"san bangun woy! Sekolah."
Pagi ini Eksan disambut dengan suara berat dari kakaknya, dengan berat ia membuka matanya.
"SAN EKSAN SEKOLAH, BANGUN SAN EKSAN SAN SAN SAN SAN SAN."
"IYA BANG ASTAGA, BRISIK!"
Mendengar itu Iksan lantas tersenyum bangga.
"Cepet siap-siap gue tunggu di bawah."
Tanpa menunggu jawaban dari Eksan, Iksan langsung turun ke meja makan, membuka buku fisika sembari menunggu Eksan, itu memang sudah kebiasaan Iksan.Mendengar perintah sang kakak Eksan lantas ke kamar mandi dan bersiap-siap, 20 menit kemudian Eksan sudah siap dengan seragam putih abu-abu nya, yang di lapisi oleh jaket polos warna putihnya.
"Widih ganteng banget emang gue." Gumam Eksan bangga sembari menatap pantulan dirinya di cermin.
"EKSANNNNNN."
"IYA!"
mendengar teriakan kakaknya dari bawah Eksan lantas turun sembari menenteng tasnya.
"Bang kepala lo gak pusing pagi-pagi udah baca rumus-rumus fisika?." Tanya Eksan sembari memperhatikan kakaknya yang sibuk membaca sembari menulis beberapa hal penting yang sekiranya perlu ia ingat.
"Enggak, lebih pusingan kalo pagi-pagi kudu teriak-teriak terus buat bangunin lo." Jawab Iksan sembari memasukkan bukunya kedalam tas.
"Udah ayo cepetan sarapan keburu telat." Belum sempat Eksan menyangkal perkataan kakaknya tadi kakaknya sudah memotong duluan, mau tidak mau ia hanya diam sembari memakan sarapannya.
Tak butuh waktu lama si kembar sudah selesai akan sarapannya dan siap berangkat ke sekolah.
"Lo berangkat sama gue." Kata Eksan sembari menarik Iksan agar masuk ke mobilnya, yang ditarik pun hanya manyun tidak jelas, kesal akan kakaknya yang sayangan sangat mengherikan tersebut.
Dijalan Eksan tak henti-hentinya menceritakan tentang semua hal yang menurutnya menarik sementara Iksan hanya menanggapinya dengan "oh" "masa?" "Beneran?" "Wah parah". Hingga tak terasa mereka sudah tiba di parkiran sekolah, Eksan lantas langsung turun tak lupa ia mencubit pipi kakaknya itu hanya untuk membuat kesal sementara Iksan sendiri hanya bisa memutar matanya malas, sudah terlalu hafal dengan kelakuan si adek. Setalah menutup pintu mobilnya Iksan lantas berjalan dengan tangan dimasukkan ke saku celananya, seperti biasa akan banyak pasang mata yang memperlihatkannya, bagaimana tidak seorang Iksan dengan visualnya yang luar biasa sedang berjalan dengan tatapan dingin seperti biasa, namun ada hal yang sedikit berbeda hari ini, Iksan menggunakan kacamata dan juga jaket polos hitam itu menambah kesan tampan dari seorang Iksan, beda Iksan beda lagi Eksan, tak jauh beda hanya saja orang-orang menatapnya dengan gemas, Eksan menggunakan kacamata bundar dan jaket putih itu menambah kesan manis pada dirinya.
"IKSANNNNNNNNNN."
Suara cempreng itu menggelegar di lorong sekolah, sementara yang dipanggil sendiri hanya berjalan dengan santai.
"WOY LO BUDEK YA?!"
"Brisik ngga!"
Rangga hanya sudah biasa mendapat kalimat pedas dari sahabatnya itu hanya tersenyum polos sembari merangkul Iksan.
"Gak usah rangkul-rangkul ya setan!."
"Duh jangan galak-galak dek, cepet tua ntar."
"Bacot."
Diantara mereka memang Iksan paling muda, oleh karena itu baik Rangga maupun dewa suka sekali mengganggunya, reaksi galak yang ditunjukkan Iksan itu lucu menurut mereka. Tak butuh waktu lama mereka sudah tiba dikelas, Iksan langsung mendudukkan dirinya pada kursi kebanggaannya, kepalanya menghadap ke seberang dimana kelas sang adik berada, dilihatnya Eksan sedang duduk diatas bangku dengan sapu yang sepertinya ia gunakan untuk menjadi gitar-gitaran, dan kawan-kawannya menyanyi sembari berjoget ria disana, Iksan lantas tersenyum kecil melihat Eksan yang senang seperti itu, Eksan yang merasa diperhatikan lantas menolehkan kepalanya, ia melihat Iksan yang sedang senyum ke arahnya lantas membalas senyuman itu. Kelas Iksan berbanding balil dengan kelas Eksan yang ramai, kelas Iksan akan ada ulangan pagi ini jadi semua siswa sedang belajar untuk itu, apalagi hari ini gurunya galak setengah mati, sebenarnya Iksan tidak mempercayai perbedaan kelas IPA maupun IPS, karena faktanya kelasnya sendiri juga ramai seperti IPS jika tidak ada ulangan, anak-anak IPA tidak semua pintar sepeti yang kebanyakan orang fikirkan, semua sebenarnya sama, hanya saja di bidang mana ia lebih menguasai, jika anak IPS sulit untuk disuruh menghafal rumus-rumus fisika, maka anak IPA juga sulit jika disuruh menghafal sejarah. Bukankah itu sama? Iksan masih bingung dengan fikiran orang-orang yang masih saja mengganggap rendah anak IPS, biarpun ia anak IPA jika disuruh mengerjakan tugas sosiologi juga ia akan menyerah, kembali lagi semua sama tinggal di bidang mana ia dapat menguasai. Terlalu lama terbuai dengan pikirannya Iksan tak sadar bahwa bell masuk sudah berbunyi. Buru-buru ia melepas jaketnya, lantas berdoa sesuai instruksi ketua kelas, setelah selesai berdoa semua murid berdiri sembari menyanyikan lagu Indonesia raya, sudah menjadi peraturan di sekolah mereka bahwa semua kegiatan harus dihentikan saat lagu Indonesia raya berkumandang, bahkan siswa-siswi yang sedang berlari ke kelasnya karena telatpun harus berhenti. Setelah selesai Iksan kembali duduk tak lama gurunya datang dan ujian dimulai.
KAMU SEDANG MEMBACA
Ekshan [COMPLETED]
Teen FictionDia Eksan. Manusia yang pandai tentang bersandiwara, manusia yang pandai untuk menutup lara, dan manusia yang pandai untuk berbagi tawa. Ada lara dibalik binar itu Ada duka dibalik tawa itu Namun ia hanya diam, menikmati bagaimana lara menusuknya, m...