Never

468 71 2
                                    












Bobby melajukan mobilnya menuju kantor. Walaupun ia seorang mafia, tapi untuk menutupi pekerjaan utamanya ia mendirikan sebuah perusahaan yang saat ini sukses besar.

Saat ia sampai di parkiran, ia tak langsung keluar dari mobil. Ia berdiam sebentar di dalam mobil lalu keluar dengan raut wajah yang sudah ia ubah menjadi datar.

Ia tak ingin orang lain mengetahui sifat aslinya. Seperti yang Solar bilang, kebaikannya itulah yang membuatnya kehilangan istrinya.

Saat ia memasuki kantor banyak karyawan yang menyapanya. Ingin dia membalas sapaan itu, tapi ia harus menjaga image di depan semua orang. Hanya keluarga, sahabat, dan sekretarisnya yang merupakan teman dekatnya yang tau sifat aslinya.

Ia memilih untuk lewat tangga menuju ruangannya yang berada di lantai tiga. Karena perjalanan masih lumayan panjang ia menelfon sang anak sulungnya.

Drrrt... Drrrt... Pip!

"Sudah ketemu?"

"Bukan dia. Dia hanya kaki tangan."

"Lalu? Siapa pelaku utamanya?" Tanya Bobby bingung.

"Orang tua dari Yohan. Kim Taedong dan Kim Donghan."

"Bagaimana bisa?!"

"Mereka tak pernah setuju dengan hubungan Yuvin dan Yohan. Dan kau taukan adikku itu penuh semangat. Dan mereka terus melanjutkan hubungan mereka. Jadi, aku pikir mereka pelakunya. Dan lagi. Setelah kematian Yuvin bahkan Yohan tidak datang, bahkan keluarga mereka malah membuat pesta dengan kedok ulang tahun adik Donghan. Padahal Donghan adalah anak tunggal."

Bobby terkejut. Bukan karena penjelasan Mingi tapi karena Mingi yang berbicara lebih dari 15 suku kata.

"Lalu?"

"Malam ini juga akan aku cari mereka."

"Sendiri?"

"Dengan dua babu ku tentunya."

Bobby bisa mendengar suara protes Wooyoung dan Hongjoong saat Mingi mengatakan 'babu'.

"Jadi kau tidak bisa pulang malam ini?"

"Ya."

"Kalau begitu pastikan kau pulang ke rumah utama esok sebelum berangkat sekolah. Temanku dan anaknya mulai malam ini akan tinggal dengan kita. Dan anaknya akan bersekolah denganmu. Sekelas. Tak ada penolakan."

Pipp

Bobby menutup teleponnya sebelum Mingi sempat melayangkan protes. Lalu ia membuka pintu ruangannya.

Cklek

Baru saja Bobby memasuki ruangannya, dia sudah di sambut oleh teriakan marah sang sekretaris.

"Kemana aja lo, hah?! Gak tau kerjaan numpuk gitu?!" Teriak sang sekretaris sambil menunjuk tumpukan berkas pekerjaan yang berada di atas meja kerja Bobby.

Bobby hanya tersenyum lebar menampilkan deretan gigi putihnya. "Sorry, Bro. Gue harus ketemu sama temen gue dulu." Jelasnya jujur

"Solar? Ngapain?" Tanya Sekretaris Bobby.

"Iya, ngomong kalo mulai ntar malem dia di rumah gue aja, sekalian ngurusin rumah. Juga biar anaknya bisa sekolah bareng Mingi." Jelas Bobby.

"Tumben baik." Ucap sang sekretaris sambil memandang Bobby yang sudah duduk di kursi kebesarannya dengan tatapan curiga.

Bobby tersenyum, "Kapan sih gue gak baik?"

"Ya emang lo selalu baik, walau gak ke semua orang, tapi-- pasti ada niat terselubung nih!" Pekik sang sekretaris, heboh, sambil menunjuk tepat ke wajah Bobby.

"Gue gak bisa nyembunyiin sesuatu dari lo, kan? Temenan dari kecil buat kita peka satu sama lain." Ucap Bobby sambil tersenyum miring.

'Peka gimana?! Lo aja gak peka kalo gue rela lo babuin karena rasa sayang gue ke lo! Bangsat!' Teriak sang sekretaris sebagai jawaban. Dalam hati tentunya.

Sang sekretaris tersenyum lalu berkata, "Jadi?" Tanyanya sambil mengangkat sebelah alisnya.

"Gue pengin nikahin mereka berdua." Ucap Bobby enteng.

Tapi, sang sekretaris salah tangkap maksud perkataan Bobby jadi dia menjerit, "Bob! Lo mau nikahin anak lo semdiri trus anak temen lo?! Gila! Yang top antara lo sama Mingi siapa?!!!!"

Bobby langsung membelalakan matanya. "Apaan?! Gak gitu maksudnya!" Sanh sekretaris diam, "Maksud gue. Gue pengin nikahin mereka berdua ituuuu mereka berdua mau gue jodohin. Jadi, mereka yang nikah,  bukan gueee!? Paham, Goo Junhoe?" Jelas Bobby secara detail.

"Ooh gitu. Ngomong dari tadi dong!" Ujar Junhoe, sang sekretaris.

Junhoe berjalan ke meja kerjanya yang berada tak jauh dari meja kerja Bobby. Dia duduk dan mengambil ponselnya, seperti mengecek sesuatu.

"Ntar sore, jam 5. Kita rapat sama Kim's Inc." Ujar Junhoe pada Bobby yang sibuk membaca dan menandatangani berkas-berkas.

"Kim? Siapa pemimpinnya?" Tanya Bobby, sebab banyak perusahaan dengan nama Kim.

"Kim Mingyu." Jawab Junhoe seadanya.

Jidat Bobby mengkerut. Isa sedang berpikir. "Aku belum pernah mendengar nama itu." Ucap Bobby tanpa menghentikan apa yang sedang ia lakukan sedaritadi.

Oh ayolah sekiranya masih ada 13 berkas yang harus ia tanda tangani. Dan ia harus membacanya dengan teliti agar tidak menimbulkan kerugian.

"Oh, dia pemimpin baru. Dan perusahaan itu tak begitu terkenal. Ia menjadi pemimpin untuk menggantikan kakaknya yang sedang membuka cabang di Daegu." Jelas Junhoe.

"Siapa kakaknya?" Tanya Bobby penasaran.

"Kim














JongIn. Atau biasa dipanggil Kai." Ucap Junhoe. Ia mengambil napas sebelum melanjutkan. "Anak dari Kim Taedong."

BRAK!

Bobby menggebrak meja, membuat Junhoe terkejut bukan main. "Batalkan!" Perintah Bobby.

"Ta--"

"Batalkan!"

Junhoe yang tak ingin kena bentak lagi, akhirnya menurut.

"Kenapa tiba-tiba? Apa ada sesuatu?" Tanya Junhoe hati-hati.

"Perusahaan ini. Gak akan pernah kerja sama sama mereka." Junhoe masih menyimak, "Kita gak akan kerja sama. Sama orang yang udah--" napas Bobby terengah, "Bunuh. Anak. Saya."

Wiuuu wiuuuu

Tanda bahaya berbunyi di kepala Junhoe. Kenapa? Karena kalau Bobby sudah menggunakan kata 'saya' di ouar pertemuan resmi. Itu artinya ia marah besar.

Dan bisa di pastikan ia tak akan keluar kamar nanti malam karena sibuk minum.

Maka dari itu Junhoe langsung mengirim pesan pada Solar.

YongSolar

Datang ke rumah Bobby lebih
awal dari yang Bobby suruh
[15.35]

Bobby marah besar.
[15.35]

Oke
[15.37]






Tbc.

MAFIATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang