"Hai kak Arsen," sapa Adira saat tak sengaja bertemu di jalan.
Arsen membalas dengan senyuman. "Dira, pulang ini kumpul Osis, jangan lupa." Peringat Arsen, "Mau ke kantin gak?" Ajak Arsen.
Adira mengangguk setuju. Lagi pula sekarang perutnya sudah lapar. Mereka berjalan beriringan menuju tempat yang penuh dengan manusia kelaparan.
"Adira, gue ikut!" ucap Adila setengah berlari di susul oleh Arkan di belakangnya.
"Yaudah ayok, makin rame kan makin seru!" Adila mengangguk dan mengajak mereka segera ke kantin.
Sampai di kantin mereka ber-empat mencari tempat duduk yang kosong. Kebetulan di sana ada kursi kosong di arah dekat pojok, dengan segera mereka menghampiri kursi di sana dan duduk.
Yang memesan makanan saat ini adalah Adila. "Biar gue yang pesen. Kalian mau apa?" tanya Adila yang sudah berdiri.
"Bakso, jus mangga"
"Siomay, jus Apel.'
"Aku, es teh aja."
Semua menoleh ke arah Adira yang hanya memesan es teh, "Kenapa gak pesen makanan Dir?" tanya Arsen sambil menatap Adira.
Adira yang merasa di perhatikan menjadi kaku dan gugup. "Gak laper kak, hehe."
Arsen mengangguk mengerti. Sedangkan Adila sudah melesat menuju stand makanan yang terbilang sangat ramai oleh hamaparan manusia yang tengah berkerumun mencari makan.
Keadaan hening membuat ketiga orang itu tampak canggung, namun kecanggungan itu tak bertahan lama sampai si Adila -cewek riang gembira- datang sambil membawa pesanan mereka.
"Guys, ini pesenan kalian, jangan lupa makan baca doa," titah Adila sambil meletakkan nampan yang berisi makanan pesanan teman-temanya.
Setelah mengucapkan itu, Adila mengambil makanannya dan di ikuti oleh ketiga temannya. Mereka makan dengan diiringi bincangan untuk menambah cerah suasana keadaan.
Adila mengambil minumannya dan langsung bersikap heboh sendiri. "Gilak gue malu banget tadi!" ungkap Adila tak malu-malu. Padahal kan itu aib. Adila memang begitu, di bilang bodoh ya gak juga, di bilang pinter yaa suka bodoh. Jadi bisa di katakan seimbang.
"Kenapa Dil?" tanya Arsen sambil memasukkan siomay ke mulutnya.
Adila menampilkan tatapan datar, "Gue tadi gak bisa jawab soal jadi di suruh berdiri sama Bu Lina."
Adira tak heran lagi dengan kembarannya ini. Sudah tau Bu Lina akan membahas materi minggu lalu tapi masih saja jika di suruh pelajari lagi bilangnya Gue udah paham kok Dir, santuy. Dan lihatlah sekarang hasilnya?
"Tapi... Arkan tadii bestt bangett!!" teriak Adila meriah hingga pengujung kantin menatap ke arah mereka. "Berisik ihh!" tukas Adira sambil memarahi kembarannya itu.
"Arkan kenapa?" tanya Adira yang mulai kepo.
"Gila, Arkan tadi bantuin gue jawab soal dan isiannya itu benerr!! Bravoo!!" Ucapnya mulai ricuh lagi. Dasar Adila, tidak bisa jaga Image jika sudah berada di dekat Arkan dan Adira.
"Biasa aja kali Dil, berisik!" sekarang Arkan yang mulai merasa terganggu.
Adila meringis sambil cengengesan sendiri.
"Udah yuk, udah mau Bel. Mending balik ke kelas,"Arsen berdiri terlebih dahulu kemudian di ikuti oleh Adira, Adila, dan Arkan di belakangnya.
ooOoo
Bel pulang sekolah telah berbunyi sangat nyaring, membuat kelas yang semula sunyi senyap berubah menjadi riuh dan kacau.
Adira merapikan alat pensilnya dan memasukkan semua bukunya ke dalam tas ranselnya. Barulah hendak melangkahkan kaki keluar kelas, seseorang sudah berdiri menghadang jalan Adira, siapa lagi kalau bukan Arkan bersama kembaran nya Adila.
"Kuy pulang," ajak Adila. "Etts, tapi sebelum itu kita pergi ke kafe dulu yuk," sambungnya.
"Aku harus ke ruang Osis, ada rapat. Kalian pulang duluan aja.".
"Yahh gak seru dong! Emang gak bisa di batalin Dir?"
Adira menggeleng. "Gak bisa Dil. Udah ahh kalian aja yang jalan ke kafe, lain kali aku ikut," balasnya dengan senyuman. "Nanti bilangin Mama ya Dil," pinta Adira dan pergi berjalan ke ruang Osis.
"Yaudah. Nanti kalo pulang jangan ke mana-mana. Gue mau jalan kalo sama lo aja. Gak jadi ke Kafe!" Adila melirik Arkan di sampingnya. Cowok itu masih seperti biasa. Santai dan datar. "Yuk pulang!"
Arkan mengangguk dan mereka berjalan bersama menuju parkiran.
Di lain sisi, Adira berjalan santai menuju ruang Osis. Masih 20 menit lagi untuk memulai rapatnya.
Dengan cepat Adira masuk dan duduk di sana sambil menunggu anggota lainnya berkumpul. Untuk mengurangi rasa kebosanannya, Adira membuka ponselnya dan memainkannya.
Sudah satu jam Adira duduk sendiri, menatap nanar ponselnya yang sudah mati total akibat kehabisan baterai. Adira memasukkan ponselnya ke dalam saku roknya dan melirik jam yang ada di sana.
"Udah sore ya? rapatnya di batalin kah?" gumam Adira bertanya pada dirinya sendiri.
Adira gelisah, namun masih tak bergeming dari tempat duduknya, untuk menepis kebosanan Adira keluar dari ruangan dan berjalan menuju kursi yang berada di koridor.
"Tunggu sini aja kali ya, soalnya di dalem sunyi banget, sepi lagi," Adira masih berdialog pada dirinya sendiri sambil menatap kosong orang orang yang sedang bermain Futsal di sana.
Adira tak sengaja melihat sosok yang di kenalinya, matanya menyipit sebentar dan menghela napas mencoba tak memperdulikan. Adira kemudian bangkit dan berjalan menuju toilet karena ingin mencuci wajahnya agar sedikit lebih segar.
Sampai di toilet, Adira berjalan ke arah wastafel kemudian melepaskan kaca matanya dan menghidupkan keran air. Adira mencuci wajahnya, dirinya menatap cermin sebentar, namun Adira tak sengaja melihat sosok bayangan dari kaca.
"Siapa?" Adira memasang kaca matanya dan menoleh ke belakang, namun dirinya tak melihat siapapun di sana. Menepis rasa takutnya, Adira langsung cepat-cepat mematikan keran dan menuju ke luar toilet.
Saat hendak menutup pintu, Adira tak sengaja melihat sebuah kertas yang terlipat cukup besar. Karena rasa penasarannya Adira membuka surat itu dan ada beberapa kalimat mengerikan yang tertulis di sana.
Adira terkejut, lantas meremas kertas itu kuat-kuat dan langsung membuangnya ke tempat sampah. Adira berlari cepat menuju tempat duduknya dan mengambil tasnya. Setelahnya Adira menarik napas dalam-dalam.
"Siapa yang ngelakuin itu?"
Hayoloh siapa?:v wkwk
KAMU SEDANG MEMBACA
DILARA
Fiksi RemajaAdira Nisa Zhuella dan Adila Lisa Zhuella. Mereka memang memiliki wajah yang mirip atau bisa dikatakan kembar. Namun, kisah yang dijalani Adira sangat berliku dibanding Adila. Adira hanya gadis nerd yang menyimpan beribu luka, sangat berbeda dengan...