chapter 7

20 1 0
                                    

Milaya menatap silau jendela berkelambu kuning yang mendilikkan sengatan mentari menembus kulit putih porcelainnya. Kepalanya berat, perutnya mual, iris coklatnya mengitari pemandangan meja dan petakan ubin mengkilat yang berserakan botol Soju dan bekas-bekas makanan semalam. Dia menyesal, ketika melakukan barter dengan seorang Park Jimin karena urusan hairdryernya kemarin, ia harus menebusnya dengan menemani pria Park itu minum sampai larut malam, berakhir dengan Milaya sendiri yang mabuk berat. Lain kali, sungguh tidak sudi ia melakukan tawar menawar, atau transaksi apapun dengan seorang Park Jimin.

"Kau sudah bangun"

Si lakon dalam otaknya itu berjingkat disampingnya, membawa dua cangkir teh hangat yang ia letakkan di meja, setelahnya membiarkan wanita itu kembali merebahkan diri di kursi yang biasa menjadi tempat tidur Jimin.

"Ternyata kau payah dengan kadar alkohol juga yah, pantas saja baru sebotol kau sudah menggila "

Menggila, maksudnya apa? mungkinkah Milaya semalam koprol sembari bersenandung lagu-lagu patah hati, atau dia merangkak ketembok seperti hantu-hantu gila di televisi kemudian memanjat langit-langit dinding dengan tatapan kosong dan bibir tak berhenti tertawa. Tidak mungkin sehoror itu juga kan?

"M-maksudmu apa?"

Milaya bertanya penuh dengan debaran takut-takut ia melakukan hal diluar kendalinya

"Lihat ini!"

Manik bulatnya menyeret tatapan pada jemari Jimin yang tengah membuka selampiran kaos polosnya. Perbuatan siapa itu, sekujur dada bidang pria itu di penuhi ruam kecil berwarna merah kebiru-biruan. Tidak mungkin juga kan perbuatan bibir Jimin sendiri.

"Ini perbuatanmu semalam. Hampir saja aku menghabisi tubuhmu jika saja aku hilang kendali"

Ya Tuhan, boleh tidak seseorang menolong Milaya dengan memberikan tabung oksigen. Dia hampir saja kehabisan nafas, sekujur tubuhnya mendadak mati rasa, kalau boleh Milaya ingin menjeburkan diri ke samudra pasific sekarang juga.

"A-aku? Sungguh?"

Bibir kecuh itu hampir saja kehilangan kata-katanya. Wajahnya menggurat ragu namun tak menampiknya pula.

"Ya tentu saja ini perbuatanmu, kau fikir Marlyn Monroe hidup kembali dan melakukan ini padaku?"

Sumpah yah, saat seperti ini ingin sekali Milaya menyumpal bibir seorang Park Jimin dengan lukisan Monalisa setelah itu bersujud meminta ampun pada si pelukisnya, dia sama sekali tak keberatan. Sungguh!

Pria itu menunjuk protes tanda merah di ruas lehernya antara tak terima atau menikmati juga. Entahlah, Milaya sedang memikirkan bagaimana caranya segera hijrah ke gurun tandus di Padang pasir sana, tak apalah jika ia harus setiap hari mengelusi punuk unta.

Inilah salah satu alasan kenapa Milaya sangat menjauhi bening memabukkan itu. Ia akan selalu lepas kendali, terakhir sekali ia ingat pernah memecahkan botol di kepala botak seorang polisi, hampir saja dia menyesap dinginnya jeruji besi atas tuduhan perbuatan tidak menyenangkan, serta usaha menghilangkan nyawa seseorang, syukur saja tidak! Hanya mengganti uang kompensasi untuk polisi botak itu yang  terbujur kaku di Rumah Sakit beberapa hari karena pendarahan.

"Maaf Jim"

"Tidak apa, aku juga menyukainya"

Menyukainya? Tidak salah dengarkah rungu Milaya?

Pria itu menyibak kelambu kuning di petakan ruang yang tak seberapa luas itu, memunguti dan menyelesaikan pekerjaan rumah yang semalam ia kotori dengan bermabuk ria bersama Milaya. Sedang si Tuan putri, segera merangsek ke kamar pribadi sementaranya, untuk melanjutkan tidur siang, dan bangun setelah panggilan dari Park Jimin untuk makan malam__enak sekali hidupnya.

METANOIA🌺Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang