Moment 9

533 90 7
                                        

“Ya, Jungkook-ah!”

Suara nyaring itu menggema di lobi utama universitas, membuat beberapa kepala menoleh. Termasuk satu sosok jangkung yang langsung menghentikan langkah dan memutar tubuhnya sedikit, sekadar memastikan siapa yang berteriak seperti itu. Jungkook menghela napas pendek, menyadari siapa pemilik suara heboh itu.

“Dengarkan aku, kamu harus datang ke pesta itu malam ini,” seru Namjoon sambil menyampirkan lengan santainya di pundak Jungkook. “Bakal banyak cewek-cewek cantik, musik, minuman. Ini kesempatan langka untuk bersenang-senang!”

“Percuma aja, Hyung. Kakek nggak akan kasih izin.”

Namjoon menatapnya tak percaya. “Sejak kapan cucu kesayangan Kakek Jeon tunduk begitu?”

Jungkook meringis, mengangkat kedua tangan pasrah. “Hyung, kamu tahu sendiri. Tanpa mobil sport dan kartu kredit, aku bukan siapa-siapa.”

“Ah, kamu ini.” Namjoon menjentikkan kening Jungkook pelan. “Kalau gitu serahkan saja padaku. Kita kabur bergaya!”

Jungkook menggeleng, tapi ujung bibirnya mulai mengangkat. Kadang, ide-ide gila Namjoon memang terlalu menggiurkan untuk diabaikan.

***

Di sisi lain kota, Eungi tampak tenggelam dalam tumpukan baju. Gaun-gaun semiformal berserakan di atas tempat tidur, sebagian jatuh ke lantai. Tangannya bersedekap, wajahnya cemberut.

“Kenapa sih, bajuku kayak baju tante-tante semua?” gerutunya sambil menjambak pelan rambutnya sendiri.

Ia mengembuskan napas panjang. “Ini pesta ulang tahun di pub, bukan arisan RT.”

Setelah sekian lama berdiri bimbang, Eungi akhirnya menemukan ide brilian. “Keni!” serunya, matanya berbinar. “Dia pasti punya sesuatu yang bisa disulap jadi outfit kece. Sekalian bisa minta tolong dandanin juga.”

Tanpa ragu, ia menyambar tas selempang dan melesat keluar kamar sebelum sang ibu pulang. Keputusan sudah dibuat. Malam ini ia akan datang ke pesta ulang tahun teman lamanya. Bukan untuk bersenang-senang semata, tapi untuk meyakinkan dirinya sendiri bahwa ia bisa melangkah maju—tanpa Hoseok. Tanpa Hyuka.

***

“Kamu tuh ya, nggak berubah dari dulu. Nggak tahu caranya tampil kece.”

Keni tertawa geli sambil mengoleskan foundation ke wajah Eungi. Tangan-tangannya lincah seperti pelukis profesional. Di ruang belakang butik sekaligus salonnya, Eungi duduk pasrah di kursi rias, hanya bisa menyimak ocehan sahabatnya.

“Dandan itu bukan buat orang lain. Tapi biar kamu sendiri ngerasa lebih pede,” ujar Keni sambil membentuk alis Eungi.

Eungi terkekeh pelan. “Ya, ya. Tapi aku tetap lebih nyaman pakai hoodie dan jeans belel.”

“Sesekali jadi princess boleh dong.”

Saat Keni selesai, ia menyingkir, memberi ruang bagi Eungi untuk melihat dirinya sendiri di cermin. Mata Eungi membelalak. Siapa gadis cantik bergaun pastel dengan wajah glowing dan senyum malu-malu itu? Oh, itu dirinya.

Gaun big skirt berwarna krim pastel dengan aksen pita tipis di pinggang membuatnya terlihat elegan. Dipadukan dengan sneakers putih, penampilannya sempurna. Feminim tapi tetap santai.

“Wah, kamu kayak tokoh utama drama romantis,” puji Keni bangga.

Eungi tersenyum kecil, lalu memeluk sahabatnya erat. “Terima kasih, Ken.”

“Yuk, gas! Sebelum kamu nyalinya ciut lagi.”

***

Pintu masuk pub tampak ramai dengan suara dentuman musik dan lampu warna-warni. Eungi berdiri terpaku di depan, menatap bangunan megah itu seolah tengah memandang gerbang neraka.

Jantungnya berdebar kencang. Tangan berkeringat. Satu sisi ingin kabur pulang, sisi lainnya ingin membuktikan sesuatu—bahwa ia tidak sama seperti dulu. Bahwa ia bisa bersinar juga.

“Tarik napas, Eungi. Tunjukin kalau kamu bukan cewek cupu SMA lagi.”

Dengan langkah ragu-ragu, ia masuk ke dalam. Suasana di dalam pub jauh lebih bising dan semarak. Orang-orang berlalu-lalang, tertawa, menari, minum. Eungi menelan ludah. Ia merasa seperti alien yang nyasar ke planet yang salah.

“Andai saja Hoseok datang menemaniku,” gumamnya lirih, entah kecewa atau lega.

Baru saja hendak mencari tempat duduk di sudut, seseorang menepuk pundaknya dari belakang. Eungi terkejut, berbalik dengan cepat.

Deg.

Matanya membulat, napasnya tercekat. Dunia seperti melambat sejenak.

“Ka-kamu, K-kim Taehyung?”

Pemuda di depannya tersenyum lebar. Senyum yang sangat dikenalnya. Senyum yang pernah ia kagumi diam-diam bertahun-tahun lalu.

“Lama nggak ketemu, Eungi.” []

Beautiful Moment [JH]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang