Milaya hanyalah wanita yang mabuk dengan keduniawiannya, hingga seorang pria Park Jimin memperkenalkan dunianya yang penuh teka-teki.
Haruskah Milaya ikut menjelajahi dunia yang Park Jimin tawarkan?
"Apa kau mau menemaniku menjelajahi dunia yang kejam ini, bersamaku sampai menuju tempat pulang?"
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Entah sihir apa yang Park Jimin gunakan, wanita itu serasa hanya ingin mempercayai setiap penuturan dari pria itu, kilauan manik pekatnya terpapar ketulusan, hingga Milaya seolah telah terikat dengan sosok seorang Park Jimin.
Sejak kapan Milaya menyukai senyuman yang terbit dari bibir tebal si pria Park? pun sejak kapan ia menggandrungi setiap gestur tubuh yang ia tangkap dari sosok pribadi Park Jimin? Bisakah seseorang katakan apa yang terjadi pada Milaya?
Jantungnya mendadak bergemuruh tiap kali sepasang maniknya menatap penuh perhatian pada pribadi seorang Park Jimin. tubuhnya mengeluarkan peluh dingin hanya dengan mendengar pria itu bernafas, dan yang lebih gila, bagaimana seorang Milaya saat ini lebih tertarik pada latar belakang dan kisah cinta seorang Park Jimin, ketimbang menyelamatkan dirinya dari belenggu pria yang sampai saat ini masih enggan memberitahu siapa dirinya. Mungkinkah ia jatuh cinta dengan seorang pembunuh? Ya Tuhan, bisa tidak seseorang menampar pipi merah Milaya agar bangun dari mimpinya saat ini?
"Milaya"
Entah sejak kapan bibir park Jimin sebegitu kurang ajarnya bagi kewarasan sang wanita, setiap kali bibir itu memanggili namanya, ada saja sensasi yang ia rasai hingga rasanya hampir gila.
"Milaya, kau bisa menggunakan kamar mandi sekarang, semua sudah aku perbaiki, mandilah, aku akan membeli perlengkapan yang kita butuhkan selama berada disini"
Jimin bicara panjang lebar, sedang yang ia ajak bicara hanya membawa pandangan mengitari seisi rumah. Hebat juga si Pria Park ini, rumah tua yang penuh debu dan sudah tak layak dihuni ia sulap menjadi hunian nyaman yang lumayan untuk ditinggali. Wanita itu berdecak kagum, dan hanya menghadiahi seutas senyum cantik pada pria yang bekerja keras itu.
"Aku mandi duluan ?"
Milaya menanyai, yang disambut anggukan oleh pria bermata sipit itu.
"Mandilah, aku akan pergi sebentar"
Langkah kaki si pria bergegas keluar dari pintu persegi, membeli segala keperluan yang kiranya ia butuhkan, meninggalkan wanita itu untuk menyegerakan acara pribadinya.
Sedang sang wanita tengah menikmati mandi sakralnya, rasanya sudah lama ia tak menikmati kesegaran bening yang mengguyur tubuh mulusnya, menyempatkan berendam sebentar di bathup yang tersedia di kamar mandi itu mungkin pilihan yang bagus. ia ingin tubuhnya sesegar dan sewangi mungkin. Wanita itu ingin mendapatkan mandi terbaik yang sudah lama ia lewatkan. . .
Acaranya berhenti saat mendengar gedoran pintu dari luar sana, si pria Park telah kembali dari acara belanjanya.
"Yakk, Milaya! kau ini mandi atau tidur sih?"
Si pria Park tak sabar ingin membasuh tubuh kotornya juga, mengancang-ancang tubuh didepan pintu menunggui si wanita yang tengah bersenandung syahdu melewati ritual mandinya.