Moment 9

523 90 7
                                    

“Ya, Jungkook-ah!”

Teriakan nyaring yang menguar di lobi Universitas lantas membuat seseorang bernama Jungkook itu menoleh dengan segera. Hanya sekilas karena kemudian ia tetap melanjutkan langkah, sementara yang memanggil harus berlari untuk menghentikan.

“Dengarkan aku, kamu harus datang ke pesta itu malam ini,” katanya setelah berhasil melingkarkan tangan di pundak pemuda bermata bulat dengan maniknya yang bersinar tersebut. “Akan ada banyak gadis-gadis cantik dan seksi. Yang paling penting, kita bisa bebas minum dan bersenang-senang.”

“Percuma saja, Kakek tidak akan mengijinkan.”

“Ayolah ...,” erangnya seraya memukul dada temannya itu. “Sejak kapan kamu patuh pada perintah kakekmu?”

Hyung.” Wajahnya memelas, menoleh menatap pemuda yang ia panggil kakak. “Kalau bukan karena sebuah ancaman tidak diberikan fasilitas kendaraan mewah dan kartu kredit unlimited lagi, aku juga ingin sekali melakukan apa pun yang kusuka. Tapi kamu tahu sendiri, kan, Hyung, reputasi dan popularitasku ada pada dua benda sialan itu.”

“Ya! Kamu tidak percaya padaku?” tanyanya dengan kedua alis yang dinaik turunkan penuh tipu muslihat.

Kening Jungkook mengernyit. “Apa maksudmu?”

Ia tersenyum lebar, lalu berkata kembali sambil menarik Jungkook agar berjalan lebih cepat menuju area parkir. “Pantas kakekmu sangat geram, karena kamu ini benar payah.”

Ah, Namjoon hyung. Kamu sama saja menyebalkannya seperti Kakek.”

***

Tiba-tiba semua pakain yang Eungi punya—seperti gaun atau semacamnya yang tepat dipakai untuk acara semiformal—keluar dari tempatnya dan berserakan di atas tempat tidur serta sebagian tergelincir ke lantai. Sudah tiga puluh menit berlalu gadis itu tampak masih kesulitan memilih salah satunya yang tepat digunakan untuk pesta ulang tahun malam ini. Masalahnya, acara itu dilaksanakan disebuah pub yang lumayan terkenal dikalangan golongan muda sampai pembisnis muda. Tentu saja Eungi tidak ingin terlihat kampungan sendiri, meski pada kenyataannya ia memang tidak pernah datang ke tempat tersebut. Sekalinya ingin minum-minum pun hanya mampu di sebuah kedai pinggir jalan. Jadi jelas, Eungi tidak memiliki baju sebagus dan sepantas itu.

“Apa sebaiknya aku hubungi Keni dan memimjam bajunya?” pikirnya sudah kepalang pasrah, sementara tangannya melipat di depan dada. “Sekalian, dia bisa mendandani dan membuatku cantik bukan?” Kemudian jarinya menjentik, tersenyum merasa puas dengan usulnya kali ini. “Ah, benar. Aku harus pergi sekarang juga.”

Tanpa berpikir panjang, Eungi lantas  menyambar tas selempang yang tersampir di belakang pintu kamar. Ia tidak akan menyia-nyiakan waktu sementara ibunya sedang pergi. Eungi sudah memantapkan pilihan hatinya itu; untuk menerima undangan dari orang yang sebenarnya tidak pernah ingin ia lihat lagi, datang ke pesta ulang tahunnya, mencari pelarian misalkan seorang pria yang setidaknya bisa membuatnya melupakan Hoseok dan juga Hyuka.

***

“Sudah kukatakan sejak awal, kamu harus mengubah penampilanmu itu,” kata Keni sambil tangannya begitu cekatan memoles wajah Eungi dengan alat make up yang lengkap. Sebagai seorang pemilik salon dan juga butik, tentu saja gadis itu memilikinya.

Terkadang Eungi merasa risi dan berpikir, kenapa wanita rela menghabiskan banyak waktu berias, mengoleksi alat dan produk kecantikan sebanyak itu hanya untuk terlihat cantik di mata orang-orang. Bukankah menjadi diri sendiri itu lebih baik? Walau pada kenyataannya tetap saja, orang akan tertarik saat melihat wanita itu lebih menarik.

Bukannya Eungi juga sudah merasakan, bagaimana dulu ia terlihat sangat buruk. Menerima banyak penghinaan, direndahkan, dan ditertawakan sudah seperti makanan sehari-hari. Sekarang bukan Eungi tidak berpikir jika tampil cantik bagi seorang wanita adalah segalanya, hanya saja gadis itu ingin mendapatkan seseorang yang menerima dirinya sepenuhnya. Toh, kecantikan sesungguhnya bukan dilihat dari penampilan, bukan? Tapi semua itu hanya sebagai penunjang.

Namun, saat ini Eungi sedang berusaha menjadi dirinya yang lain. Untuk sekedar menjukkan jika dirinya benar-benar ada dan menjadi pusat perhatian.

“Selesai!” teriak Keni seraya menyingkir dari hadapan Eungi.

Saat itulah Eungi dapat melihat pantulan wajahnya dengan sempurna di dalam cermin. Luar biasa, bahkan dia benar-benar takjub dengan hasil karya sahabatnya itu. Ia merasa sedang bertatap muka dengan orang lain. Sementara Keni tersenyum lebar, ia bangga karena Eungi menyukainya.

Masih terpesona, gadis itu lantas berdiri, berpindah pada cermin yang memperlihatkan penampilan dirinya secara utuh. Mengenakan big skirt dress berwarna krim pastel dengan aksen ikat pinggang yang menambah elegan. Lalu dipadukan dengan sepatu kets berwarna putih.

“Ini sangat cantik, terima kasih.” Eungi tidak segan untuk memeluk dan mencium pipi sahabatnya itu.

“Sama-sama, tapi kamu harus segera pergi.”

Eungi lantas melirik jam di pergelangan tangan kanannya yang sudah menunjukkan pukul tujuh malam. Ternyata waktu berjalan sangat cepat.

Ah, kamu benar. Acaranya sebentar lagi akan dimulai, tapi ... huh ....” Gadis itu mencoba menarik napas dalam-dalam, ia merasa gugup sekarang. Semoga saja keputusan yang diambilnya untuk datang ke pesta ulang tahun teman sekolah menengahnya itu adalah keputusan yang benar.

“Tenang saja, kamu hanya perlu bersikap percaya diri. Tunjukkan jika sekarang kamu berbeda, agar mereka terpesona dan takjub melihat dirimu sekarang. Kamu pasti bisa!” tukas Keni memberikan semangat seraya mengepalkan kedua tangannya.

“Baiklah, aku akan pergi sekarang. Sampai jumpa.” Eungi melambaikan tangan. Sebelum pergi ia menyambar tas selempang berwarna cokelat tuanya dan bergegas meninggalkan butik dan salon milik Keni.

Debaran jantungnya tiba-tiba bertambah cepat saat dirinya baru saja menginjakkan kaki di depan pub tempat pesta ulang tahun itu dirayakan. Pikiran dan hatinya masih menimbang-nimbang, apa tetap masuk atau memilih untuk pergi saja. Karena jujur ia masih diliputi rasa waswas, apalagi jika masa lalu yang buruk itu terlintas lagi dalam ingatannya.

“Tidak, aku tidak beloh mengerah. Semangat Eungi.”

Dengan langkah mantap, akhirnya gadis itu memberanikan diri untuk memasuki tempat hiburan malam tersebut. Suasana di dalam sana benar-benar sangat ramai. Ingar bingar musik dan orang yang berlalu-lalang, semua lengkap memenuhi ruangan yang sebenarnya tidak terlalu besar juga—seperti aula pernikahan. Hanya sekarang Eungi merasa tersesat, karena tidak ada satu pun yang ia kenal.

“Andai saja Hoseok datang bersamaku,” gumamnya merasa kecewa.

Namun, tiba-tiba saja ada seseorang yang menepuknya dari belakang. Eungi yang terkejut segera berbalik badan. Saat itu juga dunianya seperti berhenti untuk beberapa detik, tatkala kedua matanya berpandangan langsung dengan orang yang dulu pernah setia mengisi pikiran dan perasaannya. Ia sama sekali tidak menyangka akan bertemu kembali, selain laki-laki itu sekarang bertambah semakin tampan.

“Ka-kamu, K-kim Taehyung.” []

Beautiful Moment [JH]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang