lumayan walaupun itu sudah di bagi dengan agensiku.

"Kim Jinu-ssi, ada orang yang mencarimu." panggil salah satu staff perempuan, aku membulatkan mataku dengan kaget, tidak biasanya ada yang menyusulku ke lokasi syuting.

Aku cepat menoleh ke belakang dan di sana Song Mino melambaikan tangannya dengan senang, Ah orang ini.

"Kenapa kau kesini??" tanyaku dengan tidak terima.

"Ayo jadi asistenku untuk les hari ini, Yeonjun bilang ini hari terakhirmu syuting drama kan??"

"Hah? Asisten? Kau bisa bayar aku berapa hah?"

"Ayolah, aku akan mentraktirmu nanti."

Aku diam seolah-olah berpikir, aku tidak pernah datang ke tempat les seni Yeonjun, biasanya Ibuku yang selalu datang, tetapi karena ibuku sudah tidak ada sepertinya ini menjadi tugasku sekarang.

"Ayolah, setiap minggu ke empat salah satu wali murid akan datang dan ikut mengajar bersamaku, dan sekarang giliran wali murid dari Yeonjun." Jelas Song Mino sambil memegang lenganku dan memohon, aku merasakan tatapan beberapa staff yang mengarah ke arahku dan Mino berada.

"Baiklah, tetapi kau tidak perlu memegang lenganku, orang-orang nanti salah paham."

Mino menatap sekitar dan mengangkat kedua bahunya dengan enteng, "Kenapa salah paham? Kita berdua teman."

"Kau bukan temanku."

"Wah kau jahat sekali."

Jinu memutar bola matanya sambil berkata, "Sebagai imbalannya, bantu aku merapihkan barang-barangku karena aku tidak punya asisten."

Mino tersenyum dan mengangguk, Jinu mengarahkan Mino untuk mengikutinya masuk ke dalam rumah yang di sewa oleh staff untuk keperluan artisnya, tatapan Mino tampak menelusuri bagian dalam ruangan itu.

"Kau punya agensi kan?"

Aku mengangguk sambil mengambil tasku, aku mengambil beberapa pakaianku sendiri yang aku jadikan kostum tadi dan menyerahkannya ke Mino dan menyuruhnya melipatnya.

"Kenapa kau tidak punya asisten atau manager?"

"Manager hanya di peruntukan oleh artis papan atas, dan asisten.. Aku tidak butuh asisten karena aku bisa mengerjakan semua sendiri, lagi pula bayaranku juga jadi di potong apabila aku meminta asisten dari agensi."

Mino menatapku penuh arti, aku hanya menatapnya bingung sambil mengerutkan dahiku.

"Bagaimana kalau aku jadi asistenmu?"

Aku hanya dapat menatap wajahnya yang tampak bersungguh sungguh dengan ucapannya sambil berujar apa rencana mu Song Mino? Di dalam hati.

EccedentesiastTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang