2. Keputusan

223 25 0
                                    

"Gue udah mikirin sih, tapi ada syaratnya".

"Apa?"

"Lo harus tinggal sama gue".

"Hah??!", Harin terkejut mendengar persyaratan yang dikatakan Taeyong.

Yang benar saja? Orang yang baru saja dikenalnya mengajaknya tinggal bersama. Harin benar-benar tidak mengerti apa yang ada di dalam kepala Taeyong.

"Oke, gue tau ini kedengerannya freak. Ayo jalan lagi, kita bahas di tempat favorit gue. Bahaya kalo di sini bisa didenger orang lewat".

Mereka sampai di tempat yang katanya menjadi tempat favorit Taeyong, yakni sebuah outdoor lounge yang menghadap kolam renang. Dari situ juga tampak bangunan hotel yang mewah dan elegan.

"Jadi gini, selama ini gue tinggal sendiri dan gue ga ngasi tau di mana tempat tinggal gue ke orang tua gue", kata Taeyong memulai penjelasannya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Jadi gini, selama ini gue tinggal sendiri dan gue ga ngasi tau di mana tempat tinggal gue ke orang tua gue", kata Taeyong memulai penjelasannya.

"Kalo lo tinggal sama gue, satu, orang tua kita ga bakal repot-repot bikin acara buat mempertemukan kita lagi kek gini. Intinya kita buat mereka percaya kalo ini memang inisiatif kita untuk lehih mengenal satu sama lain, jadi mereka ga bakal ganggu kita lagi. Kedua, kita bisa lebih bebas ngejar goals masing-masing dan saat goals kita tercapai barulah kita datang ke mereka lagi dan bilang kita menolak perjodohan ini".

Harin terdian dan mencoba mencerna penjelasan Taeyong tapi dia masih belum memahami poin kedua dari penjelasan tersebut.

"Sorry, tapi gue masih ga paham sama poin kedua. Kenapa kita harus nunggu sampai goals kita tercapai baru bilang ke mereka?".

"Bentar, lo tau ga kenapa mereka mau jodohin kita?"

"Biar bisnis resort makin lancar, kan?"

"Selain itu?"

"Lah, emang ada tujuan lain?"

"Sudah kuduga lo ga tau", kata Taeyong sambil menyilangkan kedua tangannya di depan dada. "Di bisnis pembangunan resort ini, keluarga lo megang saham lebih besar daripada keluarga gue. Keluarga gue gamau dibilang cuman modal nama doang, jadi mereka pengen fokus dan mengerahkan semua aset yang dimiliki untuk menunjukkan kalo mereka juga serius sama resort ini. Di sisi lain, mereka ga mungkin menelantarkan hotel. Jadi, hotel dan seluruh kendalinya bakal diserahin ke gue", tambahnya.

"Bukannya enak lo tinggal nerusin perusahaan orang tua lo?", tanya Harin.

"Gue ga mau. Gue punya goals lain tapi sayangnya orang tua gue ga percaya sama gue. Mereka bahkan sama sekali ga mendukung project gue, terutama Ayah gue. Dia cuma nganggep selama ini gue cuman buang-buang waktu buat hal yang sia-sia, jadi dia nyuruh gue untuk ambil alih hotel aja dan nikah sama lo, dengan harap lo juga bantuin gue ngembangin hotel nantinya dengan bekal management bisnis yang lo punya", kata Taeyong sambil melihat Harin dengan tatapan tajamnya.

"Dari mana lo tau gue lulusan management bisnis?"

"Menurut lo darimana gue bisa nyeritain semua ini kalo ga denger langsung dari percakapan Ayah kita? Jujur gue juga heran kenapa sampe sekarang lo masih milih jadi pengangguran, padahal latar belakang pendidikan dan keluarga lo lumayan".

"Gue nganggur karena emang belom nemu kerjaan yang cocok aja ya! Gue bisa aja nerima kerja di manapun dengan kemampuan gue tapi sorry gue bukan tipe orang yang seperti itu. Gue masih punya standart".

"Emang kek gimana standart lo?".

Harin terdiam. Sebenarnya tadi dia hanya asal bicara saja karena tidak terima Taeyong menyebutnya pengangguran meskipun memang begitu adanya.

"Standart gaji? Fasilitas? Tunjangan? Standart kebahagiaan? Atau jangan-jangan selama ini lo hanya terjebak kuliah di jurusan yang sesuai dengan keinginan orang tua aja makanya sampe sekarang lo bingung milih kerjaan karena sebenarnya lo ga suka?"

Kali ini tidak hanya terdiam, Harin merasa tertusuk dengan kata-kata Taeyong. Rasanya dia ingin membenarkan semua perkataan Taeyong. Ya, semua itu benar. Selama ini bukan pekerjaan yang sesuai bidang yang dicarinya, melainkan pekerjaan yang menurutnya bisa membuatnya bahagia, tapi bagaimana Taeyong bisa memperkirakan semua itu dengan benar?

"Oke, karena daritadi lo diem, gue anggap jawabannya 'iya'. Ga usah malu kali, gue juga gitu. Temen gue juga banyak yang senasib. Oleh karena itu, setelah lulus gue ga mau lagi dikendalikan sama keinginan orang tua gue dan milih survive dengan project gue".

"Kalo boleh tau, lo punya project apa?", tanya Harin yang akhirnya membuka suara.

"Game. Gue lagi otw produksi game sama temen-temen gue dan udah jalan sekitar 70%. Kalo game ini berhasil rilis dan sukses, rencananya kami mau bikin studio game development sendiri karena selama ini kami masih nebeng di perusahaan animasi milik salah satu tim produksi", jawab Taeyong dengan lugas.

Harin kagum setelah mendengar jawaban Taeyong tapi, di sisi lain itu membuatnya semakin terpojok dan malu. Sebenarnya, nasibnya tidak jauh beda dengan Taeyong tetapi, Taeyong punya tujuan dan ada usaha untuk membuktikan kalo dia bisa survive tanpa dikendalikan dengan orang tuanya. Sedangkan dirinya masih saja menjadi boneka orang tuanya dan tidak memiliki cita-cita maupun tujuan hidup.

Sudah hampir satu tahun Harin lulus kuliah dan tidak ada rencana apapun setelah sering ditolak di tempat-tempat kerja yang diinginkannya. Tidak heran jika sekarang orang tuanya memilih menjodohkannya dengan putra seorang pengusaha. Bahkan setelah dipikir-pikir perjodohan ini juga bukan demi kebahagiaannya. "Emang dari dulu mereka ga mikirin gue. Semua cuman demi kelancaran bisnis dan kebahagiaan mereka". Begitulah pikirnya.

Taeyong melihat Harin terdiam dan termenung. Perlahan dia menjauh dari Harin kemudian duduk di sofa sambil menghisap vapenya.

"Lo ga harus jawab tawaran gue tadi sekarang dan gue juga ga memaksa lo setuju sama rencana gue". Sahut Taeyong dari sofa.

Harin yang sadar dari lamunannya menoleh ke arah suara kemudian menghampiri Taeyong

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Harin yang sadar dari lamunannya menoleh ke arah suara kemudian menghampiri Taeyong.

"Di mana lo tinggal sekarang? Kapan kita mau jalanin rencana lo? Gue juga capek nurutin kemauan orang tua gue terus. Gue mau tunjukkin ke mereka kalo gue juga bisa sukses tanpa mereka kendalikan atau bergantung sama perjodohan ini", kata Harin dengan tegas dan penuh tekad.

Harin mengulurkan tangannya kemudian berkata, "Gue emang belum punya rencana apa-apa tapi gue setuju sama rencana lo. Kedepannya mohon bantuannya, Lee Taeyong".

Sebenarnya, Taeyong tidak menyangka Harin akan memberikan keputusan secepat itu. Dia menjabat tangan Harin lalu membalas, "Gue juga mohon kerjasamanya, Shin Harin".

(to be continued...)

End to StartTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang