Setelah puas menangis didekap Handy, Eksan memandang teman-temanya dengan pandangan sayu, hatinya sedikit reda saat ini, setidaknya ia tau bahwa masih banyak orang yang menerimanya.
"Sekarang lo bisa crita sama kita san, apa masalah lo"
"Maaf bang, gue gak bisa"
"Lo percaya sama kita?"
"Bukan gitu bang cum-"
"Gak papa kalo lo gak bisa san, cuma inget aja jangan lukain diri lo kaya gini lagi, Lo masih ada kita jangan ngerasa kalo lo sendirian"
"I-iya bang"
"Dari pada suasananya kek gini mending kita cabut deh"
"Bolos?"
"1 juta buat Dimas dipotong pajak 100%"
"Bodo gas!"
Melihat itu senyum Eksan kembali hadir, diam-diam ia bersyukur kepada sang kuasa yang telah memberikan teman seperti mereka.
"Ke apartemen bang Handy yok? Ngantuk"
"Yeee si kebo udah tidur juga"
"Tidur mah kebutuhan bang"
"Bodo san!"
"Yaudah ayo ke apartemen gue"
"Meluncur"
Akhirnya mereka membolos sekolah dan pergi ke apartemen Handy, disana tidak ada hal yang mereka lakukan setibanya disana, hanya rebahan pada karpet kulit Handy.
"Bang hannn"
"Apa?"
"Eksan bosen"
"Yaudah sama"
"Main yuk?"
"Males"
Eksan yang mendengar jawaban Handy memajukan bibirnya sambil mengembungkan pipinya.
"Lucu banget bayi gue"
Bagas yang gemas akhirnya mencubit pipi Eksan dengan gemas."Swakit bwang"
"San, nyanyi gih"
"Owgwah"
"Gas lepasin"
"Hehehe, ya abis gemes banget"
"Pipi gue jadi merahkan".
Mendengar rengutan Eksan, Bagas hanya tertawa pelan, membuat Eksan seperti sekarang ini adalah kesenangan sendiri menurutnya.
"Yaudah lo semua mau ngapain?"
Tanya Handy kepada semua temannya,"Gak tau ah babang Bagas lagi males!"
"Jijik gas!"
Bagas yang mendapat kata-kata mutiara dari Ardha pun hanya mencibir kesal. Sementara Ardha sendiri sudah mengalihkan pandangannya kepada Eksan yang masih sibuk memegangi pipinya.
"San nyanyi dong"
Pinta Ardha, hari ini ia sangat ingin mendengar suara dari yang paling muda diantara mereka itu."Engga ah males, gak ada pengirinnya"
"Handy bisa main gitar."
"Lagu apa?"
"Apa kek yang galo galo"
"Dih galoan lo bang"
"Yang tadi nangis-nangis di pelukan Handy siapa?"
"Engga tau, gelap"
"Udah nyanyi gih, gak usah pake gitar. Suara lo aja!"
"Pemaksaan"
"Buodo"
"Ck!"
Eksan yang mendengar tuntutan dari Ardha akhirnya memikirkan lagu dengan malas, sungguh ia sedang tidak mood untuk bernyanyi kali ini.
•••sebuah kisah klasik- Sheila on 7•••
Sesuai dugaan, suara Eksan tidak mengecewakan, ia dapat menyanyikan lagu tersebut dengan apik walau tanpa pengiring. Ke empat temannya menatap Eksan dengan bangga, mereka tau Eksan memang sudah terlahir dengan bakat sedemikian rupa.
Setalah mengakhiri lagunya dengan apik, Eksan menatap bingung teman-temannya. Mereka yang meminta untuk dinyanyikan tapi mereka malah bengong sendiri.
"WOY"
"ealah, biasa aja dong san"
"Ya abis bengong mulu, laperrrrrrrrrrrrrrr"
"Han denger gak?"
"Ck, kaum miskin lo pada!"
"Yeu sendirinya gak ngaca"
Setelah itu Handy pergi ke dapur untuk membuatkan para gembel dirumahnya itu makanan, memang kerjaan mereka disini kalo bukan minta makan, ya numpang tidur. Gak guna memang.
Setalah semua masakan selesai Handy menyajikannya di meja makan, lantas memanggil teman-temannya. Lalu mereka berkumpul dan makan bersama, diselangi dengan perdebatan Eksan dengan Bagas, atau Bagas dengan Handy, dan juga kata-kata pedas dari Dimas dan Ardha. Ahh persahabatan mereka memang terkesan aneh, namun siapa sangka ada rasa sayang yang teramat dalam di hati satu sama lain.
"Bang Bagas jahat ih!" -Eksan pipi cubit Bagas.
"Gila umur lo berapa sih san? Gemes banget" -bagas manusia gemesan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Ekshan [COMPLETED]
Teen FictionDia Eksan. Manusia yang pandai tentang bersandiwara, manusia yang pandai untuk menutup lara, dan manusia yang pandai untuk berbagi tawa. Ada lara dibalik binar itu Ada duka dibalik tawa itu Namun ia hanya diam, menikmati bagaimana lara menusuknya, m...