20. Apa-apaan ini?

605 40 81
                                    

Happy Reading:>

Adira gugup. Saat ini dirinya tengah berada di depan cermin, menatap penampilannya dengan wajah yang cemberut.

"Aku bingung," lirihnya dengan bimbang. Adira menghembuskan napas kasar, setelahnya berjalan mengambil tas dan memasukkan ponselnya ke dalam sana.

Saat di rasa sudah selesai, Adira berjalan menuju pintu untuk segera ke bawah menemui Arsen. Sampai di depan pintu kamar Adila, Adira hanya meliriknya sekilas, entah mengapa dirinya tak berniat untuk sekedar bertemu ataupun berpamitan.

Namun siapa sangka, saat hendak menuruni anak tangga, Adira di kejutkan dengan Adila yang menepuk bahunya pelan hingga membuatnya sedikit terlonjak kaget.

"Adira, lo mau ke mana? Mau jalan-jalan ya? Kok gak ngajak gue sih," adila memanyunkan bibirnya ke depan seraya menatap Adira.

"Eh, aku mau keluar bentar," jawab Adira singkat.

"Sama Arsen ya?" tanya Adila seraya menyandarkan tubuhnya ke pintu kamarnya. Adira menatap Adila, setelah itu mengangguk cepat.

"Iya."

"Yaudah, lo hati-hati, jangan pulang malem ya Dir. Oh iya, kalo udah pulang jangan lupa bawain gue oleh-oleh," ucapnya sambil terkekeh pelan. Setelah itu berjalan masuk ke dalam kamarnya. Namun sebelum benar-benar masuk, Adila masih sempat mengerlingkan matanya menggoda ke arah Adira.

"Semoga kencannya lancar," lanjutnya dengan cekikikan sendiri.

ooOoo

"Kak Arsen mau ngomong apa?" tanya Adira langsung to the point. Dirinya menjadi gugup ketika sudah berada di dekat Arsen, mereka hanya berdua berjalan beriringan namun tidak ada kata yang menyertai mereka.

"Enggak sih, gue sebenernya gak mau ngomong apa-apa. Gue ngajak lo karena pas gue ngajak Adila dia gak mau, jadi daripada gue harus balik mending gue ngajak lo kan? Tapi ya sama aja sih," jelasnya panjang lebar dengan santai, namun hal itu justru membuat hati Adira sakit dan patah secara bersamaan.

Adira mengatup bibirnya rapat, tak tahu harus berbicara dan bereaksi apa. Saat ini dirinya tengah merasakan suatu hantaman kuat, yang mendarat tepat di hatinya. Sakit.

Untuk beberapa saat keadaan hening melanda. Adira yang masih sedikit sesak tak ingin membuka suara, begitu juga Arsen yang saat ini sibuk bermain ponselnya berlagak santai seolah tak terjadi apa-apa.

"Mau beli makanan gak?" tawar Arsen yang sudah memasukan ponsel ke saku dan menatap Adira lekat.

"Eng--"

"Oke, lo tunggu di sini, biar gue yang beliin buat lo. Jangan ke mana-mana," tukasnya langsung berdiri dan mengabaikan penolakan dari Adira.

Adira hanya bisa menghela napas kasar, mencoba menelisir semua rasa yang barusan menelusup di tubuhnya. Memang itu terlihat sepele, tapi bagi Adira perkataan itu sungguh nge-jleb dihatinya.

Adira sedih.

Mencoba mengusir kebosanan, Adira mengambil ponselnya yang memang sangat sepi. Dirinya tak pernah memiliki notifikasi dari orang yang spesial seperti banyak orang. Tapi bagi Adira itu tidak penting, selama dirinya bisa bertahan sendiri dengan baik mengapa tidak?

Dua puluh menit lebih telah terlalu keadaan taman yang semula ramai kini sudah semakin sepi. Masih tersisa hanya beberapa orang yang rata-rata banyak berpasangan.

Adira melamun seraya mendongakan kepala hendak melihat bintang. Dirinya tersenyum sinis mengingat semua perjalan yang di laluinya tidak selalu berjalan mudah dan apa yang di harapkannya.

DILARATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang