Aku dan Dia (1)

23 0 0
                                    

21.25, 11 januari 2020
Waktu dimana aku menulis catatan ini
Aku ingin menulis bagaimana perasaan yang saat ini tergambarkan dalam diriku.

Aku memiliki seorang kekasih
Awalnya ia hanya sahabat yang saling bertukar kisah cinta, namun keadaan mengubah status itu menjadi sepasang kekasih.

Aku mencintai dia, sangat sangat mencintai dia
Pukul 22.23 tanggal 25 juli 2016 aku dan dia resmi menjadi sepasang kekasih.

Aku cemburu kepada salah satu wanita yang dulu pernah dekat dengan dia. Dan dia, menjauhi wanita itu demi aku. Aku terharu dan semakin mencintai dia.

2 bulan berlalu aku dan dia menjalin cerita yang bahagia, aku jujur kepada nya bahwa aku belum sepenuhnya percaya kepada dia.

Aku pernah ditinggalkan tanpa kata. Tanpa ada kata putus sebenarnya. Aku menceritakan semua kepada dia.

Dia selalu menyakinkan aku. Dia berjanji tidak akan pernah melakukan semua itu kepada ku lagi. Dia berjanji untuk menjaga ku. Dia berjanji untuk menjadi seseorang yang peduli dengan perasaanku.

26 November 2016, dia mengajak ku pergi kerumah orang tua nya. Jujur, aku takut. Karena, ini adalah kali pertama aku dikenalkan kepada orang tua kekasih ku.

Saat itu aku berfikir bahwa dia benar benar menyayangi ku, mencintaiku. Dan aku mulai yakin bahwa dia adalah seseorang yang aku tunggu selama ini.

Seiring berjalannya waktu dia selalu membuat aku bahagia dengan tingkah konyolnya, aku bisa menjadi apa adanya diriku, aku merasa bahwa inilah kehidupan yang aku nantikan selama ini.

Memiliki seseorang yang mendukungku, yang peduli, yang mencintaiku, yang dapat menasehatiku dengan lembut.

Bagiku dia lelaki yang sempurna. Bukan melihat dari fisik atau materi, melainkan dari perasaan. Dia sangat menjaga kepercayaanku, dia menjaga perasaanku, dia memprioritaskan aku, dia tidak pernah membentakku, dia tidak pernah mengucap kata kotor didekatku, dan dia tidak ingin aku sakit.

Dia pernah bilang "kamu jangan berubah ya sayang, mungkin kedepannya kita ada dikasih ujian. Kita harus siap ya sayang". Aku hanya tersenyum dan mengangguk. Dalam hati aku tidak ingin memiliki permasalahan yang akan menghancurkan kebahagiaan ku dan dia.

Aku mencintainya, sangat mencintainya.

Namun kebahagiaan itu tidak berlangsung lama. Belum genap 1 tahun aku dan dia sudah di uji oleh masalah yang sangat sangat mengerikan.

Sabtu 15 juli 2017, dia menghilang
Jumat malam, aku masih komunikasi dengan dia. Kalimat yang dia katakan yang selalu aku ingat adalah "sayang, temenin ay sini. Ay sendiri, dingin. Kalo sayang deket, pasti ay selalu bawa kemanapun ay pergi". Saat itu aku hanya berfikir bahwa itu adalah kalimat rindu. Karena aku dan dia sudah seminggu tidak bertemu.

Aku menjawab dengan kalimat "sabar ya, 3 hari lagi kita jumpa. Besok kita ketemu tiap hari ya".

Aku tidak pernah menyangka bahwa malam itu adalah hari terakhir aku dapat bahagia bersama dia.

Pesan terakhir yang dia kirim untukku. "Sayang, bobok yang nyenyak ya. Ay udh mau pulang, nganter temen dulu habis itu pulang"

Aku tak membalas pesan itu karena aku sudah terlelap.

Seperti biasa, setiap pagi aku selalu menelpon dia, membangunkan dia dari tidurnya. Namun, telpon dia mati. Aku masih berfikiran positif, mungkin telpon dia lowbat.

Berhari hari aku tak mendapatkan kabar dari dia, aku sudah komunikasi dengan orang tua nya. Mereka pun sama, tidak tahu keberadaan dia.

Aku depresi, aku tak tahu apa yang harus aku lakukan. Aku hanya menangis, merenung di kamar, tidak masuk kuliah, tidak nafsu makan. Yang aku tatap hanya ponsel berharap dia mengabariku.

Aku dan DiaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang