Part 2

3.5K 361 9
                                    

"Helo!" Gadis itu melambai tangan ke arah Simon yang masih toermanggu di kamar hotelnya. Ia mengangkat cupnya, "Mau kopi?"

Simon menggeleng. Ia masih berupaya mengingat siapa gadis ini.

Gadis itu tertawa, "You look horrible. Want to have brunch?"

Perut Simon tiba-tiba berbunyi. Sudah 10.15 am dan dia belum sarapan. "Boleh" Siapa tau ia jadi ingat siapa gadis itu. Ketika ia bangkit IPhone gadis itu berbunyi.

"Alo Mi. Ya ga papa kok. Livi baik-baik saja. ... Marriot mah aman Mi ... iyaa ... Ketemu Mr Wang kok ..."

Ah LIVI!!! Ingatannya kembali. Ke pesawat kemarin siang.

***

Cathay Pacific CX 883

Simon berjalan melintasi aisle pesawat Cathay Pacific, dia bergumam mencari nomor kursinya

31 G tepat di tengah pesawat. Ia bersiap menaruh kopernya di overhead compartment. Di kursi 31F sudah duduk seorang gadis berambut pendek. Ia mengenakan UCSD (University of California, San Diego)  sweatshirt berwarna hitam.

Begitu duduk tanpa sengaja Simon mendengar pembicaraan gadis itu. "Iya Mi, ini udah di dalam pesawat. Kira-kira sampai Hongkong jam 6.30 pagi.... Iya mi ... Doain ga banyak turbulence ya Mi"

Simon tersenyum tipis mendengar kalimat terakhir. You can't avoid turbulence especially for a long flight like this. 15 jam 51 menit. Dan penerbangan di bulan Juli biasanya banyak turbulence.

Gadis itu mematikan handphonenya. Simon memejamkan mata, ia berharap bisa menyelesaikan paper untuk conference bulan November depan. Menyiapkan bahan mengajar semester depan. Banyak orang mengira Assistant Professor itu jabatan yang sangat bergengsi. Padahal sebenarnya itu hanyalah jabatan terendah  dari tenure track di University. They're at the bottom of the pyramid.

Sebagai Assistant Professor Simon dituntut untuk berprestasi baik dalam riset maupun mengajar. Kariernya berdasarkan kontrak pertahun. Ia baru saja mendapat perpanjangan 1 tahun lagi. Simon harus membuat paper-paper yang bisa masuk dalam Konfrensi-konfrensi International. Ia juga harus mengajar 2 lab dan 1 mata kuliah. Simon berharap bisa menyelesaikan papernya dalam perjalanan dan ia kirim via email begitu mereka transit di Hong Kong.

Penerbangan kali ini tak begitu ramai. Kursi di sebelah kiri gadis di sebelahnya kosong. Simon berharap di tengah perjalanan gadis itu mau pindah jadi ia bisa punya lebih banyak ruang.

Terdengar suara pilot yang mengabarkan bahwa mereka akan take off sebentar lagi. Simon mengambil permen di sakunya dan memakannya. Ia baru akan memejamkan mata ketika ia melihat gadis di sebelahnya tampak pucat. Ia memegang sandaran kursi di antara mereka erat-erat.

"Are you okay?" tanya Simon

"No.. erh yes," jawab gadis itu agak panik.

"Want some candy?" Simon menawarkan permennya.

"Yes thanks!" gadis itu terlihat sedikit lega. "I asked for candy but now they don't provide it anymore," keluhnya "I forget to buy candy at the airport"

"Here take some more," Simon mengeluarkan beberapa butir permen lagi.

Gadis itu nampak berterima kasih. Simon melihat wajah gadis itu polos tanpa make up. Rambutnya pendek, badannya kurus. Definitely not his type.

Suara pilot mengabarkan mereka sudah dalam take off position menyebabkan raut wajah gadis itu menegang lagi. Ia memejamkan matanya sambil komat kamit.

The Rich Girlfriend (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang