4

127 15 4
                                    

Bel istirahat berbunyi

"Sen, ayo ke kantin!" ajak Janshen dengan semangat.

"Males ah, lo aja. Gua ada urusan sama orang,"

"Sok iya lo! Yaudah ah, gua sendirian aja. Laper!" Janshen berlari keluar kelas.

Hening suasana kelas tersebut, hanya ada Arseen yang fokus menatap layar ponselnya.

"Saya tunggu didepan!"

chatt itu membuat Arseen beranjak dari kelas dan menemui sosok yang sedang menunggunya itu.

***

"Ada perlu apa?" Arseen menatap lelaki itu dengan tajam.

"Ini uang bulanan buat kamu, jaga mama,"

"Buat apa anda ngasih uang ini ke saya? Saya merawat mama saya dengan tulus, bukan mengharap bayaran! Apalagi kalau anda yang membayar," ketus Arseen sambil menepis tangan lelaki paruh baya itu.

"Arseen! Papa kerja keras demi kalian berdua dan ini balasan kamu? Ini didikan mama?" nada lelaki itu meninggi.

"Jangan bawa-bawa mama saya! Kalau anda merasa tidak ada urusan lagi, silahkan pergi!" Arseen menunjuk ke arah jalan, tanda bahwa ia begitu tidak menginginkan kehadiran lelaki itu.

Arseen tidak memedulikan lagi, ia langsung mengunci gerbang utama sekolah dan duduk di dekat lapangan.

"Gua benci! Kenapa orang itu datang lagi di hidup gua? Seolah-olah mandang kalau gua gak bisa hidup tanpa dia," rahangnya mengeras, tangannya mengepal. Plak, begitu terpukul hati remaja itu.

***

"Sen, lo kenapa?" Janshen memperhatikan sahabatnya yang murung sejak duduk di tepi lapangan itu.

Arseen hanya membalas dengan menggelengkan kepalanya.

"Lo migren? Atau ayan? Atau apa?" Diega mengacak rambut sahabatnya yang sedang badmood itu

"Enggak!" Arseen beranjak berdiri meninggalkan Janshen.

"Ayan tuh kayaknya," Janshen menggaruk kepalanya yang tak gatal, lalu menyusul sahabatnya itu.

***

Hujan deras di sore hari itu membuat seluruh penghuni sekolah elite itu melindungi dirinya, berteduh di setiap tempat yang mereka rasa nyaman.

Tak lain halnya dengan Arseaa, si gadis cantik yang terlihat kedinginan ditepi kelas. Ia hanya terdiam, bahkan ketika semua pengangumnya menawari untuk pulang bersama.

"Ayo, pulang bareng gua." Ajakan teman-teman di kelasnya itu ditolak halus oleh dirinya.

"Nggak, makasih ya."

Menit berganti menit, hingga satu persatu anak kelas itu mulai beranjak. Kini tinggal Arseaa di dalam kelas kosong yang hening. Ia lebih memilih menunggu di dalam kelas karena memang tidak tahan dengan dingin.

"Ayah kemana sih? Kok belom jemput juga! Mana makin gelap lagi, shit!" Arseaa mengumpat didalam hatinya.

Suara hentakan sepatu cowok yang sedang berjalan menuju kelasnya membuat Arseaa merinding.

"Ck, setan! Lo jangan nongol dulu ya, sumpah gak tepat dan gak lucu banget kalau lo nongol sekarang," Arseaa menyalakan lampu kelas dengan pelan.

Tampak bayangan hitam menempel di kaca jendela kelasnya itu.

"Setan, plis lah! Gue bukannya takut sama lo, tapi..." Dia bergumam sendirian, sehingga memutuskan untuk lari lalu membuka pintu, dan.....

BRUAKKKK!!!!!!!

"Aaaaaaaaaaaa!!!!!!!" Arseaa berteriak kencang dan menutup matanya.

"Ehem.." Suara dehem khas cowok itu membuat Arseaa makin ketakutan dan menutup matanya erat.

"Ampun! Setan oh setan, lo baik deh. Gue gak bakalan bilang lo jahat lagi kok, tapi plis jangan hadang jalan pulang gue," Arseaa nyerocos tak henti, hingga membuat seseorang itu menggelengkan kepalanya.

Tiba-tiba, seseorang itu menarik dan memeluk Arseaa dengan erat di depan pintu kelas yang masih terbuka itu.

"Gilasih, kok gue dipeluk sama setan?"

"Mana pelukannya nyaman banget, bahkan lebih nyaman daripada pelukan mantan-mantan,"

"Setannya romantis juga,hehe." Arseaa masih memejamkan matanya, namun tidak melepaskan pelukan itu.

"Woi!" suara itu membuat Arseaa mendongak ke atas tanpa melepaskan pelukannya.

"Buka mata kek, gua bukan setan!" suara berat itu tidak berhasil membuat Arseaa membuka mata.

"Dasar cewek aneh!" cowok itu kesal, tetapi membawa dan menuntun Arseaa untuk ke parkiran.

"Eh setan, lo bawa gue kemana nih? Jangan bawa gue ke neraka!" Arseaa masih memejamkan matanya.

"Buka mata lo gak!" pinta cowok itu.

"Gak gak, gue belom siap lihat muka lo yang serem,"

"Yaudah, rumah lo mana alamatnya?"

"Perum kertaindah no 55, warna cream gerbangnya," Arseaa masih memejamkan matanya.

Dengan hati yang kesal, cowok itu membantu Arseaa untuk naik ke motornya. Kemudian, ia melajukan motornya dengan cepat.

"Wah hebat! Gue baru tau loh ada setan bisa naik motor, mana bonceng gue lagi, hehe."

"Jangan-jangan lo arwah bapak ojek yang meninggal kecelakaan ya?" Arseaa terus mengoceh disepanjang jalan.

Hal tersebut tidak dihiraukan sama sekali oleh cowok itu, hingga mereka tiba di rumah Arseea.

"Ini udah nyampe rumah gerbang cream, sana turun!" Cowok itu segera balik dan melajukan motornya.

Arseaa membuka matanya pelan dan menguceknya.

"Loh?" Arseaa terbelak.

"Kok kayak?" sambungnya

Ia masuk ke rumah sambil bertanya-tanya.

Ars Love StoryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang