NINE - JUST ONE DAY

782 96 56
                                    

"Aku harap untuk hari ini saja, jarum jam bisa berhenti sejenak agar aku bisa bersamamu seperti ini lebih lama."


Kring kring kring....

Bunyi lantang jam beker berhasil memekikkan telinga gadis yang tengah dilanda asmara.

"Aduh kaget tau gak?!", gerutunya bermonolog sambil mengacak rambutnya yang semakin semerawut.

Ia sudah berniat menarik selimut untuk menutupi tubuhnya dan kembali berhibernasi. Namun, niatnya berubah saat dihadapkan dengan kenyataan bahwa saat ini jam menunjukkan pukul 07.00

"GILAA! FIX BISA TELAT INI! KENAPA GA ADA YANG BANGUNIN SIHHH!!"

Mandi? Itu bukan suatu kewajiban baginya. Jika sudah terburu-buru, dia bisa melewatkan hal itu. Setidaknya tidak mandi sehari tidak membuatnya terkena penyakit kudis kan? Itu lah yang ada di benak Zara.

Dengan segera ia mencuci wajah kemudian meraih seragam putih abu-abunya. Tak lupa untuk memakai parfum sebanyak-banyaknya, lalu memoleskan bedak seadanya, juga liptint warna coral yang dipakainya tipis hingga hampir tak terlihat.

Prinsip kuat yang dicekal gadis itu adalah meski tidak mandi, ia harus tetap wangi dan terlihat segar.

*****

"Mam, kok engga bangunin ak..."

"Selamat pagi, Ra."

"Loh?? Kamu?? Kok di sini? Kok bisa? Ini ada apa?", tanya Zara kebingungan.

"Raa kamu tuh kebangetan. Punya pacar kok nggak dikenalin sama Mamam. Kalau Kyla nggak bilang pasti kamu bakal sembunyi-sembunyi terus, kan?"

"Eh nggak gitu Mam. Ih dasar Kyla ember! Terus kok bisa Kakak kesini?"

"Tadi dia nunggu di depan rumah. Lumayan lama. Mamam kirain siapa, terus tanya Kyla. Si Kyla bilang itu pacar kamu. Yaudah Mamam suruh masuk. Anak ganteng gini kok dibiarin di luar. Lagian kamu tuh ya anak perawan kok malah ngebo."

"Oh gitu, jangan dipuji ih Mam entar dia kegeeran. Eh bentar-bentar tunggu. Kok Kakak ngga pakai seragam sih? Ayok buruan. Gamau telat, kan?"

"Lah mau kemana?", tanya Angga dengan menaikkan sebelah alisnya. Heran dengan tingkah Zara.

"Kemana lagiiii? Sekolah laaah"

"Sekarang hari Minggu, Ra."

"HAHH?!! SERIUS? Eh bentar tunggu dulu aku mau mandi."

"Lah jadi kamu belum mandi?"

"Hehe", jawab gadis itu sambil berlarian kecil menuju kamarnya.

"Angga sabar ya. Zara emang gitu anaknya. Udah suka ngebo, teledor lagi."

"Hehe gapapa. Tapi saya suka kok, Tante."

*****

"Kakak kok ngga bilang sih mau ngajakin aku jalan?"

"Lah, kan udah. Makanya kalau abis sholat shubuh jangan tidur lagi. Jadi molor kan."

"Eh iyaa. Yaampun sampe miscall segala. Maafin. Aku tuh ngantuk banget kalau abis shubuh."

"Itu tuh godaan. Ga baik tau lagian tidur abis shubuh."

"Iya iya Kakak kok jadi kayak Mamam sih. Btw kita mau kemana?"

"Ada deh. Perjalanannya bakal cukup lama. Kalau kamu ngantuk, tidur aja."

"Ih, serem. Laki-laki tuh bahaya tau. Kalau pas tidur terus aku diapa-apain, gimana?"

Secara tidak disangka, Angga menginjak rem mendadak. Mencondongkan tubuhnya hingga menyisakan beberapa centi jarak dengan gadis di sebelahnya.

"Bahaya kayak gini?", ucapnya sembari menyelipkan rambut Zara ke belakang telinga. Menampakkan leher jenjang gadis itu yang terekspos hingga pundak karena ia sedang mengenakan baju sabrina warna pastel.

"K-kak. Mau apa?"

Angga semakin mencondongkan wajahnya tepat di depan Zara. Kini ia dapat dengan jelas menatap wajah menggemaskan gadis di hadapannya. Wajah heran dengan sedikit kecemasan yang tersirat.

Perlahan, Angga memegang pipi gadis itu, lalu turun ke dagu. Tak ragu-ragu, Angga bahkan mengangkat dagu gadis yang menggemaskan itu-menurutnya.

"Mau kamu."

Setelahnya, Angga justru menjauhkan jaraknya dari Zara dan kembali seperti semula. Mulai menginjak gas dan menyetir kembali.

"Ada yang lagi deg-degan, nih."

"Gak lucu tau, Kak."

"Kamu lucu, ya?"

"Apasihh?"

"Kamu cuma boleh buat aku."

"Ih emang Kakak siapa? Ngatur-ngatur!"

"Pacar kamu, kan? Mama kamu loh yang bilang. Kamunya juga engga nyangkal. Berarti fix."

"Mana ada!"

"Terus kenapa enggak nyangkal tadi?"

"Males debat sama Mamam."

"Males apa emang demen?"

"Tau ah. Pagi-pagi bikin emosi aja."

"Daripada kamu. Pagi-pagi bikin hampir khilaf aja. Bisa nggak sih gemesnya dikurangin dikit?"

"Gak."

"Kalau ngambek, makin gemesin."

"Gombalan Kakak tuh gak mempan sama aku."

"Kalau kayak gini mempan nggak?"

Baru saja Angga hendak mencodongkan tubuhnya lagi, tapi gerakannya sudah mampu ditebak Zara.

"Lampu ijo tuh. Cepet jalan!"

"Emang tau aku mau ngapain?"

"Gak."

"Padahal aku mau ngambil coklat di dashboard. Kamu mikir yang aneh-aneh, kan?"

"Mana ada. Aku ngga mikir aneh-aneh, tauu. Mana coklat? Ngeles ajaa ih."

"Itu buka dashboard nya. Biar kamu ngga ngambek terus."

"Eh. Iya beneran ada. Kakak beneran mau ngambil coklat tadi?"

"Iya lah. Kamu mikir apa?"

"Eng-engga kok. Aku tadi nyuruh Kakak cepet jalan soalnya emang udah lampu ijo. Aku ga mikir yang aneh-aneh beneran."

"Ga kuat lucu banget.", ucap Angga berbisik pelan sembari mengembangkan senyumnya.

"Ngomong apa, Kak?"

"Enggak. Kamu berisik."

"Ihh masa sih? Aku gini kan biar Kakak ga ngantuk."

"Emang kamu ga ngantuk, Ra?"

"Enggak mungkin lah aku ngantuk."

*****

Sepuluh menit setelahnya. Gadis dengan rambut terurai yang dicurly seadanya ini justru tertidur pulas.

"Perasaan tadi baru bilang ga mungkin ngantuk. Haha dasar."

Angga mengambil bantal di kursi belakang untuk mengganjal sandaran kepala Zara. Kemudian, ia melanjutkan perjalanan yang sudah tiga perempat dilaluinya.

Sesekali, ia menengok dan memastikan keadaan gadisnya. Sambil mencuri-curi kesempatan mengamati manisnya gadis itu.

"Mana mungkin aku ngga jatuh cinta sama kamu, Ra."

Ucap Angga dengan sebelah tangannya yang sigap menyingkirkan helai rambut Zara karena sempat menutupi wajah indah gadis itu.

*****

Can I get 50++ vote and comment? :))

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jan 07, 2021 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

WILL YOU? Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang