Part 16 - Mellyna

385 124 57
                                    

Sorry baru update, jadwal padat banget:( lagi nulisin naskah untuk kompetisi belia, terus ada project baru lagi untuk cerpen illustrasi. Dan ditawarin jd admin sm penulis best—seller untuk grup penulisan pemula😭 Jangan bosen bosen ya sm Tamara.. sedih juga jarang update tapi aku usahain update secepatnya 😔

_____________________

Rey mengulurkan tangannya. "Deal?"

Tamara menggapai tangan tersebut. "Deal!"

*****

(Hari Pertama)

Tamara berjalan ke kantin bersama teman-temannya sambil mengobrol ringan. "Lo tau gak?" Tanyanya.

"Apaan?"

"Kemarin live nya blackpink keren banget! Andai gue ikut. Berasa konser padahal cuma promosi doang," ujarnya berbinar-binar.

Aisha ikut menyetujui. "Iya anjir! Gue sampe teriak-teriak." Setelah itu Aisha menyenggol Kanaya yang berada di sampingnya. "Lo nonton gak?"

Kanaya mengangguk pelan. "Masa bias gue gak di tonton, sia-sia atuh," jawabnya.

"Kalau gue—" ucapan Tamara terhenti ketika Rina memotong. "Stop!" Tukas Rina.

"Gak usah blackpink-blacpink segala!"

"Tuh liat!" Ia menunjuk Rey yang terlihat sedang memegang tangan perempuan yang entah siapa namanya. Mereka pun tidak mengenalinya.

Tamara langsung melihat arah tunjukan Rina lalu mematung beberapa saat. Perempuan itu..

Familiar! Ia pernah melihatnya tapi dimana?

Rambut yang terurai bebas sebahu, mata yang bulat sempurna berwarna biru samudera. Blasteran huh?

Ia memerhatikan secara rinci pergerakan keduanya, mereka tampak sangat akrab dan dekat. Tapi—-dirinya baru saja melihat sosok perempuan itu berkeliaran di sekolah apalagi dengan tangan yang digandeng oleh seseorang yang sangat penting.

Tamara memejamkan matanya beberapa saat mencoba memulihkan ingatannya, setelah beberapa detik kemudian ia langsung membulatkan matanya.

"Itu!"

"Cewek itu yang gue sama Rey ketemu pas dia temenin gue beli permen!" Sentak Tamara heboh.

Rina mengerutkan keningnya. "Yang mana? Emang lo ada cerita?"

Tamara mengangguk yakin. "Gue cerita—" ia menatap semua temannya yang berada disana. "Kayaknya.."

"Lo gak pernah cerita oon!" Rina memutar bola matanya jengah. "Lo mah dateng kalau butuh jawaban doang!" lanjut Rina tajam.

"Gue cerita woi! Gimana sih?" sangkal Tamara.

"Waktu itu pas gue pulang dari toko permen, Rey ketemu sama cewek itu terus raut mukanya berubah, jadi makin dingin juga," cerita Tamara menggebu-gebu. "Dan lo tau Rin? Dia ninggalin gue, gue panggil eh dikacangin! Kampret kan?"  ia mendengus kecewa mengingat itu.

Rina mengangguk-anggukan kepalanya. "Terus lo gimana pas itu?"

"Ya gak gimana-gimana lah! Gue bicara aja gak berani, muka dia serem abis!" Tamara bergidik ngeri membayangkan wajah Rey saat itu.

Tapi kenapa tadi Rey seolah akrab dengan perempuan itu?

Perempuan itu siapa? Apa mungkin seseorang yang—

"Oi!" Sentak Kanaya tiba-tiba. Tamara menoleh lalu mengangkat alis kanannya bingung dan berdehem pelan. "Lo gak ada niat selidikin gitu? Secara kan lo udah lumayan deket sama dia?" tanyanya.

"Kan gak woles kalau dia deketnya sama lo terus jadiannya sama cewe yang tadi," lanjut Kanaya terbahak-bahak.

Tamara mendengus jengkel. "Lo mah! Doain yang enggak-enggak mulu!" ujarnya cemberut.

"Jangan-jangan lo belum ikhlas gue ilangin cermin lo?" Tuding Tamara seraya menyipitkan kedua matanya. Mendengar itu Kanaya semakin terbahak. "Otak lo tuh dipake! Iyalah gue gak ikhlas, mana ada cermin Andiny lo ilangin juga. Lo apain tuh cermin? Lo makan?" Tukas Kanaya kasar diselingi dengan tawa sarkas.

"Bodo amat ah temen macam apa lo!"

Aisha yang sedari tadi menyimak langsung ikut tertawa. "Ke kantin deh buruan, ntar ada guru panjang umur!"

Semuanya menyetujui dan saat mereka tiba di kantin, semua pasang mata tertuju pada perempuan itu, murid baru yang sangat sangat sangat sempurna. Dan gosip-gosip begitu cepat tersebar, buktinya Tamara mendengar bisik-bisikan para murid tentang Rey dan perempuan itu ada hubungan lah, atau sosok itu adalah masa lalu Rey dan lain-lain. Namun Tamara sendiri tidak mau ambil pusing yah walaupun dirinya juga was-was, kecantikan saingannya itu sangat lah diatas rata-rata. Tapi dia sudah berjanji pada dirinya, apapun yang terjadi nanti atau siapa pun perempuan yang dekat dengan Rey ia tidak akan bertingkah memalukan.

Dan sekarang entah kenapa pandangannya tidak bisa ia ahlikan sedari sampai di kantin, bahkan disaat sudah duduk seperti ini pandangannya tetap disana.

"Secantik itu ya?" Tanya Devan yang entah sudah kapan ada di depannya, ia sendiri tidak menyadarinya.

Kedua mata Tamara memicing, teman-temannya sudah tak disini dan artinya ia hanya berdua dengan Devan. Lelaki yang merendahkan derajat perempuan saat itu, mengingat itu Tamara menggeram. "Lo mau apa!" Bentaknya keras.

Devan sama sekali tidak terkejut, ia malah tertawa keras dan itu menimbulkan sedikit kericuhan di kantin, sebabnya para siswi-siswi langsung kelimpungan melihat tawa Devan yang jarang ia keluarkan pada orang lain.

Tamara tersenyum sinis, "jijik gua liat fans-fans lo kayak pembantu minta jatah makanan ke majikannya," ucap Tamara sadis.

Mendengar itu Devan memasang wajah pura-pura terkejutnya lalu ia ubah dengan senyuman manis. "Tadi gue juga liat cewek cemburu karena liat doi nya lagi sama cewek lain," balas Devan sarkas.

"Kenapa! Terus lo bangga gitu bisa nge—sarkas ke gue?!" Tantang Tamara. Dan sepertinya itu cukup mengalihkan pandangan Rey dan perempuan itu kepadanya.

Devan kembali tersenyum manis. "Santai."

"Gue cuma mau bilang sama lo—"

"Kalau punya peliharaan itu dikasih rantai, takutnya dia malah keenakan pergi-pergi ke orang," kata Devan penuh arti, setelah itu ia berdiri lalu mengancingkan seragamnya bagian atas.

Ia menatap Tamara dengan sedikit menantang. "Good luck! Jangan lupa sama gue! Devan ganteng." Tamara hanya bisa melihat punggung Devan menjauh darinya.

Tamara sedikit blank dengan perkataan Devan yang menurutnya aneh. Lalu ia kembali melihat Rey dan perempuan itu, rupanya Rey juga sedang menatapnya datar. Tamara tersenyum penuh arti, ia berjalan menuju meja yang Rey tempati dsn langsung duduk disamping perempuan itu.

Perempuan itu terlihat terkejut sesaat sebelum memasang senyumannya pada Tamara. "Hai? Kamu temennya Rey ya?" sapanya ramah.

Tamara berdecak kagum, selain cantik perempuan ini sangat supel juga. Pantas saja banyak yang menyukainya.

Ia membalas senyumannya sambil mengangguk-angguk. "Gue Tamara." Tamara mengulurkan tangan kanannya yang langsung digapai oleh perempuan itu.

"Aku Mellyna, panggil Melyn aja. Semoga kita bisa dekat ya," ujarnya, namun sebelum itu ia meremas kuat tangan Tamara. Dan menatap Tamara dengan tatapan tajamnya namun senyuman masih menghiasi wajahnya.

Detik itu pun Tamara langsung menarik tangannya lalu merasa ada yang berbeda disini. Tamara menatap Rey dengan tatapan sulit diartikan lalu ia memaksakan senyumnya.

"Hari pertama," ucapnya menggantung.

"Gue kenal dengan Melyn."

TAMARA Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang