Mereka telah sampai di rumah, Adila langsung masuk dan menduduki dirinya di atas sofa. Menarik napas sebentar, dan setelahnya beranjak menuju kamarnya.
"Dira, gue mau ke kamar, lo mau ikut?" tawar Adila yang sudah separuh menaiki tangga.
Adira menggeleng, "Aku mau ke dapur bentar, mau minum. Kamu duluan aja," kata Adira yang langsung di angguki oleh Adila.
Adira berjalan menuju dapur dan membuka kulkas, mencari air dingin dan langsung menegukknya habis. Barulah hendak menutup kulkas, Adira di kejutkan oleh Mamannya yang tiba-tiba sudah ada di hadapannya.
"Dari mana?" tanya Yuni sambil melipat tangan di dada. Tak lupa dengan ekspresi datar tetapi tajam.
Melihat ekspresi Mamanya, Adira meneguk salivanya merasa tegang. Namun tak lama dari itu dirinya mulai berbicara. "Itu... Adira sama Adila tadi habis jalan-jalan Ma," ucapnya gemetar sambil menunduk menatap kakinya yang sudah bergerak gelisah di bawah sana.
"Siapa yang suruh kamu keluar rumah kalo pekerjaan rumah belum selesai?! Kamu mau melanggar ucapan Mama ya?" sarkas Yuni dengan sedikit nada membentak, dan menatap Adira dengan sinis.
Adira menggeleng. Air matanya hendak jatuh, namun sekuat tenaga Adira mencoba menahan semuanya. "Maafin Dira Ma, Dira janji gak bakal pergi keluar lagi."
Yuni mendengus, dan setelahnya menatap Adira lekat. "Yasudah, awas ya jika kamu ketahuan keluar kalau rumah belum beres, Mama gak segan-segan masukin kamu ke panti asuhan!" ancam Yuni. "Cepat cuci piring, abis itu setrika pakaian!" lanjutnya dengan memerintah. Setelah itu langsung berjalan menuju kamarnya.
Adira mencoba kuat, bahunya sudah bergetar, mencoba menahan bulir air mata yang sudah berkumpul di pelupuk matanya. "Hiks... Mama kenapa jahat sama aku... " lirihnya sambil menghapus air mata yang tiba tiba membasahi pipinya.
Adira segera membenarkan letak kaca matanya dan berjalan menaruh gelas dan mencuci piring.
Sekuat apa pun aku menahan dan mencoba bersabar, semua akan sia-sia. Karena aku tau, aku tak pernah sekuat yang orang lain pikirkan.
ooOoo
Adira beranjak dari tempat belajarnya, setelah seperkian detik berkutat dengan rumus-rumus Subhanallah yang di kirim oleh gurunya. Adira bernapas lega seraya berjalan dan duduk di tepi kasur, mengambil ponsel dan mengecek semua media sosialnya.
Memang benar, Adira jarang sekali aktif di sosmed dirinya lebih suka menghabiskan waktu dengan mengerjakan soal-soal dan membaca buku novel atau komik.
Menarik napas sebentar, Adira membuka aplikasi whatsappnya, menscroll beranda dan mengecek semua pesan. Namun nihil, tidak ada yang penting di sana, kecuali grup kelas yang memang ramai jika ada tugas saja. Barulah ingin mematikan ponselnya, Adira di kejutkan dengan deringan telpon masuk yang ternyata itu, dari Arsen.
KAMU SEDANG MEMBACA
DILARA
Novela JuvenilAdira Nisa Zhuella dan Adila Lisa Zhuella. Mereka memang memiliki wajah yang mirip atau bisa dikatakan kembar. Namun, kisah yang dijalani Adira sangat berliku dibanding Adila. Adira hanya gadis nerd yang menyimpan beribu luka, sangat berbeda dengan...