d. Alhamdulilah

17 4 0
                                    

بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيمِ

• • • • •

Happy reading ❤️

• • • • •

"Hoaammmhh!!!" Gandhi menguap dengan sangat lebar setelah mereka selesai memarkirkan kendaraan. Padahal udara pagi ini cukup sejuk dan menyegarkan.

"Tutup tuh mulut Ndhi! Masih pagi juga udah ngantuk. Tidur jam berapa neng?" tanya Azzura seraya menyikut siku Gandhi.

"Diem ah shuttt." balas Gandhi dengan tatapan sengitnya. Mereka pun berjalan beriringan menuju kelas.

Namun, langkah Azzura tiba-tiba terhenti saat yang ada disampingnya juga berhenti, "Ada apa Ndhi?" tanyanya. Sedangkan Gandhi menjawabnya dengan mengarahkan dagunya ke tempat kerumunan.

"Ada apa ya disana?" gumam Gandhi.

"Ayo Zu! Kita lihat dulu!" Gandhi menyeret lengan Azzura. Dan kini mereka sudah ada di tengah-tengah kerumunan.

Mata Azzura melebar, jantungnya berdebar, keringatnya sudah mengucur di pelipis dan dahinya serta mukanya memerah. Sungguh, orang yang melihat Azzura akan terkejut. Pasalnya gadis itu tidak sedang lari ataupun olahraga berat.

Astaghfirullah Ya Allah, hanya dengan membaca namanya mampu membuat ku seperti ini. Ada apa ini Ya Allah. Astaghfirullah. Batin Azzura seraya mengipasi dirinya.

Melihat aksi Azzura membuat Gandhi terheran, "Kamu kenapa Zu?" tanyanya.

Azzura menggeleng lemah sebagai jawaban. Sebelum akhirnya Gandhi melanjutkan, "Itu Kak Azri yang menang? Dia yang menjadi ketua osis sekarang? Beneran itu Kak Azri? Kak Azri yang menabrakmu tempo hari," ucapnya dengan menggebu-gebu.

"I-iya tuh Ndhi," ucap Azzura dengan sedikit terbata.

"Udah ayo ke kelas aja Ndhi, udah jelas gitu Kak Azri yang menang. Yuk buruan, kamu belum menyalin pr kan?" desak Azzura kepada Gandhi agar tak terus berada disini.

"Ha? Ada pr? Apa?" ucap Gandhi dengan raut terkejut.

"Udah ayo ke kelas dulu,"

Sepanjang koridor Azzura hanya bisa menunduk dan merutuki perasaan yang tiba-tiba datang. Bagaimana bisa hanya dengan melihat namanya, perasaannya bisa sehebat ini. Apalagi jika nanti harus berpapasan secara langsung.

Sebenarnya Azzura sudah sangat lama mengagumi Azri, namun ia tak tau jika rasa kagumnya menjadi rasa yang sangat luar biasa seperti sekarang. Ia takut, ia takut karena rasa ini ia melupakan yang diatas. Melupakan eksistensi yang telah ia jaga sedemikian rupa.

Oh Ya Allah lindungi Azzura dari rasa ini.

"Zu?" Gandhi menggoncang bahu Azzura.

"Eh i-iya Ndhi?" jawabnya

"Kamu ini kenapa sih? Habis dari tempat papan pengumuman sampai kelas diem mulu, ngelamun mulu, atau jangan jangan pas jalan tadi lo enggak denger apa yang gue bicarain ya?" ucap Gandhi dengan nada kesalnya.

"Ih jahat banget sih lu Zu, jadi gue tadi bicara sendiri dong?"

Gandhi mengerucutkan bibirnya, sedangkan Azzura mengigit bibir dalamnya. Ia telah melakukan kesalahan fatal dalam hidupnya. Yaitu memikirkan seseorang yang jelas bukan mahram nya. Azzura harus segera shalat taubat.

"Enggak kok Zu, udah ya. Nih catat pr nya." ucap Azzura mengalihkan percakapan.

"Mana," Gandhi pun menyalin milik Azzura dengan sangat cepat secepat kilat.

• • •

Azzura tidak tahu apa yang akan terjadi setelah ini. Akankah ia mampu memberitahukan kepada Gandhi perihal perasaan yang sebenarnya. Ataukah ia tetap harus menyembunyikan dan mengatakan di saat yang tepat. Memang Gandhi satu-satunya sahabat Azzura, ia tidak ingin mengecewakan sahabatnya itu, namun ia belum siap dengan semua ini.

Sekarang, di kelas Azzura sedang berlangsung pelajaran sejarah. Dimana pelajaran yang paling dihindari para siswa SMA negeri Garda Wijaya. Karena Bu Wati, guru cantik sejarah mereka selalu berdongeng saat pelajaran. Beberapa siswa merasa suntuk karena terus mendengar ocehan guru tercinta itu dan sebagian sangat antusias mendengar bahkan mencatat hal hal penting.

Bagi Azzura sendiri, ia tak suka pelajaran sejarah. Namun, karena itu sudah mata pelajaran wajib disekolah nya ia tetap harus bisa mengimbangi nya. Terbukti dengan nilai ulangan harian yang didapatnya. Belum sekali mendapatkan dibawah kkm.

Akan tetapi, hari ini terasa berbeda. Azzura hanya mampu memandang lurus Bu Wati tanpa menyimaknya dengan serius. Matanya fokus, tapi pikirannya kemana-mana. Sudah berkali-kali ia mencoba istighfar dan menarik nafas. Alhasil, masih tetap sama. Yaitu sesuatu yang mengganggu pikirannya sedari tadi.

Tak terasa bel penghujung waktu pun tiba. Murid-murid bersorak gembira. Menata meja mereka dan berkemas pulang.

"Hey, Zu, ayo dimasukkan itu bukunya," tegur Gandhi saat mendapati Azzura tengah memandang kosong bukunya.

"Heyyy," Gandhi menyikut lengan Azzura.

"Eh i-iya Ndhi?" jawab Azzura dengan gelagapan.

"Ayo dimasukkin."

"Iya iya,"

Setelah satu kelas selesai mengemas bukunya, sang ketua kelas memimpin doa dan mengucapkan ucapan terimakasih kepada guru mata pelajaran saat itu juga.

"Ayo pulang,"

"Aku ke masjid dulu Ndhi," tolak Azzura.

"Oke deh, aku duluan ya," Gandhi pun pergi meninggalkan Azzura.

Alhamdulilah, Gandhi nggak banyak tanya kenapa aku dari tadi melamun terus.

Akhirnya Azzura berjalan menuju masjid dan melaksanakan shalat ashar lantar pulang kerumah.

•••••

Bersambung.



Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Oct 01, 2021 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

A JourneyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang