Enam

226 11 2
                                    

Hari ini sekolah tidak menyenangkan. Aku sama sekali tidak bisa fokus dengan pelajaran, berulang kali, tanpa sadar, melihat bangku kosong di pojok depan di sebelah Eko.

Aku ingin bertemu dengannya.

"Nape?" tanya Ei. Dia seperti mendengar helaan napasku.

"Nggak apa-apa."

"Senja ke mana, Ta? Kok nggak masuk?"

"Lah, kok nanya ke aku?" jawabku berbohong.

Ei tidak berkomentar lagi. Dia sibuk berkutat dengan LKS matematikanya.

Ponsel yang aku letakkan di laci meja bergetar. Sewaktu aku cek, ada pesan singkat dari nomor asing.

085xxxxxxxxx : Istirahat, Rekta? Miss me already?

Isi pesan singkat itu langsung membuatku menegakkan badan. Bukannya tak mengacuhkan nomor asing seperti biasanya, kali ini aku justru membaca pesan dari nomor asing itu berulang-ulang, berusaha meyakinkan diriku bahwa aku mengenal cara bertutur itu, seolah aku bisa mendengarnya.

"Misi, Ei." Aku menepuk paha Ei, meminta jalan padanya.

"Buru-buru amat. Ada apa?" Ei menyingkir, memberiku jalan.

"Hehe," jawabku dengan senyuman lebar.

Aku berdiri, melewati Ei yang memandangiku dengan tampang bingung, keluar dari bangku, lalu mendatangi Eko yang baru saja akan keluar kelas.

"Ko!" panggilku.

"Hmm?" tanya Eko waktu aku datangi. Dia berhenti di pintu kelas.

"Kamu ada nomornya Senja?"

Eko mengeluarkan ponsel dari saku celananya, membuka kontak, lalu menyodorkan ponselnya padaku. Dengan cepat aku memasukkan deretan angka itu ke dalam datar kontak, menyimpannya dengan nama Langit Senja.

"Makasih ya, Ko." Aku mengembalikan ponsel Eko. Dia mengangguk lantas segera keluar kelas.

Aku membuka kotak masuk lalu tersenyum lebar begitu menemukan pesan singkat dari nomor asing tadi telah berubah nama menjadi Langit Senja.

Me : Iya, istirahat. Miss you? Nope. Haha..

Pesan kubalas dengan cepat seraya melangkah ke luar kelas lalu menyandarkan diri di dinding luar kelas.

Debaran jantungku tiba-tiba bertambah cepat begitu menekan pilihan 'kirim'. Aku lantas membaca lagi pesan singkat yang dia kirim dan balasanku, berulang-ulang sampai sebuah balasan darinya masuk.

Langit Senja : Bisa tidur?

Aku tertawa membaca balasannya lalu dengan cepat menuliskan balasan.

Me : Udah lama nih ga bs tidur di kelas.

Langit Senja : Maaf ya udah bikin kamu ga bisa tidur di kelas

Me : Kepedean amat jd orang. Eh, lg ga sibuk? Gmn acara keluarganya?

Langit Senja : Hrs pede, lah. Biar hidup ada gregetnya. :p Ga. Alhamdulillah lancar.

Me : Sip. Ja, aq kmrn ktmu Arik di Gramed.

Langit Senja : Oya? Ada PR apa hari ini?

Me : Iya. Emang Arik ga cerita? Sejauh ini blm ada PR. Semoga mapel terakhir ntar jg ga ada PR.

Langit Senja : Belum sempet cerita mungkin. Semoga ada PR

Me : Ga usah sok kerajinan gitu, deh.

Langit Senja : Hahaha. Bukan. Kalau ga ada PR, aku ga punya alasan buat pinjem buku ke kamu.

Deg! Aku tersenyum merasakan jantungku semakin cepat berdetak. Dadaku penuh sekali dengan kebahagiaan sekarang.

Langit SenjaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang