Part 24 - Sesuatu

271 73 117
                                    

BUDAYAKAN VOTE SEBELUM MEMBACA ;)
HAPPY READING🥰

"Gausah ngelak lagi. Lo mau mati-matian ngebela dia kayak kemarin?" tanya Rey datar. Ia menunjuk Tamara menggunakan dagunya. "Perempuan kayak dia gak pernah ngerti soal kehidupan, yang dia tau cuma memaksa sesuatu untuk jadi miliknya." Tatapannya menajam kalimat demi kalimat.

Mendengar itu dada Tamara menjadi sesak sekali, tidak ngerti soal kehidupan? Dan memaksa sesuatu untuk jadi miliknya? Awalnya memang ia seperti itu tapi ia sudah berubah, ia memilih untuk berjuang demi lelaki itu bukan memaksa seperti pertama kali bertemu. Apakah berjuang untuk cinta itu salah? Baru kali ini Tamara mendengar orang yang menyalahkan perjuangan.

Tamara tersenyum sendu, matanya kembali berkaca-kaca entah sudah berapa kali ia menangis. "Gue emang selalu salah di mata lo. Apapun masalahnya."

"Yang lo liat dari gue itu cuma sisi buruk gue doang Rey, lo gak pernah liat dari sisi lain. Iya! Karena lo terlalu sibuk ngecari apa kekurangan gue untuk ngeyakinin opini lo itu kan?" lanjut Tamara dengan suara bergetar. Tepat diujung kalimat air matanya langsung jatuh, tanpa sadar ia membuka maskernya dan menyekanya perlahan. Melyn dan Rey terkejut melihat wajahnya, Tamara tidak menyadari soal itu karena matanya berair dan membut penglihatannya mengabur.

Tamara langsung berdiri dan membalikkan tubuhnya lalu berjalan dengan cepat.

"Tunggu!" Panggilan Rey itu tidak di hiraukan oleh Tamara, ia malah terus berjalan. Sedangkan Rey hanya bisa melihat punggung kecil itu menjauh.

________________________

(Hari Ketujuh)

Rey menghirup udara sebanyak mungkin sebelum tangannya menyentuh benda berbentuk kotak itu, ia mengambilnya lalu menatap sejenak, hatinya jadi ngilu sendiri membayangkan sosok yang memiliki kotak tersebut sebelum sesuatu terjadi. Ia sama sekali tidak ada niatan untuk kembali membuka lembaran lama yang ia sendiri ingin lupakan, namun melihat-lihat keadaan ternyata semuanya sudah jauh berbeda dan tidak sama lagi sesuai dengan rencananya. Sangat berbeda, dan mau tak mau ia harus kembali, lagian dirinya tidak bisa berlagak seolah tidak ada apa-apa yang terjadi dulu, saat semuanya masih baik-baik saja. Walaupun ia tahu bahwa ia masih memiliki waktu yang cukup untuk menyembunyikan, tapi sampai kapan? Melihat keadaan gadis itu yang hari demi hari semakin buruk, Rey tidak tega.

Ia tidak ingin memperburuknya lagi, apalagi mengingat ucapan seseorang itu membuatnya merasa tidak pantas dengan kehadirannya ini, setelah semua perlakuan-perlakuannya yang menyakiti tentu saja itu sangat berdampak.

"Menjaga, bukan menyakiti," ujarnya pelan, hampir berupa bisikan.

Ia berjanji semuanya tidak akan terulang seperti waktu itu.

Akhirnya ia memasukkan kotak itu kedalam ranselnya sebelum akhirnya ia bergegas pergi dari rumahnya dengan hati yang sangat yakin.

*****

Rey berjalan mengitari koridor sekolahnya dengan tatapan datar seperti biasa, menjadi laki-laki dingin dan tidak berekspresi sebenarnya bukan keinginannya, tetapi nalurinya yang melaksanakan, ia sendiri tahu bahwa dirinya itu sangat membosankan dan tidak asik, baik dalam hal berteman ataupun percintaan. Rey memang tidak menginginkan itu semua, ia hanya mengikuti alur kehidupan saja yang sampai sekarang tidak ia temukan jawabannya.

TAMARA Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang