"T-Tuan Park, berhenti kakiku sakit sekali"
Wanita itu merutuki sepatu tingginya, memijit engkel kaki yang mulai terasa perih karena lecet dan sedikit berdarah. kenapa disaat seperti ini ia mengenakan sepatu feminim itu, hingga bibir merekahnya tak berhenti mengaduh sakit. entah sudah berapa jauh dia berlari, mengekori saja pria yang dikenalnya saja tidak. Bodoh sekali fikirnya, menyerahkan nyawa di tangan pria tak jelas itu. serius, apakah sekarang dia sedang berada disebuah drama dengan scene kejar-kejaran?
"Salah siapa mendekatiku"
Jawaban kelewat sederhana dari bibir tebal pria itu sukses membuat si wanita berkacak pinggang, bibir manisnya ia gunai untuk mengumpat dan menyumpah serapahi si pria menyebalkan. Lantas kembali lagi merapal doa-doa suci untuk keselamatannya nanti.
Dengan nafas berat tersengal juga, pria park itu memicingkan kepala, menyoroti keadaan sekitar, kalau-kalau orang itu masih mengejarnya.
"Aku ingin pulang"
Pinta gadis itu, lantas membuka kaitan alas kaki setinggi 10 centhi, hingga kaki telanjangnya berjalan lepas di lataran aspal.
"Aku yakin, rumahmu sudah tak aman, orang-orang itu pasti akan mengincarmu juga"
Jelas pria Park meraup berat oksigen, merasakan lelah juga, setengah bersimpuh meremati lutut sakitnya.
"Memangnya apa salahku, kenapa aku sudah tak aman?
"Karena keberadaanmu tadi yang membuat nyawamu terancam"
Jelas Jimin kelewat tegas, yang dibalasi kernyitan kening tanda tak mengerti wanita itu.
"Jadi kita mau kemana?
Tanya wanita itu dengan nada kesal
"Ikuti saja kemana arah angin membawa kita"
Wanita itu semakin kesal saja, bagaimana pria ini menjeratnya berada dalam keadaan di ujung tanduk seperti ini, kenal saja tidak. Apa mungkin pria ini penjagal tubuh manusia yang sedang diburu, karena itu sekarang dia dikejar-kejar. atau penadah barang haram, mungkin? yang lebih ekstrim bagaimana kalau dia seorang kanibal? Ya Tuhan, Boleh tidak seseorang menjemputnya dengan Jet pribadi milik papa bear sekarang ini?
.
.Dua anak manusia itu berhenti didepan Motel sederhana di sudut pinggiran kota, yang mungkin saja tak terlalu banyak terjamah oleh pengunjung lain. Mungkin bagi pemuda Park tempat ini yang dirasai paling aman, setidaknya untuk malam ini melepas lelah.
"Kau yakin kita akan menginap disini?"
Gumam Milaya, mengitarkan iris manik menatapi sekeliling kamar sederhana dengan enggan, menyibakkan debu ranjang berkain usang, yang seolah tak layak bagi dirinya, setidaknya dia harus menginap di hotel berbintang lima__ bintang tiga juga tidak apa-apa sih.
"Yah, tentu saja. kalau kau masih ingin selamat"
Tegas si pria, segera berjingkat nyaman di tumpukan busa bersegi panjang tersebut.
"Kita tidur sekamar? kau serius?"
Ya memang sih, Milaya itu sudah bisa dibilang pawang lelaki hidung belang, namun tidak segampang itu juga menggiringnya keranjang tanpa perjanjian sepeserpun.
"Hanya tinggal kamar ini saja yang kosong, sudahlah ini kan mendesak"
"Tidak! Aku akan mencari hotel disekitaran sini"
"Yah, silahkan saja. Sebelum kau sampai di hotel mungkin saja mereka telah berhasil menghilangkan nyawamu"
Wanita itu bergidik ngeri, baru kali ini rungunya mendengar ancaman halus dengan gamblang seperti itu. Yang Mau tak mau ia pun harus menuruti si pria asing yang tak jelas dari mana asal-usulnya.
"Apa kita serius akan tidur seranjang?"
Tanya wanita Milaya tengah berdiri menatapi pria yang telah melepaskan kemeja yang ia kenakan, meninggalkan kaos dalaman hitam yang menilikkan otot-otot kekarnya__Seksi sekali.
"Kenapa tidak? Bahkan kau tadi telah menggodaku bukan?"
Cibir si Jimin. Menopang kepala dengan kedua kaitan lengan, menatapi wanita yang masih berdiri enggan beberapa langkah darinya.
"Yak! Tuan Park yang terhormat. sudah kubilang kan, aku salah orang, kau saja yang menikmatinya"
"Habis kau cantik"
Terdiam! Rasa kikuk seketika menyeruak membangun sekat dingin antara dua anak manusia yang terjebak oleh keadaan. Sama-sama saling melempar tatap, lantas si wanita masih dengan rasa enggan, ikut merebahi ranjang dengan bantalan sebagai sekat antara mereka__lucu sekali!
"Kau, siapa namamu?"
Belum saja dia merebahkan tubuh sensualnya dengan sempurna, pria Park itu lagi-lagi menanyai.
"Perlukah aku memberitahu siapa namaku?"
Wanita itu balik bertanya, sedang si pria hanya terkekeh lirih.
"Setidaknya aku harus tahu dulu, nama wanita beruntung yang bisa tidur seranjang denganku"
Apa! Wanita itu terperanjat kesal, memang sih pria itu tampan, tapi tak perlu juga kan membalik keadaan seperti Milaya yang menginginkan tidur seranjang dengannya. Bukankah pria itu yang membawanya dalam keadaan darurat yang tak ia ingini.
"Aku Milaya, kau boleh memanggilku Mila"
Tukas si wanita lirih, menahan kantuk yang sudah di awang-awang, bantal empuk itu seolah membuai agar cepat pulas tertidur, namun pria cerewet ini tak berhenti menanyai seperti seorang polisi yang tengah menginterogasi seorang pencuri saja.
"Dan kau Tuan Park, kenapa bisa kau dikejar oleh orang-orang itu, apa pekerjaanmu sebenarnya. Atau mungkin kau seorang penjahat?"
Milaya akhirnya melontarkan pertanyaan yang sudah bergumul diotaknya sedari tadi. Setidaknya dia harus mengetahui alasan yang keren, kenapa ia sampai tersesat di motel kecil dan kumuh seperti ini.
"Kau ingin tahu siapa aku, dan kenapa mereka mengejarku?"
Pria Park lagi-lagi membalik umpan pertanyaan kembali__terus saja seperti itu, sampai dinosaurus bangkit dan minta diajak selfie.
"Mereka mengejarku, karena aku seorang pembunuh"
"Apaaaa?"
©Dysa Azzera, 13 Jan 20
KAMU SEDANG MEMBACA
METANOIA🌺
RomanceMilaya hanyalah wanita yang mabuk dengan keduniawiannya, hingga seorang pria Park Jimin memperkenalkan dunianya yang penuh teka-teki. Haruskah Milaya ikut menjelajahi dunia yang Park Jimin tawarkan?