05: Luna Marah?

359 59 9
                                    

Pagi ini Zeyn merasakan sesuatu yang beda. Dia jauh lebih segar dibanding hari-hari sebelumnya. Berkat permintaan anehnya ke Luna, dia berhasil tidur pukul satu malam. Biasanya dia baru bisa tidur sekitar jam setengah tujuh pagi. Tapi tetap saja. Hari ini dia bangun kesiangan.

Kediaman Iwan diramaikan oleh kegaduhan Candra Zeynudin. Dia terbirit-birit menuruni tangga, memakai sepatu, mencari kunci motor. Tak lupa dengan menutup kuping menghindari ocehan Ima.

"Udin kok kamu sekolah?"

"Emangnya udah sembuh?"

"Tumben bangun sendiri."

"Sarapan dulu sini!"

"Naik motor jangan ngebut!"

"Kalo perlu nebeng sama Om kamu aja."

Kira-kira seperti itu. Tapi Zeyn tidak menjawab sepatah katapun. Dia pergi keluar rumah. "Assalamu'alaikum!"

Zeynudin tanpa jiwa zombie di pagi hari langsung pergi ke garasi untuk mengambil motor. Dia pergi menggunakan motor keluar dari halaman rumah. Tapi dia memberhentikan serta turun dari motor saat melihat Luna yang baru mau masuk ke dalam mobil ayahnya.

"Lo bareng gue aja! Naik motor lebih cepet, bel udah mau bunyi," saran Zeyn sambil menarik tangan gadis itu menuju motor yang terparkir di halaman rumah Iwan.

"Apaansi? Lagi tumben banget lo khawatir telat," kata Luna keheranan. Pria itu tak ambil pusing, dia mengambil satu helm lalu memasangkannya di kepala Luna. Kemudian dia memakai helm yang lain.

"Naik!" titah Zeyn yang siap berkendara. Mau tak mau Luna menuruti perkataan Zeyn. Apalagi anak itu mulai bertindak sendiri.

Zeyn merasa kalau Luna sudah naik ke atas motor. Pemuda tersebut lantas menarik kedua tangan Luna untuk memeluk pinggangnya.

Luna terkejut bukan main. Dia langsung menarik tangan, "Gausah modus pake ngebut-ngebut segala!"

"Kalo ga ngebut ya kita bakal telat," jawab Zeyn mulai berkendara. Dengan kecepatan penuh. Luna kaget, dia refleks memeluk perut Zeyn. Di wajah gadis itu terpampang jelas ekspresi takut sekaligus kesal. Sementara Zeyn tertawa kecil, dengan wajah blushing yang tertutup kaca helm.

Beberapa menit berlalu, beberapa menit pula Luna mengeratkan pelukannya pada perut Zeyn, berharap angin tidak dapat membawanya terbang. Dan beberapa menit juga detak jantung Zeyn bertempo cepat dengan wajah memerah.

Baru saja mereka tiba, bel berbunyi kencang. Semua berlari memasuki kawasan sekolah. Zeyn juga segera parkir motor, turun, dan melepas helm. Zeyn hendak mengajak Luna masuk ke dalam gedung sekolah. Tapi kelihatannya gadis itu kesulitan dengan helm yang dia kenakan.

"Zeyn ini macet gimanaa?" tanya Luna panik. Dia berusaha mengangkat helm itu ke atas. Tapi yang terjadi, rambutnya malah berantakan di dalam.

"Ck." Zeyn berusaha membantu Luna. Dia sedikit membungkuk, mensejajarkan tinggi dengan Luna. Tangan lihainya mencoba membenarkan helm yang macet. Matanya fokus, memperhatikan bagian mana yang salah.

Ini tidak baik bagi kesehatan jantung Luna. Wajah Zeyn yang terlalu dekat, bahkan ekspresi fokusnya benar-benar membuat Luna salah tingkah. Bahkan tanpa sadar dia memerah. Membuat Zeyn yang melihatnya sekilas terkekeh.

Candra BerlinaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang