Kepala Deandra kliyengan. Semalaman ia tak bisa tidur gara-gara mendengar alasan Bisma membiarkan bule gondrong itu main nyosor begitu saja, seperti bebek. Gila aja! Mana mungkin ia mengijinkannya.
Kapan ia memberikan ijin itu?
Menendang selimutnya hingga terjatuh ke lantai, Deandra yang masih terduduk di ranjangnya kembali menjambak rambutnya dengan pikiran frustasi.
Menghembuskan napas lelah, ia memaksakan tubuhnya untuk bergerak turun ke dapur. Ia merasa Haus juga kelaparan.
Semoga saja ia tak bertemu bule gondrong itu, mengingat ini sudah pukul delapan pagi. Kemungkinan besar kalau pria itu sedang tidur karena jetlag, atau mungkin tengah mengitari Canggu dengan si bujang lapuk kesayangannya.
Membuka kulkas, Deandra menyambar botol air minum dan menenggaknya perlahan. Segera ia memutar tubuhnya menumpuhkan punggung tepat di depan pintu kulkas, seraya menikmati setiap teguk air putih dingin yang membasahi tengorokkannya.
Deandra tersedak air putih yang belum sempat memasuki tengorokkannya, kala ia melihat sosok jangkung tengah berdiri menghadap jendela yang mengarah langsung ke kolam renang.
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Ragu-ragu, Deandra memperhatikan keseluruhan dari pria yang selalu ia panggil bule gondrong tersebut. Pria di depannya ini jelas tinggi dan berkulit tembaga, sangat kontradiksi dengan kebanyakan warga Eropa yang cenderung berkulit putih pucat. Tak ada tato yang menghiasi lengannya, hanya tonjolan otot yang tak seberapa besar layaknya atlet bina raga tapi terlihat seksi di matanya. Apalagi dia hanya memakai singlet dan celana training, ditambah bias sinar matahari dari kolam renang yang menyorot langsung padanya justru membuat sex appeal bule gondrong itu meningkat.
Deandra bukan tak tahu jika sosok yang terlampau serius membaca bukunya, sudah menguarkan sex appeal yang membuat lawan jenisnya bisa cenat-cenut blingsatan hanya karena tampilan fisiknya saja dalam sekali lihat.
Dean buru-buru memalingkan wajahnya, begitu menyadari jika ia memperhatikan bule gondrong tersebut. Mungkin saja pria itu tak menyadari keberadaannya yang termangu melihat penampakan sosoknya sesaat tadi.
"Guten morgen, Frau Wagner," sapa Kurt dengan suara berat nan serak miliknya, kemudian kembali membaca buku tersebut. (Selamat pagi, Nyonya Wagner)
"Excusme?" Deandra jelas tak mempermasalahkan sapaan tersebut, hanya saja mendengar sebutan Frau Wagner membuat gadis itu menatap ke arah Kurt dan mendelik sebal.
Kurt menghentikan kegiatan membacanya dan melihat ke arah Dean yang masih menyuguhkan wajah tak bersahabatnya, tapi bagi Kurt wajah Deandra akan selalu terlihat lucu dan menggemaskan di matanya.
Menutup bukunya, Kurt menghampiri Deandra dan meraih pinggangnya hingga tubuh kecil itu menghimpit dadanya. "Soon to be, Dee. Kamu akan jadi Mrs. Wagner." Kurt mengecup bibir Deandra dan melumatnya sebentar tanpa menunggu respon dari Deandra, Kurt menyudahi morning kiss ala dirinya tanpa peduli Deandra belum sikat gigi.