chapter 4

16 1 0
                                    

"Tidak ada jalan keluar lagi Nona, sekali kau tercebur, kau tidak bisa kembali lagi. Satu-satunya jalan adalah menenggelamkan dirimu sepenuhnya ke permainan mereka"

.
.

Rungu Milaya mencoba kembali menelaah arti dari kalimat yang pria Park itu utarakan. Hasilnya masih sama, dia tak paham akan segala hal yang baru saja rungunya dengar.

Apa maksud dari permainan? Tenggelam? Jalan keluar? Ya Tuhan, tolong bawa seorang Dokter untuk menghidupkan kembali sel-sel otak yang telah mati karena rasa ketakutan Milaya kemarin.

"Apa maksudmu Tuan Park?"

Milaya menanyai dengan wajah lugu penuh dengan kebodohan, tanpa berniat menenggelami artiannya lagi.

"Kau akan tahu sendiri nanti"

Terang si Pria Park, mulai mencoba membereskan segala barang rengsok dan perkakas rusak di rumah itu. Sedang si wanita, mana sudi tubuh mulusnya bersiteru dengan debu, lagi hal-hal yang awam bagi dirinya semacam bebersih rumah.

"Untuk beberapa waktu kita akan tinggal disini"

Pria Park itu menenggerkan sofa usang untuk menjadi tumpuannya berkutat dengan kabel-kabel penerangan di rumah itu. Sedang si Milaya hanya bisa menyemarakkan rungu si pria dengan celotehan dan segala protes yang tak berkesudahan dari tak bisa mandi, perutnya lapar, hawanya dingin, sampai atensi seekor serangga kecilpun menjadi bahan protes wanita cerewet itu.

Dan lagi-lagi si pria hanya memaklumi akan segala yang wanita itu kumandangkan dari bibir kecilnya, diapun sadar wanita yang tak tahu apa-apa itu harus merasakan lelah macam buronan negara saja, kendati secuilpun dia tak terlibat langsung apa yang terjadi.
.
.

Milaya menatapi tubuh kekar pria yang bertumpu pada dudukan sofa diatas sana, sedang jemarinya tengah berkutat dengan bermacam-macam kabel, mencoba menyambungkan dan memperbaiki, lalu kembali menitahi Milaya agar becus memegangi penerangan dari telepon miliknya.

"Yak! Pegang sofanya dengan benar, dan sorotkan cahayanya di kabel-kabel ini"

Bibir tebal Park Jimin berceloteh tak kalah cerewet pada situasi tertentu. Pun Milaya sudah sangat memahami sedikit dari tabiat buruk si Pria Park yang kadang anehnya seperti alien yang baru saja mendarat di bumi. 

Entah kenapa ada teduh yang tertangkap dari sepasang manik Milaya saat menatapi penuh seribu arti pada sosok itu, sejak kapan rungunya candu dengan segala tutur kata penuh ketus dari seorang pribadi Park Jimin?

Pun lagi, Kenapa seorang Park Jimin terlihat tulus dan baik dimata Milaya saat ini? Lihat saja, sudah beberapa hari dia menghabiskan waktu bersama, tak sekalipun pria itu menyentuhnya sama sekali, disaat pria lain akan bersusah payah menggapai tubuh sensual Milaya, pria itu lebih memilih menenggelamkan tubuhnya dalam pelukan guling dan bantal usang. Padahal bisa saja ia melakukan apapun disaat wanita itu tengah pulas.

"Aku lapar tuan Park?"

Belum saja pria itu selesai dengan acaranya dengan kabel-kabel, wanita itu merajuk kelaparan. Dan lagi-lagi si pria hanya pasrah penuh dengan pemakluman meladeni apa yang wanita itu keluhkan.

"Tunggu sebentar, aku melihat dibelakang pekarangan ini ada kebun, siapa tahu ada yang bisa kita makan malam ini"

Pria Park keluar dari pintu persegi, dengan hanya berbekal lampu dari penerangan telepon canggih miliknya. Kemudian berjingkat pergi ke arah kebun belakang di pekarangan rumah itu. Mengais gundukan tanah yang tertanam subur sebongkah kentang manis.

Sedang si wanita hanya tenggelam dalam lamunannya sendiri, tengah mengeja segala rasanya pada si pria bernama Park Jimin itu.

Kadang Milaya berfikir ia hanya perlu mempercayai apa yang diucapkan oleh pria itu, toh park Jimin tak menyakitinya sama sekali bahkan terkesan melindungi. Namun disatu sisi, Milaya tak rela segala kebebasan pun kemewahan dikehidupannya dulu, mendadak direnggut paksa oleh pria Misterius yang entah berasal dari planet asing mana.

METANOIA🌺Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang