Livi sedang asyik makan kue lapis di ruang tamu, maminya tiba-tiba duduk di sampingnya.
"Tuh di kulkas ada otak-otak dari Petak Sembilan," kata Mami sambil menunjuk kulkas.
"Aseeekk. Makasih Mi."
"Kamu makan yang banyak. Biar ga ceking gitu. Kamu tuh aslinya cakep tapi kalau terlalu kurus susah dapat suami tar. Zaman dulu yang dicari tuh cewek yang montok biar bisa punya anak. Yang model kayak kamu lah susah." Maminya mulai nyerocos seperti kereta api. "Nih makan lagi kue lapisnya. Kamu itu loh kalo dari samping udah kayak papan cucian aja!"
"Mi ... hari giniii yang dicari buat jadi model itu yang bodynya kayak Livi. Size ZERO, Mi. ZERO"
"Papan cucian kok jadi model!" omel Mami. "Calon mertua zaman dulu sekali liat juga udah ga mau"
"Mi ... sekarang tuh ye udah bukan zaman mertua pilih menantu! Yang ada Menantu milih mertua." Livi mengeleng-gelengkan kepala melihat maminya yang kuno.
"Menantu pilih mertua. Mbo siao itu (ga berbakti)", omel maminya sambil memotong 1 kue lapis tebal dan memberikannya kepada Livi. "Ini homemade yang bikin temen Mami. Gih makan. Biar cepet gemuk dapat suami"
Livi memutar bola matanya. Not again. "Mi, Livi ga pengen married"
"Husshh", potong Maminya cepat-cepat sambil menepuk meja makan tiga kali. "Kamu itu jangan ngomong sembarangan!! Cewek ya harus married"
"Iya iya ...tapi ogah aku mah. Married tar dapat mertua kayak pho-pho. Amit-amit", gantian Livi yang mengetok meja 3 kali.
"Hahaha Pho-pho loh udah meninggal lama banget kok kamu masih begini", Maminya Tertawa.
"Serius deh Mi. Kok mami tahan sih sama Pho2? Aku yang ga diomelin aja dengernya sakit hati Mi. Apalagi kalau udah bawa2 Liona sama Lisbeth. Anak bawa sial lah. Garis tangan jelek lah. Bini ga bawa hoki lah" Livi mendengus. Terkadang amarahnya masih membara mengingat bagaimana neneknya memperlakukan maminya.
"Mami itu masih untung! Papimu itu baik. Temen-temen mami coba. Udah mertuanya galak, suaminya main cewek juga", keluh Mami Livi.
"Tapi yang bener aja lah Mi. Aku ga ngerti loh sampai sekarang kenapa Mami bisa tahan"
Mami Livi tersenyum, "Papi mu itu kan bukan type yang banyak ngomong. Dulu tiap habis pho-pho marahin Mami, Papi tuh pasti ajak Mami pergi jalan-jalan. Beliin Mami baju, sepatu"
Livi mendengus. Murah amat Maminya dibegitukan saja sudah senang. Batin Livi
"Tapi pernah satu kali, Mami udah sedih banget sampai bilang mau cerai aja", Mami Livi menghela nafas.
"Papimu waktu itu diem aja. Seminggu sehabis itu, Papi ajak Mami ke Singapore. Ada 1 hari, Papimu pergi sendiri. Mami suruh ke Orchard sendiri. Waktu itu Mami ga tau Papi kemana. Pulang Papi bawa surat2 suruh Mami tanda tangan. Ternyata Papimu bikin buku tabungan atas nama Mami, Liona dan Lisbeth"
"Buat apaan? Ini waktu aku kelas berapa Mi?"
"Kira2 kamu kelas 4 ya. Liona kelas 2. Lisbeth masih TK" Maminya mengingat-ingat.
"Mami ga pernah tau sampai Pho-pho meninggal trus Shumei Sansan (istri adik laki-laki Papa Livi) kasih tau Mami. Habis dari Singapore Papimu ngomong sama Pho-pho. Papi kasih liat buku tabungannya. Tiap Pho-pho marah-marah sama Mami, Papimu akan transfer uang ke rekening itu. Waktu itu Papi sudah masukkin 1000 USD ke rekening Mami, 500 USD ke rekening Lisbeth sama Liona. Pho-pho marah banget." Kenang maminya. Ia mengambil sepotong kue lapis sebelum melanjutkan ceritanya.
"Habis Pho-pho marah2, Papi mu telpon Shu-shu Aming di depan Pho-pho minta siapin 2000 USD lagi. Pho-pho langsung diem." kata Mami sambil tertawa. "Sehabis itu Pho-pho ga pernah nyinggung itu lagi di depan Mami"'
KAMU SEDANG MEMBACA
The Rich Girlfriend (TAMAT)
ChickLitA fairy heart is different from a human heart. Human hearts are elastic. They have room for all sorts of passions, and they can break and heal and love again and again. Simon berkubang dengan masa lalu. Livi berkutat dengan luka yang dahulu ini ce...