Chapter 5: Tidak ada yang tidak mungkin.

1K 77 6
                                    

Namjoon menunggu hasil pemeriksaan dokter dengan cemas. Ia tak henti berjalan kesana kemari sambil bergumam. Sekali-kali ia terlihat berdoa untuk keselamatan kekasihnya.

Tak lama kemudian, seorang dokter keluar dari ruangan dimana Seokjin diperiksa. Namjoon yang melihatnya langsung berdiri dan menghampiri dokter tersebut.

“bagaimana kondisi pasien Kim Seokjin? Apakah ia baik-baik saja?”

Dokter pun menjawab “pasien atas nama Kim Seokjin baik-baik saja, ia hanya lemas karena perutnya kosong. Pasti dia seharian ini mual-mual?”

“i..iya dokter. Saat ia bangun tidur tau-tau saja ia muntah banyak sekali.”

“ngomong-ngomong, apakah anda suaminya?”

“suami? Tidak-tidak, saya kekasihnya.”

“ah, syukurlah. Kekasih anda, Kim Seokjin, sedang mengandung anak kalian.”

Namjoon yang mendengarnya pun kaget bukan kepalang. Bagaimana bisa seorang lelaki bisa mengandung? Ini benar-benar di luar nalar otak jenius seorang Kim Namjoon.

Seperti bisa mambaca pikirannya, sang dokter pun menjelaskan pertanyaan Namjoon yang menimbulkan tanda tanya besar di otaknya.

“anda pasti terkejut, bukan? Hal seperti ini biasa kami sebut male pregnant. Keadaan dimana seorang pria mengalami kelainan genetik, sehingga ia memiliki rahim di dalam tubuhnya. Dan tidak menutup kemungkinan ia juga akan memiliki payudara untuk menyusui bayinya kelak, namun tidak sebesar seperti wanita.”


~ 🐑 💜 🐨 ~

Namjoon benar-benar bingung atas kenyataan yang baru saja terjadi. Ia masih tidak percaya atas kehamilan seorang pria yang tidak lain tidak bukan merupakan kekasih yang sangat ia sayangi.

Seketika Namjoon merutuki dirinya sendiri. Ternyata inilah penyebab Seokjin mual-mual pagi tadi, dan memintaku membelikan jeruk. Dia sedang ngidam ternyata. Pasti karena malam kelulusan itu! Andaikan waktu itu aku bisa mengendalikan diriku. Bagaimana reaksi Seokjin nanti setelah mengetahui ini? Kekasih macam apa aku ini? Aish!


Seokjin perlahan-lahan membuka matanya dan meyesuaikan pupil matanya dengan cahaya yang ada. Ia mengedarkan matanya ke seluruh ruangan. Gorden putih? Ruangan yang putih bersih? Ranjang yang berbeda? Di mana aku? Dan aroma ini...

Tepat setelah Seokjin menyadari bau yang sangat dihindarinya berhasil tercium olehnya, ia langsung menuju ke kamar mandi untuk muntah. Bersamaan dengan itu, Namjoon kembali dari taman belakang rumah sakit. Dengan terburu-buru dia langsung menyusul Seokjin ke kamar mandi dan membantunya dengan memijat tengkuknya.

“kan sudah aku bilang...jangan membawaku ke rumah sakit. Kau...tidak tau...akan terjadi begini.” Seokjin menjelaskan penyebabnya dengan terengah-engah.

"Maaf Jinnie, aku terlalu panik tadi. Ngomong-ngomong, aku mau memberitahumu sesuatu."

"Apa itu Joon-ah, katakan saja."

"Tapi kau harus berjanji, tidak akan marah kepadaku." Kata Namjoon seraya menunjukkan jari kelingkingnya.

"Iya, aku janji." Seokjin pun mengaitkan jari kelingkingnya ke kelingking Namjoon tanda bahwa ia sudah berjanji.

"Seokjin, kau tadi diperiksa dokter. Dokter bilang kau pingsan karena kau dalam keadaan lapar. Pasti karena mual tadi pagi, kan?" Seokjin hanya mengangguk pelan sebagai tanggapannya.

"Dan penyebab kau mual-mual tadi, emm...karena...kau sedang hamil."

Seokjin sangat terkejut setelah Namjoon menyelesaikan kalimatnya. Banyak pertanyaan yang berputar di kepalanya.

"Ini disebut male pregnant, Jinnie. Kejadian dimana seorang laki-laki bisa hamil. Maafkan aku Jinnie, ini karena aku memaksamu memuaskan nafsuku pada malam kelulusanmu." Namjoon lagi-lagi merutuki dirinya sendiri

Seokjin speechles. Ia mencoba mencerna apa yang Namjoon katakan dan apa yang barusan terjadi. Segalanya terjadi begitu cepat.

Namjoon menduga Seokjin akan marah dan mengusirnya dari hidup Seokjin. Namun, yang terjadi malah sebaliknya. Seokjin menyunggingkan senyum lalu matanya terlihat berkaca-kaca.

"Namjoon, bukankah kau senang karena akan memiliki anak yang sudah kau damba-dambakan sejak dulu? Anak dari darah dagingmu sendiri Joon-ah! Kau dulu pernah bilang juga kepadaku jika kita bersama tidak akan pernah memiliki anak. Tapi Tuhan memihak kita, dengan memberikan mukjizat kepadaku agar kita miliki anak dari darah daging kita, bukan mengadopsi atau sejenisnya." Ucap Seokjin dengan tenang dan sangat terlihat jika ia benar-benar menerima kenyataan ini dengan tulus.

Namjon menghela napas panjang. "Jinnie, aku merasa sangat bersalah karena telah menodaimu. Aku akan menghukum diriku sendiri setelah ini."

"Kim Seokjin, aku akan membuat kesepakatan. Aku akan pergi dari pandanganmu setelah ini. Namun, aku akan tetap rutin memberimu uang bulanan sebagai kebutuhanmu untuk merawat kandunganmu dan bayimu setelah lahir nanti. Tapi aku berjanji, akan menemuimu lagi untuk bertanggung jawab atas kejadian ini."

Seokjin yang mendengar penjelasan Namjoon hanya bisa terdiam. Dan tanpa sadar air matanya jatuh melewati pipinya. Ia tidak sanggup merelakan Namjoon-nya pergi meninggalkannya, meskipun akan kembali lagi dalam waktu yang tidak ditentukan. Ia tidak akan sanggup merindu. Bagaimana jika nanti ia dalam kesulitan? Siapa yang akan menolongnya?

"Joon-ah, a--aku tidak sanggup merelakanmu. Aku masih butuh dirimu. Masalah uang tentu jadi perkara mudah buatmu, kan? Aku hanya membutuhkan kehadiranmu di sisiku Joon-ah..." Seokjin tidak sanggup melanjutkan kalimatnya.

Air mata yang ia tahan sejak tadi akhirnya turun dengan sendirinya. Namun Namjoon tetaplah Namjoon. Segera ia berbalik hendak keluar ruangan, sementara Seokjin segera menghampiri Namjoon dan memeluknya. Pelukan perpisahan.

Kim' FamilyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang