Part 5

494 60 3
                                    

Mean dan Plan masuk ke dalam kamar yang mereka tempati bersama.

"Mean, apa sebaiknya kita berhenti saja," ucap Plan.

"Tidak, aku tidak akan berhenti. Kita sudah sejauh ini, dan aku tidak akan menyerah begitu saja. Kita lanjutkan dan jangan berpikir untuk berhenti. Atau akan ku katakan yang sebenarnya pada Perth. Jadi apa kau mengerti?"

"Baiklah, aku mengerti."

~~
Waktunya makan malam, Plan kembali teringat dengan desahan Saint yang membuat wajahnya memerah.

"Plan, kau kenapa? Wajahmu merah, apa kau sakit?" Tanya Saint.

"Ah tidak, aku baik-baik saja." Tidak mungkin kan dia bilang jika dia dan Mean mendengar desahan Saint tadi.

Usai makan malam mereka kembali ke kamar masing-masing. Plan sudah tidur duluan, sementara Mean baru saja selesai mandi. Dia melihat Plan yang sudah terlelap.

"Narak," ucap Mean tanpa sadar.

"Aku bicara apa tadi, aku pasti salah bicara."

Mean langsung membaringkan tubuhnya di samping Plan, dia kembali melihat ke arah Plan.

"Sial, dia terlihat lebih imut dari dekat." Mean melihat setiap inci wajah Plan, dan berakhir di bibir merahnya. Mean menelan ludahnya saat melihat bibir Plan, dan tiba-tiba saja Mean merasakan desiran aneh di dadanya.
Mean mendekatkan wajahnya dan hampir mengecup bibir Plan jika saja pria imut itu tidak menggerakan tubuhnya dan membelakangi Mean. Mean tersadar dan menbalikan tubuhnya juga.

"Sial, aku hampir saja menciumnya. Ada apa denganku? Sepertinya otakku sedang rusak." Mean mencoba untuk tidur dan melupakan kejadian barusan.

~~
Besoknya, Mean baru saja terbangun. Saat dia membuka matanya hal pertama yang dia lihat adalah punggung putih dan mulus milik Plan. Plan baru saja mandi dan dia hanya menggunakan celana pendek saja, membuat kaki kecilnya terexpos dengan jelas. Mean terus melihat Plan tanpa berkedip. Dan adik kecilnya tiba-tiba bangun tanpa di minta. Sementara Plan tidak sadar dan masih sibuk memilih pakaian di lemari karena dia mengira Mean masih tidur. Plan memakai baju miliknya, dan saat dia berbalik, Plan melihat Mean yang masih tertidur. Atau lebih tepatnya pura-pura masih tertidur.

"Dasar tukang tidur." Plan keluar dari kamar. Mean membuka matanya.

"Sial, kenapa adikku bisa bangun begini."

~~
Mean sarapan bersama yang lain. Dia melihat Perth menyuapi Saint. Biasanya dia akan kesal setengah mati. Tapi kenapa kali ini dia merasa biasa saja. Tak sengaja dia melihat wajah sedih Plan, dan itu sedikit mengganggunya. Entah kenapa wajah sedih Plan membuat Mean kesal.

"Bisakah kau berhenti menyuapi Saint? Benar-benar mengganggu selera makanku."

"Mengganggu saja," ucap Perth.

Mean bingung kenapa dia melakukan itu. Apa dia tidak mau melihat Plan terus bersedih? Sial, ada apa dengan dirinya sekarang. Sejak kemarin otaknya tidak berhenti memikirkan Plan. Mean merasa harus memeriksakan otaknya nanti setelah liburan. Karena sepertinya otak Mean sudah sangat rusak.

Sorenya Mean berjalan-jalan di sekitar villa, dan melihat Saint, Perth, dan Plan sedang bermain basket. Matanya langsung tertuju pada kaki jenjang Plan yang hanya menggunakan celana pendek. Dia melihat kaki Saint yang juga hanya menggunakan celana pendek, tapi dia merasa biasa saja. Saint melihat Mean dan mengajaknya bermain bersama. Mean yang memang seorang kapten basket tentu saja tidak sebanding dengan kemampuan yang lainnya. Dia selalu berhasil memasukkan bola, dan terkadang mengejek Plan karena dia tidak berhasil memasukkan bola.

"Kakimu terlalu pendek, makanya tidak bisa memasukkan bola. Panjangkan sedikit."

"Kakimu saja yang terlalu panjang. Kau sangat menyebalkan." Plan mencoba memasukkan bola tapi dia tiba-tiba saja terjatuh hingga membuat kakinya terkilir. Plan mengaduh kesakitan.

"Dasar ceroboh, ayo naik ke punggungku."

Plan awalnya menolak, tapi karena dia tidak bisa bangun, terpaksa dia naik ke punggung Mean. Plan merasa punggung Mean lebar dan hangat.

Saint dan Perth melihat interaksi mereka.

"Saint, apa kau memikirkan apa yang aku pikirkan?"

"Tentu, sepertinya rencana kita mulai berhasil."

Mean membawa Plan masuk ke dalam villa dan mendudukannya di sofa. Saint datang membawa alat kompres dan salep untuk meredakan sakit.

"Biar aku saja." Mean mengobati kaki Plan dengan telaten. Plan sampai tak percaya seorang Mean yang dia kenal angkuh dan menyebalkan sedang mengobati lukanya dengan baik.

~~
Satu minggu sudah berakhir. Dan kini mereka ber empat kembali pada rutinitas mereka. Dan tak lama lagi mereka akan menghadapi pertandingan antar kampus. Semua sibuk berlatih agar tampil baik saat pertandingan nanti.

Mean baru saja selesai latihan basket bersama teman-temannya. Setelah berganti dengan seragamnya, Mean iseng ke ruang musik. Mungkin di sana dia bisa melihat Saint. Saat dia membuka ruang musik, Mean mendengar suara seseorang sedang memainkan drum. Mean melihat Plan di sana, memainkan drum dengan keringat yang menetes di pelipisnya. Plan yang berkeringat terlihat sexy.  Mean sampai menelan ludahnya dengan susah payah. Mean yang biasa mendengar alunan merdu piano yang di mainkan Saint. Kini dia menikmati permainan Plan yang penuh semangat. Plan selesai bermain drum. Mean segera pergi sebelum ketahuan mengintip Plan.

Mean berjalan kembali ke fakultasnya, dia terus teringat tubuh Plan yang berkeringat.

"Ya ampun, aku sudah gila. Kenapa si pendek itu tidak mau hilang di kepalaku."

Mean uring-uringan setiap hari karena selalu teringat dengan Plan. Padahal dia belum pernah seperti ini saat menyukai Saint. Apa dia mulai menyukai Plan sekarang. Dari kejauhan Mean melihat Plan sedang bercanda dengan seniornya yang bernama Type. Ada rasa kesal dalam hati Mean saat melihat mereka begitu akrab. Oh sepertinya Mean mulai merasa cemburu.

"Apa yang harus ku lakukan sekarang? Sepertinya aku sudah jatuh cinta pada si pendek itu."

~~
Plan sedang berbelanja ke mini market. Dan tak sengaja dia melihat Perth dan Saint juga sedang berbelanja.

"Saat kita menikah nanti, aku akan menemanimu berbelanja seperti ini," ucap Perth.

"Memangnya kau mau menikahiku?"

"Tentu saja, aku sangat mencintaimu. Suatu saat nanti aku akan menikahimu."

"Aku akan pegang ucapanmu."

Plan mendengarnya dan merasa sedih. Dia ingin menyerah mendapatkan Perth. Tapi Plan bingung, bagaimana caranya dia mengatakannya pada Mean.

Besoknya Plan mencoba mencari Mean, dan ternyata dia sedang berlatih sendiri di lapangan basket. Saat Mean sedang istirahat Plan menghampirinya.

"Mean, aku ingin bicara."

"Katakan saja ada apa?" Mean berusaha tenang. Padahal dia sedang menahan degup jantungnya.

"Aku ingin berhenti mendapatkan Perth. Aku sadar, aku tak punya kesempatan."

Mean tersenyum tipis. Karena memang itu yang dia inginkan.

"Baiklah. Kita hentikan semuanya, tapi dengan satu syarat."

"Syarat apa?"

"Jadi pacarku."

Tbc.

jonquil_Alstroemeria
DanishBhie
Lemopai

I Love YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang