Setelah seharian mereka berdua memulihkan keadaan tubuh yang lemas dan pusing (terutama Seokjin) dengan tidur, Namjoon memutuskan untuk mengajak Seokjin mencari pekerjaan agar dapat memenuhi kebutuhan hidupnya sendiri.
Tapi tetap saja si namja berotak jenius itu akan memberikan separuh uang bulanannya kepada Seokjin, yang didapatnya dari transferan orang tuanya.
Seokjin dan Namjoon tidak henti-hentinya berkeliling dan keluar-masuk pertokoan di kawasan perbelanjaan yang tidak jauh dari apartemen Namjoon. Apalagi kalau bukan untuk mencari lowongan pekerjaan. Menurut Namjoon, Seokjin yang bersifat tenang, teliti, dan rendah hati tersebut cocok untuk menjadi pegawai toko atau kasir.
Setelah dirasa kaki mereka cukup pegal, mereka pun duduk di sebuah kafe di pinggir sungai untuk mengistirahatkan kaki dan makan malam, tentu saja.
Seokjin heran kenapa lelakinya itu lebih suka makan di luar daripada masak di rumah. Meskipun Seokjin tau kalau Namjoon tidak bisa masak, kan bisa saja ia minta tolong kepadanya untuk minta dimasakkan. Setidaknya lebih menghemat biaya kalau masak sendiri.
“bagaimana? Sudah ada rencana kau ingin bekerja di mana?”
“hhh...aku bigung Joon-ah. Sangat sulit menentukan pekerjaan yang cocok untukku, yang tidak punya keahlian dalam apapun.” kata Seokjin dengan nada putus asa.
“jangan putus asa dulu, atau kau mau bekerja di perusahaan milik keluargaku?”
Seokjin yang mendengar itu langsung mendongak dengan mata yang berbinar penuh harapan. “eh? Kenapa kau baru bilang sekarang? Tau begitu kita tidak perlu capek-capek berjalan mengelilingi kawasan pertokoan ini.”
“aku baru saja mendapat pesan dari ayahku, kalau mulai tahun depan aku akan menjadi atasan di perusahaan keluargaku. Dan kebetulan juga beberapa karyawan akan pensiun tahun depan.”
“jadi, maksudmu, aku baru akan bekerja mulai tahun depan?”
Namjoon yang terkejut mendengar tanggapan dari Seokjin hanya sedikit menunduk dan mengangguk pelan, takut jika ia akan memarahinya karena baru dapat bekerja tahun depan. Tapi disisi lain, Namjoon tidak tau seberapa besar ambisi Seokjin untuk bisa bekerja secepatnya.
Justru di luar bayangan, Seokjin hanya tertawa dan menghela napas lega sambil menyenderkan punggungnya di kursi.
“syukurlah, jadi aku bisa ada waktu luang untuk mempersiapkan diriku menjadi pekerja kantoran. Atau berjualan bunga untuk mengumpulkan uang agar bisa membeli setelan kemeja untuk bekerja tahun depan.
“kau tidak perlu Jinnie. Kan kau tinggal bilang kepadaku keinginanmu itu, akan kubelikan setelan kemeja yang bagus untukmu.”
“terimakasih Joon-ah. Tapi aku ingin belajar mandiri, ingin membeli kebutuhanku dengan menggunakan uang yang kuhasilkan sendiri. Aku tidak mau bergantung kepadamu terus. Bagaimana reaksi orang tuamu jika tau selama ini uang yang mereka berikan kepadamu disisihkan separuh untuk membiayai seorang sepertiku?”
“orang tuaku tidak seteliti itu. Mereka tidak urus dengan apa yang aku lakukan, atau apa yang kuinginkan. Selama ini, aku hidup tanpa ada yang mengaturku. Mereka menganggapku sudah dewasa dan siap lepas dari tanggung jawab mereka.”
Seokjin hanya menanggapinya dengan anggukan kecil. “terserahmu saja, tuan Kim. Aku akan makan sekarang, kau tidak tau kan betapa laparnya aku dari tadi.” Ucap Seokjin dengan entengnya, dan dengan segera melahap steak barbeque di hadapannya.
Namjoon yang melihatnya hanya terkekeh dan memaklumi lelaki manisnya itu. Memang, nafsu makan Seokjin bisa dibilang besar. Makanan apapun yang ada akan selalu habis entah bagaimanapun warna dan bentuknya. Asalkan dia tau kalau itu makanan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kim' Family
FanfictionSebuah cerita tentang bayangan ketika Namjoon dan Seokjin mengikat janji sehidup semati dan memulai bahtera rumah tangga bersama. Berdasarkan pengalaman Roleplayer author pribadi. Harap dimaklumi jika ada typo atau keambiguan kata².