Part 30 - Selesai

489 48 45
                                    

Ia kembali merenung, seketika memori-memori dari awal Tamara mengenalnya sampai sekarang terputar dengan teratur seperti sebuah kaset. Hatinya berdenyut ngilu mengingat sikapnya yang nampak seperti tidak menghargai perempuan itu padahal jauh di dalam lubuk hatinya ia tidak ingin melakukan itu semua tetapi terkadang sesuatu berjalan sesuai dengan nalurinya.

Rey memejamkan kedua matanya beberapa saat lalu melenggang pergi dari sana, ia harus lakukan ini, sekarang ia sadar bahwa yang dirugikan bukan hanya Tamara atau Rain, tetapi mereka semua, dan sekarang tujuannya adalah berbicara pada Peter untuk meyakinkan laki-laki tersebut agar mau mengatakan yang sebenarnya sebelum semuanya terlambat. Apalagi ia tau Tamara sudah mencurigai sesuatu semenjak ia menjemputnya dirumah Tamara saat itu, hanya saja ia berpura-pura seakan tidak ada apa-apa, sekalian untuk menutupi rasa cemasnya.

__________________

Kali ini bukan lagi tentang gadis bodoh yang memperjuangkan laki-laki yang tak menghargainya, Tamara benar-benar menyadari sekarang bahwa keadaan sudah tak sama dan berubah semenjak ia mengambil keputusan tentang pilihan yang Rey berikan padanya. Bukan salah Rey akan sikapnya yang kemarin-kemarin atau ucapan kasar yang Rey tujukan padanya, dari awal Rey memang seperti itu dan Tamara hanya membuatnya semakin buruk, ia yang membuat semuanya menjadi rumit dan tak terkendali. Tamara yang salah karena telah memperjuangkan sosok yang tak ingin diperjuangkan, sosok yang tak menginginkan dirinya, harusnya ia menyadari lebih awal bahwa semuanya ini adalah hal yang tidak akan mungkin berakhir bahagia seperti ekspetasinya, ia yang salah karena telah mencintai laki-laki yang ia kira akan membahagiakannya namun sebaliknya, malah menghancurkannya. Cintanya yang terlalu dalam menyakiti banyak orang, seharusnya sudah berakhir sekarang, namun belum.

Sekarang sudah pukul 9 malam setelah kejadian tadi siang di sekolahnya, ia masih enggan pulang. Rasanya terlalu asing untuk pulang ke tempat yang bukan benar-benar rumah, entah mengapa tapi rasanya sangat hampa dan satu hal yang tidak bisa hilang, hatinya sudah terlalu sakit untuk mengeluarkan air mata. Ia mati rasa.

Ponselnya bergetar untuk kesekian kalinya, ia mengambil lalu melihatnya. Sangat banyak miscall dari orang tuanya dan kakaknya, ia kembali memasukkan ponselnya ke dalam saku bajunya, ia tidak peduli. Yang ia butuhkan sekarang hanyalah ketenangan.

Tamara memejamkan kedua matanya merasakan semilir angin menerpa permukaan kulitnya, seharusnya ia tidak membiarkan ini semua terjadi kepadanya, bukankah semua orang pantas untuk bahagia? Dan dirinya tidak berhak untuk disakiti sedemikian seperti yang Rey lakukan padanya. Tapi lagi-lagi ia diingatkan dengan kenyataan, bahwa memang dirinya yang meminta diperlakukan seperti itu. Namun percayalah, Tamara hanya ingin mencari alasan untuk menyalahkan seseorang atas sesuatu, karena beban yang ia topang sudah terlalu banyak untuk ia tampung seorang diri.

Lagi-lagi ponselnya berbunyi, tanda bahwa ada pesan yang masuk, Tamara mengeceknya dan seketika jantungnya berdegub sangat cepat. Disana tertera nama Rain.

Rain
Bisa ketemu gak? Ada yang mau gue omongin. Di cafe deket rumah aja.

*****

Tamara meremas tangannya beberapa kali berusaha menghilangkan rasa gugupnya namun sia-sia karena tatapan intens yang diberikan pada Rain membuatnya seolah kaku.

"Hai?" sapa Rain pelan. "Lo apa kabar May?"

"Gue baik, lo gimana?" Akhirnya Tamara memberanikan diri untuk mendongakkan kepalanya agar membalas tatapan gadis di hadapannya.

TAMARA Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang