Chapter 2

13.4K 647 7
                                    

DANTE

Aku mengumpat kesal dan memaki-maki Richard yang sedang menyupir mobil yang kami naiki. Walaupun Richard bukanlah orang yang melakukan kesalahan. Tetapi ia adalah orang yang ku bayar untuk ku jadikan pelampiasan terhadap semua kekesalan yang kumiliki.

Aku telah merencanakan sesuatu dengan sangat matang dari jauh-jauh hari. Dan hari ini adalah waktu yang tepat untuk menjalankan rencanaku. Tetapi pria tua sialan itu malah memintaku datang ke rumahnya di saat aku ingin beraksi.

Aku ingin mendatangi Alicia secara langsung hari ini. Setelah sekian lama. Setelah kejadian ciuman dan celana dalam di toilet sekolah. Jika imanku kuat, aku hanya akan menciuminya ganas sambil kembali mencuri celana dalam manisnya. Mengingat celana dalamnya yang lama sudah hilang karena perbuatan ular yang tidak tahu diri.

Tapi jika imanku lemah, aku akan membawanya ke ranjang besarku dan bercinta semalaman dengannya. Lalu melamarnya saat kami sedang mencapai puncak klimaks yang hebat.

Sungguh rencana yang luar biasa.

Sialnya, pria tua yang sayangnya adalah ayahku itu memaksaku untuk pulang ke rumahnya. Dengan embel-embel 'Ibumu sedang sakit. Merindukanmu." Lalu setelah aku tiba, ia akan merecokiku dengan semua omelan sialannya.

'Bisakah kau berhenti bersikap cabul kepada penyanyi kecil itu? Aku tahu ia begitu mungil dan manis. Tapi ingat umurmu! Dia sangat tidak layak mendapatkan bujangan tua sepertimu!'

'Berhentilah membayangkan Alicia saat kau memuaskan hasrat seksualmu! Lebih baik kau mencari wanita dewasa lalu menjadikannya istri!'

'Aku benar-benar tidak habis pikir denganmu! Lelaki cabul sialan! Mengapa diantara jutaan benihku harus menghasilkan dirimu? Membuat ku malu saja!'

Dan segala pendapat sarkas lainnya tentang diriku yang tidak jauh-jauh dari kata bajingan tua, cabul, sialan, dan Alicia. Seolah-olah ia tidak pernah muda saja. Apa dia lupa bahwa sifat setanku itu menurun dari dirinya? Ibu bahkan mengandungku sebelum ia menikah! Lelaki tua itu menyetubuhinya bahkan di saat mereka bertatap muka untuk pertama kalinya. Dan perilaku bejatku beribu kali lebih baik darinya. Mengapa ia malah bersikap seolah-olah aku lah yang bajingan di sini.

Seperti saat ini. Ayahku itu tidak berhenti mengoceh tentang keburukanku yang sama sekali tidak ada tandingannya jika mengingat keburukan yang sudah ia lakukan dulu.

"Hentikan obsesimu pada si mungil itu. Carilah wanita yang dapat mengimbangimu dan menikahlah!" Aku mendelik tajam padanya.

"Apa maksudmu berkata begitu?! Baby adalah satu-satunya perempuan yang mampu menyeimbangiku. Dan aku pasti akan menikahinya" ujarku kasar. Aku benar-benar benci ketika ia selalu menyuruhku membuang semua hal yang berkaitan dengan Alicia. Pria itu selalu berkata bahwa aku benar-benar 'terobsesi' dengan gadis itu. Aku berani mempertaruhkan nyawaku bahwa yang ku rasakan pada Alicia bukanlah obsesi yang mengerikan. Tetapi lebih dari pada itu.

Aku pemujanya. Aku pencintanya. Aku akan menjadi pemiliknya. Aku akan menjadi alasan ia untuk tetap tersenyum. Dan aku akan menjaganya dengan nyawaku.

Intinya, apa yang ku rasakan lebih dari segalanya.

"Kalau begitu datangi ia dengan cara baik-baik, anakku." Seperti biasa ibuku selalu menjadi penengah diantara kami. Ia adalah wanita terhebat dengan kelembutan yang luar biasa. Hanya saja jika ia sudah marah, tidak ada satu pun di antara kami yang berani padanya. Ia mengerikan.

"Apa yang selama ini kulakukan untuknya tidak baik?"

"Kau seperti pemerkosa yang pedofil." Ibu memukul pelan paha ayahku dan melototinya. Meminta ia untuk berhenti mengatai anaknya. Walaupun sudah di bela ibu, aku tetap tidak bisa diam saja. Aku harus membalas. Itu yang ayah ajarkan kepadaku.

"Aku bukan dirimu, ayah," ejekku.

"Kau yang merusak rencanaku! Padahal aku ingin menemui Alicia untuk memintanya menjadi menantumu!" Omelku. Seandainya aku benar-benar melaksanakan rencanaku. Aku pasti sedang di selimuti perasaan cinta dan gairah bersama Alicia. Entah itu karena ciuman dalam yang menggebu-gebu sambil melepaskan celana dalamnya. Atau melepaskan semua pakaiannya dan bercinta mesra di atas ranjang. Lalu kami akan menikah keesokan harinya.

Pilihan yang sangat diriku sekali. Terlebih lagi yang kedua. Aku merasakan diriku menegang di bawah sana membayangkan Alicia telanjang di bawah kuasaku. Astaga, kulit kemerahannya pasti sangat menggoda.

Aku tersenyum mesum sendiri sambil membayangkan hal-hal kotor dengan Alicia. Lalu bogem mentah dari ayah mendarat di rahang kananku membuatku tersadar.

"Dasar anak tidak tahu diri! Berani-beraninya kau berfantasi jorok di hadapan orang tuamu. Sudahlah, nikahi saja Alicia-mu itu! Dari pada kau seperti orang gila membayangkannya. Kau mendapatkan restuku!" Omel ayah sambil beranjak berdiri dan menuju kamarnya.

Aku menyeringai dan menatap ibu yang tersenyum kecil. Ia mendekat ke arahku dan mengelus rambutku. Sesekali menciuminya.

"Ibu, bisakah kau berhenti? Aku sudah besar." Wanita itu tertawa sambil mencubiti pipiku yang sama sekali tidak ada chubby-chubby nya.

"Bagaimana jika Alicia yang melakukannya? Apa kau ingin ia berhenti?" Aku terkekeh dan menggeleng. "Tentu saja tidak. Bahkan jika ia ingin melakukan lebih, aku dengan senang hati mempersilahkan."

"Kau benar-benar mirip ayahmu, Dante." Alisku mengerut dan menatapnya tidak setuju. "Bagaimana bisa kau menilai seperti itu, ibu? Aku bahkan jauh lebih baik darinya."

Ibu menggelengkan kepalanya. Menyerah.

"Terserah kau saja. Aku mau tidur. Dan aku benar-benar tidak keberatan jika kau menikah dengan Alicia." Ibu berdiri dan melangkah dengan anggun menuju kamarnya.

"Apalagi ibumu ini sangat menginginkan cucu. Aku benar-benar sangat iri pada teman arisanku yang sudah memiliki cucu yang tampan. Kapan aku bisa menyusul dan memamerkan cucuku?" Ujarnya sambil berjalan dan akhirnya suara itu hilang di balik pintu.

Cucu, heh? Bukan ide yang buruk.

Aku sudah lama membayangkan memiliki banyak anak dengan Alicia. Aku sangat yakin bahwa ia akan menjadi ibu yang hebat. Ia perempuan yang cukup cerdas dengan banyak bakat. Selain bernyanyi, memainkan musik, dan melukis, aku tahu bahwa Alicia juga bagus dalam mengerjakan pekerjaan rumah. Ia hobi memasak dan suka anak kecil. Walaupun hidup serba mewah, ia tidak keberatan membersihkan rumah. Sungguh perempuan idaman. Walaupun aku tak akan membiarkannya mengerjakan pekerjaan rumah.

"Richard, bagaimana menurutku jika akhir tahun ini aku memberi hadiah spesial untuk orang tuaku sebagai hadiah natal?" Ujarku saat bertemu dengan Richard secara kebetulan di koridor rumah ketika berjalan menuju kamar. Walaupun ini masih awal tahun. Tidak ada salahnya untuk memikirkan hal itu, bukan?

"Hal yang sangat bagus, tuan. Hanya saja... seperti bukan dirimu." Ucapnya sopan. Aku mengangguk-ngangguk sambil mengelus jambangku. Dapatku lihat bahwa ia tidak bisa menghilangkan rasa penasarannya.

"Memangnya hadiah apa yang ingin tuan berikan pada mereka?" Aku menatapnya sambil menyeringai.

"Seorang cucu." Aku menepuk pelan bahunya sebanyak tiga kali sebelum meninggalkannya yang tampak bodoh dengan wajah terkejut.

Aku bahkan sama sekali tidak keberatan jika ibu meminta selusin cucu untuk ia pamerkan. Aku sangat yakin jika Alicia pasti tampak lebih cantik dengan perut membuncit hasil benihku. Dan memikirkan hal itu kembali membuatku bergairah.

'Sialan, Alicia! Apa yang kau lakukan padaku?!'

To Be Continue

Take That Baby Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang