9 - Clarify

5.2K 1K 93
                                    

It doesn't matter what others are doing. It matters what you are doing

***

Keira | Aiden

"Aiden ...." panggilku begitu sambungan telepon tersambung.

"Apa?" jawabnya santai.

"Sibuk, nggak? Takutnya lagi meeting lagi," tanyaku padanya, nggak ingin kejadian kemarin terulang lagi.

"Nggak, lagi reviu-reviu dokumen aja.  Eh kamu bukannya harusnya lagi ketemuan sama Refly? Nggak jadi?"

"Udah kok, makanya ini telepon kamu, mau kasih tahu HP temenmu udah aku balikin dengan selamat." 

Aku memang baru selesai ketemuan dengan Refly. Untungnya dia nggak bawa pacarnya si My Love. Khawatir juga dilabrak, walaupun aku nggak ngapa-ngapain. Yang lebih penting, aku berhasil mengorek beberapa informasi dari Refly tentang Aiden. 

Masalahnya beberapa info yang kudengar tadi adalah sesuatu yang kurang menyenangkan. Dan sekarang aku sedang berusaha mencari tahu kebenerannya dari Aiden mulut sendiri.

"Kamu nggak punya kewajiban untuk kasih tahu aku soal itu," ujarnya disertai sedikit tawa.

"Ya, nggak pa-pa. FYI aja."

"Lama tadi ketemuannya?"

"Nggak sih, cuma minum doang dan lagi dong, kali ini dompet dia ketinggalan di mobil, jadi aku yang bayarin dulu tadi."

"What! Astaga Refly," sahutnya, kali ini tawanya lebih lepas. Belum ada tanda-tanda yang aneh dari nada suaranya, setelah aku membawa-bawa Refly dalam pembicaraan kami.

"Aiden ...." Aku penasaran sekali. Dan seperti biasa rasa ingin tahuku memang terlalu besar. Kugigit bibir, menahan diri ingin segera menanyakan tentang sesuatu yang Refly beritahukan tadi.

"Hmm ... kenapa, Keira? Sudah memutuskan mau ketemu sama aku? Masa ketemuan sama Refly mau sama aku nggak, sih?" 

Aku tertawa kecil mendengar protesnya. "Kamu tanya  aja sama temen kamu itu. Di mana aku kerja, atau gimana rupaku ini ... pasti dibilang jelek deh." Sengaja kupancing dia bercerita soal Refly dengan menyuruhnya bertanya soal diriku pada temannya itu.

"Kan aku sudah bilang, aku lama nggak kontak sama dia. Kalian ada ngomongin soal aku, nggak?"

Hening sejenak. Haruskah aku menanyakan atau dibiarkan saja. Bagaimana kalau jawabannya mengecewakan. Tapi akhirnya kujawab pertanyaannya, "Hmm ... iya ada ...."

"Kamu dari tadi sengaja mancing-mancing, mau tahu ya, kenapa aku sama Refly nggak kontak lagi?" Lagi-lagi aku diam. Begitu pun dia yang sepertinya menungguku menjawab.

"Refly, cerita apa aja sama kamu, Keira?" lanjutnya lagi.

"Soal bisnisnya yang kamu bikin gulung tikar ...," lagi-lagi aku sengaja berhenti sejenak menunggu responnya, tapi rupanya dia juga menungguku melanjutkan ceritaku, "soal kamu menghalangi dia mencari modal dan investor, itu beneran?"

"Kamu percaya?"

"Aku nggak tahu, makanya aku nanya."

Dia nggak langsung menjawab, kami sama-sama diam. Aku mencari tempat yang nyaman untuk duduk di dalam mal ini. Tadi memang sengaja memilih mal untuk ketemuan, karena selain ramai, lokasinya nggak jauh dari kos. Lagi pula tempatku bekerja di dalam gedung mal ini. Antisipasi kalau ketemuannya lama, aku bisa berangkat kerja langsung seusai bertemu Refly.

"Itu bener kok." Deg! Ada sedikit rasa kecewa menyusup di hatiku. Kenapa aku begitu terpengaruh dengan jawaban singkatnya? Padahal dia bukan siapa-siapaku, 'kan?

Texting (Republish) ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang