Chapter 5

12.7K 635 13
                                    

ALICIA

Aku sedang menatap bayangan diriku di cermin. Melihati diriku yang dibalut gaun vintage berwarna gelap dengan motif kotak-kotak.

 Melihati diriku yang dibalut gaun vintage berwarna gelap dengan motif kotak-kotak

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Mataku terarah pada sudut cermin yang menampakkan Dante yang sedang melihatku. Ia duduk di pinggir kasur sambil menyandar pada kepala ranjang dengan tangan yang dilipat di depan dada. Tatapannya begitu dalam. Dante sekali.

Lelaki itu benar-benar gila. Ia memiliki banyak pakaian wanita dengan lebel merk di dalam walk in closet-nya. Tercampur dengan pakaiannya yang mahal.

"Aku sudah mempersiapkan lusinan pakaian untukmu." Oh, bukan hanya baju dan gaun-gaun cantik. Pakaian dalam wanita pun ia memilikinya. Sangat pas sekali dengan ukuranku. Bagaimana ia bisa tahu akan hal itu?

Aku nyaris tidak pernah melihatnya menggunakan pakaian lain selain setelan jas. Seperti saat ini, ia selalu tampak mempesona dengan setelan dan wajah aristokrat miliknya.

Ia beranjak dari duduknya. Suara langkah kaki dari sepatu kulitnya menggema. Berjalan pelan mendekatiku. Hingga ia berdiri tepat dibelakangku. Kami saling bertatapan lewat cermin di hadapan kami. Ia mengulurkan tangannya dan mendekap diriku hingga menempel pada dadanya, mengingat perbedaan tinggi kami yang begitu mencolok. Kami kembali bertatapan lewat cermin untuk beberapa saat.

"Ayo kita sarapan." Aku hanya mengangguk. Menurutinya. Ia menggenggam tangan kananku dan menuntunku keluar dari kamarnya.

Aku terus mengikutinya yang berjalan menuju dapur. Ia terlihat begitu berpengaruh dan berwibawa hanya dengan melihat caranya berjalan. Dan ia tidak melepaskan sedetik pun tautan tangan kami. Pelayan-pelayan yang berlalu-lalang menunduk sopan saat berpapasan dengan kami. Aku tersenyum tipis sambil mengangguk kecil. Sedangkan Dante bersikap seolah-olah tidak ada siapa pun di sini selain kami berdua.

Hingga kami sampai di dapur yang besar dan mewah. Meja makan telah dipenuhi oleh makanan-makanan yang dari aromanya saja sudah dapatku tebak bahwa rasanya akan luar biasa. Dante menggeser kursi, mempersilahkanku duduk layaknya gantleman sejati. Lalu berjalan memutari meja, duduk di hadapanku.

"Makanlah. Aku tahu kau doyan makan, sayang." Aku hanya tersipu malu mendengar ucapannya yang terdengar jenaka. Walaupun raut wajah datarnya tidak berubah.

***
Aku memiliki jadwal pemotretan untuk brand pakaian yang sudah lama aku bergabung dengan mereka. Dante mengantarkanku hingga ke tempat tujuan.

Karena di luar sana masih banyak orang yang berlalu lalang, kami memilih untuk menunggu sejenak. Agar tidak terjadi gosip yang tidak mengenakkan. Aku beruntung karena tidak ada orang yang menyadari kehadiran Dante yang selalu ada di sekitarku. Biasanya, para wartawan selalu mampu mendapatkan berita-berita yang terkait antarselebriti. Entah bagaimana mereka melakukannya. Aku tidak ingin mendapatkan hal yang sama.  

Sebelah tangan Dante yang sedari tadi bersandar di kemudi kini mendarat di atas paha putihku yang sedikit terekspos. Setelah menempel selama lima detik, tangan kekar itu bergerak pelan. Mengelus pahaku dengan sentuhan seringan bulu. Membuatku menahan nafas karena perbuatannya.

Aku mencoba mengabaikannya dan menatap ke arah luar jendela. Berusaha keras untuk kembali bernafas dengan normal. Aku menaikkan sebelah kakiku dan menumpunya di kaki lainnya agar menutup akses dari Dante. Tapi tangan nakal itu malah bergerak menuju paha atasku. Dante memasukkan tangannya ke dalam gaunku dan menyelipkannya ke antara dua pahaku yang merapat.

Tanganku akhirnya memutuskan untuk bergerak. Mencoba menghentikan dan mengusir sentuhan itu. Tetapi pemilik tangan tersebut sangat keras kepala sehingga aku tidak memiliki pilihan lain selain berdoa di dalam hati.

"Da

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Da.. Dante? Ak.. Aku harus pergi. Di sana sudah sepi," ujarku pelan dengan keringat dingin yang keluar melalui pelipisku.

Dante mengangguk mengiyakan. "Baiklah," jawabnya singkat. Salah satu jarinya menyentuh organ intimku dari balik celana dalam hingga aku membeku sejenak. Lalu tangan itu menjauh dan membuka sabuk pengaman yang ku kenakan.

"Pergilah, aku akan menjemputmu setelah selesai," usirnya halus dengan seringai licik di wajah tampannya. Aku ingin mengeluarkan suara dan menolaknya. Tapi mengingat sensasi jarinya yang sempat menyentuh pelan kewanitaanku membuatku memilih untuk mengurungkannya. Lebih baik aku keluar dan pergi secepatnya dari sini.

Dante itu pria kurang ajar yang mesum. Di saat aku pertama kali bertemu dengannya ia sudah menciumiku dengan ganas dan mencuri celana dalamku. Tidak ada jaminan bahwa ia tidak akan memperkosaku di sini seandainya aku memilih bertahan lebih lama.

Tanpa menunggu lagi, aku langsung keluar dan melarikan diri darinya tanpa menoleh sedikitpun ke arah belakang.

Kini pekerjaanku menambah. Aku harus mencari cara untuk melarikan diri setelah pemotretanku selesai.

To Be Continue

***

Terima Kasih untuk yang sudah membaca cerita ini. Padahal aku sudah memutuskan untuk membiarkan cerita ini mengalir di kepalaku saja tanpa menyalurkannya melalui tulisan.

Tapi, tak ku sangka bahwa akhirnya ada yang membaca cerita ini. Aku mengetahui hal itu karena ada yang nge-vote. Terima kasih atas votingnya. Walaupun cuma satu yang komen dan memintaku melanjutkan cerita tidak jelas ini. Tapi aku benar-benar mengapresiasi itu. Terima kasih.

Bahkan cerita ini ada yang memasukkannya ke dalam reading-list. Sekali lagi terima kasih.

Maaf kalau part ini terlalu pendek. Sebenarnya aku sedang tidak berada dalam mood yang bagus untuk menulis. Tapi aku akan berusaha untuk tetap melanjutkan cerita ini.

Take That Baby Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang