"Aku Mellyna, panggil Melyn aja. Semoga kita bisa dekat ya," ujarnya, namun sebelum itu ia meremas kuat tangan Tamara. Dan menatap Tamara dengan tatapan tajamnya namun senyuman masih menghiasi wajahnya.
Detik itu pun Tamara langsung menarik tangannya lalu merasa ada yang berbeda disini. Tamara menatap Rey dengan tatapan sulit diartikan lalu ia memaksakan senyumnya.
"Hari pertama," ucapnya menggantung.
"Gue kenal dengan Melyn."
____________________
(Hari Kedua)
Tamara mengehembuskan napasnya kesal, teman-temannya sudah pulang semua dan tinggal dirinya seorang diri. Andai tadi ia menerima ajakan Kanaya untuk pulang bersama, karena gengsinya yang tinggi ia menolaknya dan sekarang apa? Dia malah sendirian dan tidak bisa apa-apa. Melihat rintik hujan mulai turun perlahan dan angin mulai kencang. Rambutnya berterbangan dan terurai bebas, sekarang penampilan Tamara sangat berantakan, bajunya yang sudah keluar dan dasinya entah kemana, ditambah rambut yang acak-acakan membuatnya semakin terlihat seperti orang gila.
Ia memasuki kembali sekolahnya namun baru beberapa langkah ia langsung mundur dan kembali teduhan dekat pagarnya. "Aishh! Gimana ini?" tanya Tamara khawatir. Hujan langsung turun tiba-tiba sangat deras dan mengenai seragamnya.
Oke bagus, sekarang bajunya setengah basah dan ia tidak membawa baju ganti atau pun kardigan seperti biasanya. Kenapa dirinya selalu sial sih? Mana ada ponselnya lowbat lagi, bagaimana cara ia pulang? Ponsel mati, payung tidak punya, dan tidak ada lagi yang bisa diandalkan untuknya.
Namun tiba-tiba kedua matanya melebar, ada Rey! Aduh penyelamat. Rey berjalan menggunakan payung kearahnya, jantungnya jadi berdebar tidak biasa. Tapi saat Rey tepat di hadapannya, lelaki itu hanya diam melihatnya membuat Tamara salah tingkah dan mengalihkan pandangannya. Apa-apaan coba dilihat seperti itu?
"Jangan liatin gue kayak gitu Rey," tegur Tamara.
"Kayak gue pacar lo aja," lanjutnya, setelah itu ia senyam-senyum tidak jelas.
Kali aja beneran.
Beberapa detik hening akhirnya Tamara memberanikan diri menatap Rey lagi, dan yang ada wajahnya malah memerah. "Lo kenapa sih?" tanya Tamara pura-pura kesal.
Padahal mah enggak.
"Kayak tikus kecebur." Itu kalimat pertama yang Rey keluarkan dari bibirnya dan terdengar samar di telinga Tamara, maklum suars hujan sangat keras dan itu sedikit mengganggu menurutnya.
Tamara menyerngitkan keningnya. "Apa!!?" Tanyanya sedikit berteriak.
Rey menunjuknya. "Elo kayak tikus kecebur got!" Rey membalasnya dengan teriakan juga. Mendengar itu Tamara langsung membulatkan matanya, ia memukul keras bahu Rey. "Enak aja lu ngomong!"
"Gue emang suka sama lo tapi jangan macam-macam ya!" Tamara berujar sinis. Rey tersenyum miring, "kalo gue macam-macam juga lo cuma diam."
Lah benar juga.
Sesaat Tamara mengagumi senyuman miring Rey sampai terdiam beberapa saat. Saat sadar ia merutuki dirinya. "Nggak!" Ia berusaha menyangkal.
"Terserah!" jawab Rey acuh tak acuh.
Setelah itu Rey mengeluarkan jaketnya yang berwarna biru navy dan memberikannya ke Tamara. "Nih pake."
Tamara langsung menerimanya dengan senang hati dan langsung memakainya. "Terima kasih Rey!"
"Gue gak kasih lo," balas Rey datar. Tamara memutar bola matanya, kembali lagi jadi batu padahal Rey ganteng kalau sering senyum. Eh walaupun tidak senyum juga tetap ganteng sih.
KAMU SEDANG MEMBACA
TAMARA
Ficção Adolescente‼️DON'T COPY MY STORY❗️ (SELESAI) [Based on True Story] Tamara menyukai Rey. Ia mengira bahwa dirinya mengenal Rey begitu baik, cowok yang berkepribadian dingin yang tidak pernah mengenal cinta, yang selalu mengabaikan perjuangannya. Sampai di satu...