SIX - KASMARAN

2.6K 149 64
                                    

"Biarkan aku menjatuhkan diri sedalam-dalamnya padamu. Perkara bungah atau lukanya, biar aku yang menanggung sendiri."


"Aduh kenapa hari ini cerah banget ya", ucap Zara sembari menangkupkan kedua telapak tangan mungilnya di pipi. Menggemaskan. Seperti biasa

"Cerah? Lo rabun? Orang mendung gini."

"Eh iya juga sih. Maksut aku..."

"Maksutnya hati lo yang cerah? Acieee yang abis pulang bareng."

"Ih apaansih Me, rese tau."

"Ih apaansih Ra, salting amat."

"Bodo amat. Aku mau ke kantin deh. Jangan nitip! Kita musuhan buat hari ini."

"Ihh sapa juga yang mau nitip. Sotoy lu, Ra."

Tanpa memerhatikan omelan sahabat karibnya, Zara berlalu begitu saja sambil mengambil dompet bergambar chimmy-nya.

*****

Zara terlihat kebingungan. Bagaimana tidak? Siomay langganannya diserbu oleh banyak siswa. Bahkan antriannya membludak hingga melewati batas.

Ia terlihat kesal. Siomay yang diidamkannya gagal dibeli. Ia segera memutar tubuh untuk kembali ke kelas, karena tak ada yang ia inginkan selain siomay milik cak Amoy.

Baru saja memutar tubuh 90 derajat, tubuhnya seakan dikendalikan oleh sosok yang tak diduganya.

"Eits. Mau kemana?", ucap cowok itu dengan memegang erat bahu gadis di hadapannya.

"Eh. Kak Angga? Emmm mau balik kelas, Kak."

"Lah? Bukannya mau makan siomay?"

"Kok..tau? Tapi antriannya udah kayak ngalahin antri sembako, Kak. Siapa coba yang mau nungguin segitu lama? Bisa-bisa aku belum sempet beli udah bel duluan, huh."

"Bawel amat, sih.", ucap Angga sambil mengacak poni depan Zara.

"Ihh jangan ngacak rambut aku dong"

"Kenapa? Hati kamu...?", belum sempat melanjutkan kata-katanya. Zara dengan sigap membungkam mulut cowok itu dengan kedua tangannya.

"Hati aku ga berantakan kok. Ih diem aja deh, Kak!"

"Aduh aduh galak amat sih. Mau siomay ga nih?"

"Gausah php deh. Kakak tau ga sih diphp itu ga enak?"

"Tau kok. Yang enak kan cuman ngegodain kamu."

"Kaakk..!! Ga lucu, tau."

"Mau beneran ga? Kalau ga mau yaudah dibalikin ke cak Amoy lagi aja siomaynya.", ucap Angga sambil menuntun Zara ke meja yang tadi sudah dipilihnya.

"Hah? Beneran?"

"Udah gausah sok kaget gitu. Makin lucu. Males."

"Kok... Kakak bisa...?"

"Halah siomay doang mah gampang. Idih sok-sok terharu. Tadi aja garangnya minta ampun."

"Ehehehee. Gabisa nolak kalau masalah makanan, Kak. Manusiawi."

"Tapi cantik lo ga manusiawi.", ucap Angga pelan. Bergumam ria dengan diri sendiri.

"Kenapa, Kak?"

"Nggapapa udah makan aja keburu siomaynya kabur soalnya lo pelototin daritadi."

"Eh-iya. Nggasadar. Lah Kakak ngga makan?"

"Gue ngeliat lo makan aja udah cukup."

Angga menatap gadis yang duduk di sebelahnya. Tatapan yang sangat dalam. Ia telah terjatuh dan benar-benar menjatuhkan dirinya. Tiada yang memungkiri. Perasaan itu hadir tanpa permisi.

Tangannya menangkup rambut Zara dalam satu kepal dan sontak membuat gadis itu mendongak untuk melihat apa yang dilakukan kakak kelasnya.

"Mana kuncir kamu?"

"Eh? I-ni Kak. Mau nga-pain?"

Dengan tangkas, Angga menguncir rambut coklat gadis itu.

"Nah, gini dong. Biar enak kalau makan."

"Hehehe. Makasih, Kak. Buru-buru tadi."

"Biar enak juga ngeliatin kamu", ujar Angga pelan. Sangat pelan hingga sang gadis di sebelahnya yang tengah sibuk makan dengan lahap tak mendengar apapun.

"Gimana? Udah kenyang?"

"Kenyang bangeet. Sampe ga muat lambung aku. Oiya Kak, ini uangnya. Kembaliannya ambil aja." Zara memberi uang dua puluh ribuan pada cowok yang sedang ia ajak bicara.

"Gue gamau dibayar pake ini."

"Terus? Mau pake ovo, Kak? Yaudah ntar aku transferin."

"Bukaan. Lo kira gue abang-abang grabfood?"

"Teruss?"

"Kapanpun gue ngajak lo jalan, lo harus mau. Gaboleh nolak pokoknya."

"Ini mah bukan ajakan. Pemaksaan namanya. Curang, ih."

"Gapapa dong yang nyurangin kan ganteng. Lo seneng kan tapi?"

"Emang keliatan banget ya?"

"Banget. Pipi lo merah. Sini gue tutupin.", ucap Angga sembari menangkupkan kedua tangannya dengan dalih menutupi pipi Zara.

"Kak.. lepasin ih. Diliatin banyak orang."

Mereka berdua terlalu sibuk dengan dunia sendiri. Yang lain ngontrak, sih.

Pandangan tak henti-hentinya bertebaran dan mayoritas berasal dari kaum hawa alias penggemar Angga.

"Takut dimakan fans garis kerasnya kakak. Udah ah aku balik dulu."

"Eh-tunggu."

"Apa lagi? Jangan bikin aku diterkam sama cewe-cewe itu, Kak."

"Mending gue aja yang nerkam lo. Ohya, lepas dulu kunciran rambutnya. Jangan terlalu ngekspos wajah lo."

"Ke-napa?"

"Udah lepas aja. Jelek."

"Ishhh." Zara kesal. Tapi entah kenapa dia malah menuruti perkataan Angga dan bergegas menuju ke kelas.

"Cukup gue aja yang mengagumi wajah lo, Ra. Jangan ada yang lain."

Lain hal, perlahan demi perlahan Zara mulai melupakan kenangan buruk masa lalunya. Hati dan pikirannya telah dipenuhi dengan sosok Angga. Tak ada ruang untuk yang lain, apalagi kisah sedih yang harusnya tak ia usung lagi. Baik untuk saat ini, dan masa depan. Harusnya.

*****

Happy new year guys! Cie yang masih setia nungguin sampe 2020. Sebenernya maju mundur sih ngelanjutin ini tapi karna komen2 kalian kok sayang juga kalo ceritanya digantungin gitu aja. Doain yaa gue lagi skripsian nih, biar lancar dan cepet lulus hehehe. Kan kalo gitu jadi enak bikin ceritanya. Luvv

WILL YOU? Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang