Chapter 1.4

177 30 5
                                    

Jeffry tersenyum kepada Radja yang membukakan pintu mobil untuknya.

"Akhirnya formasi lengkap. Silakan masuk, Kak Jeff."

Tak lama kemudian mobil melaju menuju Kampus. Jeffry terlihat heran, karena tak biasanya Reno yang menyetir mobil.

"Jangan tanya kenapa, Dito sepertinya sedang tidak enak badan." ujar Alwan yang entah kenapa peka sekali saat itu. Jeffry mengangguk paham.

"Oh ya, kenapa kau berangkat sendiri?" tanya Dito yang membuat semua pria di dalam mobil menoleh ke arahnya.

"Adikku ingin berangkat sendiri."

"Apa kau bertengkar dengannya? Kenapa kau tidak memberitahuku? Mungkin aku akan menawarkan diri untuk membonceng adikmu." ujar Radja sambil cengengesan.

"Tidak akan kubiarkan itu terjadi." sahut Jeffry membuat tawa Alwan pecah.

"Bener-bener nih si Alwan." gerutu Radja yang merasa kesal dirinya menjadi bahan tertawaan Alwan.

"Omong-omong, nanti bawa dia bertemu dengan kita, ya, Kak Jeff." Radja masih belum menyerah merayu Jeffry.

Jeffry menghela napas. Pria itu teringat perkataan ayah dan adiknya. "Tidak bisa."

"KENAPA?" tanya Radja seakan tidak terima dengan respon Jeffry.

"Dia introvert." pria itu berbohong.

"Ah, sayang sekali."

.

.

.

.

.

Thea tertawa setelah mendengar cerita Rana tentang kisah hidupnya. Gadis itu langsung menyadari bahwa ternyata teman barunya sangat cerewet. Thea juga bersyukur, karena baik dia maupun Rana sepertinya merasa nyaman satu sama lain.

"Sekarang giliranmu, Thea." ujar Rana membuat Thea berhenti tertawa.

"Hmm, aku bisa menjamin kau tidak akan tertarik dengan ceritaku. Karena kisah hidupku biasa saja, sangat datar seperti kebanyakan orang."

"Benarkah?" goda Rana.

Thea mengangguk. "Aku memiliki kedua orangtua dan satu kakak. Kedua orangtuaku sedang mengurus bisnis keluarga di luar negeri. Kakakku sangat menyayangiku, tamat."

Rana menghela napas, "Sekarang aku percaya. Tapi, aku punya firasat setelah ini hidupmu akan berubah, Thea. Enta itu penuh warna, atau penuh liku bertubi-tubi."

Thea menoleh dengan serius, "Benarkah Rana? Sepertinya teman baruku ini sudah cocok jadi cenayang." Rana menoleh sambil melotot.

"HAHAHAHAHAHA," kedua gadis itu tertawa lepas.

Waktu terus berjalan, satu demi satu mahasiswa mulai berdatangan. Begitupun kelas Bisnis 2018 yang terasa mulai ramai.

Thea terlihat gelisah. Entah dia harus bagaimana jika bertemu dengan Dito nanti.

"Kenapa? Apa ada yang membuatmu tidak nyaman?" tanya Rana.

Thea tersenyum gugup. "Ah, tidak. Aku hanya sedang menebak-nebak apakah dosen Akuntansi Bisnis menyeramkan?" gadis itu berbohong agar bisa mengalihkan topik.

"TEPAT SEKALI. Dosen Akuntansi Bisnis ini seperti penyihir. Dia bahkan memberi nilai E kepada siswa paling pintar di kelas ini hanya karena nenek sihir itu tidak menyukainya. Astaga aku bisa gila," gerutu Rana.

"Serius Ran? Semenyeramkan itu? Astaga menakutkan sekali."

"Benar sekali Thea, kau harus waspada dari si penyihir ini." seru Rana sambil melotot meyakinkan.

Hope NotTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang