7 - What The ....

5.6K 1K 61
                                    

The worst thing about you, is that there's only one of you - Akanksha Gulia

***

Keira | Aiden

Setelah sambungan panggilan itu terputus, aku masih sempat terdiam beberapa saat di posisi yang sama. Bengong, nggak tahu mau ngapain. Akhirnya, aku duduk dan menurunkan kaki. Mataku bergerak ke sana kemari, saking bingungnya.

Oh ayolah, lelaki semacam Aiden ... mungkin dia playboy. Yang walau belum pernah ketemu, bisa saja 'kan dia menggombal sana-sini, walaupun hasil googling nggak menunjukkan skandal apa pun soal dia dan wanita, bukan berarti dia bersih sama sekali, 'kan?

Tanpa sadar aku menggigit kuku, lalu mulai berdiri dan berjalan mondar-mandir di kamarku yang nggak seberapa luas ini. Padahal biasanya aku tinggal menolak saja kalau ada yang bilang suka, cinta atau apalah itu. Kenapa sekarang harus beda?

"Ok, Keira! Tinggal tolak, toh kamu nggak kenal dia," ucapku sambil menghadap cermin di kamarku. Lalu kuembuskan napas keras-keras dari mulut. Tepat setelah melakukannya, ponselku pun berdering. Segera kupasang kembali earphone ke telinga.

"Ya ...."

"Keira, makasih masih mau angkat teleponnya. Umh, yang tadi ...," dia berhenti sejenak, kemudian terdengar dia menghembuskan napas, lalu melanjutkan, "aneh ya? Pasti iya, aku juga. Look, aku juga nggak tahu kenapa aku bicara seperti itu, tapi bukan berarti aku nggak serius juga. Mungkin karena bicara denganmu begitu nyaman." Aku masih terdiam mendengarkan dia bermonolog. Bertanya dan menjawabnya sendiri setelahnya.

"Hubunganku dengan wanita nggak pernah beruntung, sering kali ketemunya dengan mereka yang mempunyai radar di mana adanya pundi-pundi uang. Bukannya sombong, tapi aku lelah dengan hubungan yang fake begitu, that's why, aku sudah lama nggak menjalin hubungan serius akhir-akhir ini.

"Say something, Keira." Panggilan darinya akan namaku, menarikku kembali ke dunia nyata. Entah ke mana sejenak jiwaku mengembara barusan?

"Aku juga suka uang, suka banget malah," jawabku mencoba mencairkan suasana.

"Ya, of course. Aku jugalah, siapa yang enggak. Look ... Keira, jangan terbebani dengan ucapanku tadi. Aku senang bisa mengenal perempuan jujur seperti kamu. Aku tetap pengin kita bisa ngobrol gini, so ... kalau kamu nggak suka dengan pernyataanku tadi, skip aja, ya!" Kata-katanya yang berentet, mencoba meyakinkanku lagi.

"Kamu udah makan?"

"Hah?"

"Tadi katanya lapar dan mau pesan makan. 'kan? Jadi udah makan belum?"

"Gimana bisa makan, enggak jadi pesan tadi, kepikiran kalau kamu marah terus nggak mau nerima telepon dariku lagi."

"Makan sana, nanti telepon lagi." Aku pun sudah mulai santai lagi.

"Are you okay?" tanyanya kemudian.

"Iya, ok kok. Soal tadi, aku nggak tahu mesti bilang apa, kita baru saling chat dua harian ini, so I really don't know. Jadi biarin aja ngalir, kita ngobrol, kita sharing and anyway aku masih harus balikin HP temenmu itu, si Refly."

"Yeah, I know, makasih. Okay, kali ini aku pesan makanan beneran. Talk later?"

"Sure!"

***Tika R Dewi***

Selasa siang, aku ke kampus hanya untuk mengurus progress proposal magang. Dari kampus aku meluncur ke Kantor Kecamatan tempatku akan menjalani magang terakhirku. Aku sempat mampir J.CO Donuts, membeli selusin donat sebagai buah tangan untuk para ibu-ibu dan beberapa bapak mungkin, yang sudah sangat baik di masa magangku sebelumnya.

Texting (Republish) ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang