Chapter 1.3

151 32 11
                                    

Saat jam pulang tiba, Jeffry tidak berhasil menemukan adiknya. Pria itu sudah menelpon adiknya beberapa kali namun tak satupun panggilannya dijawab. Jeffry khawatir terjadi sesuatu terhadap Thea.

"Kenapa lari-lari?" tanya Reno.

"Adikku menghilang. Aku sudah menanyakan ke anak 18, tetapi mereka bilang dia tidak masuk di mata kuliah ketiga."

"Kau sudah mencoba menghubunginya?"

Jeffry mengangguk. Priaitu tidak bisa menyembunyikan rasa khawatir dari wajahnya.

"Ya sudah ayo kita cari adikmu. Kebetulan akupun sedang mencari Dito. Dari tadi aku belum bertemu dengan anak itu."

"Iya Dito. Saat aku ke kelas 18 siang tadi, akupun tidak melihat Dito di kelasnya. Awas saja jika anak itu melukai adikku." gumam Jeffry dengan tatapan tajamnya.

"Tunggu, jangan keterlaluan Jeff, mana mungkin Dito melukai seseorang."

"Apa kau bisa menjamin dia tidak akan melukai seseorang?" tanya Jeffry membuat Reno terdiam.

"Pokoknya kita harus menemukan mereka sekarang juga." 

.

.

.

.

.

Thealla terbangun dari tidurnya.

"Ugh, leherku sakit sekali, salahku sih tidur di sofa," gadis itu baru menyadari bahwa rumahnya sangat gelap. Thea tertatih dan melangkah menuju saklar lampu.

"Ya ampun, aku ketiduran sampai malam, dan rumah ini masih gelap sekali, Jeffry kemana, ya?" gadis itu merogoh tas ranselnya, mencari posel.

Thea kaget setelah melihat isi ponselnya. "Astaga, aku lupa mengabari Jeffry bahwa aku langsung pulang ke rumah."

Habisnya kejadian di perpus tadi membuatku kepikiran, tambah lagi aku canggung sekali jika tadi langsung bertemu dengan anak itu di kelas. Astaga, Thealla hari ini kau merepotkan Kakakmu.

Thea memberanikan diri menelpon Jeffry.

"Hallo?"

"Jeff, kamu dimana?" tanya Thea hati-hati.

"Harusnya akau yang bertanya seperti itu kepadamu Thea, kau dimana?"

"Aku di, ..."

"Hallo Thea? Kau dimana? Jangan membuatku semakin khawatir!"

"Aku di ru, rumah, Jeff," ujar gadis itu tersenyum canggung.

"ASTAGA THEALLA. KAU TAU BETAPA KHAWATIRNYA AKU?"

"Maafkan aku, aku lupa menghubungimu, dan sialnya aku ketiduran di sofa." Lirih gadis itu merasa bersalah.

"Iya, iya, tak apa. Syukurlah tidak terjadi sesuatu padamu. Sebentar lagi aku akan pulang."

Bip. Jeffry langsung mematikan telepon itu. Thea mengerti Jeffry pasti sangat marah saat ini. gadis itu benar-benar merasa bodoh sekarang.

Okay, aku sangat merasa bersalah saat ini. Mulai sekarang, aku tidak boleh merepotkan Jeffry lagi, bahkan untuk hal kecil sekalipun. Aku akan berusaha menanganinya sendiri.

Gadis itu segera berlari menuju kamarnya, menutup pintu, lalu bersembunyi di bawah selimut. 

.

.

.

.

.

Hallo, Ayah, ada apa menelpon?" tanya Jeffry setelah mematikan telepon Thea karena ternyata ada telepon masuk dari ayahnya, Caraka Pradana, di Jerman sana.

Hope NotTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang