masa lalu yang suram

20 6 0
                                    

Aku terlahir sempurna oleh ibuku, keluargaku hanyalah keluarga sederhana yang tinggal di daerah Bandung hidup bahagia tanpa ada gangguan. Bapakku bekerja sebagai tukang kebun di perkebunan milik keluarga sartej vithen, keluarga Belanda yang terpandang dan terhormat di desaku ini, sedangkan ibuku bekerja sebagai pembantu di rumah keluarga sartej vithen. Keluarga itu sangatlah baik kepada keluargaku kepada ibu ataupun bapakku, saat aku kecil aku sering bermain dengan anak dari keluarga sartej vithen, nama anak itu adalah Anna sartej vithen anak yang sangat ceria dan tidak angkuh, anak itu menganggap dirinya dan para pembantu maupun tukang kebunnya itu sama tidak ada yang lebih tinggi atau yang lebih rendah. Sikap itu sudah di tanamkan kepada anda sejak kecil oleh ibu dan ayahnya, Anna adalah anak tunggal dari keluarga sartej vithen, sama sepertiku anak tunggal tidak mempunyai adik ataupun kakak. Aku dan Anna bersahabat sedari kecil dan tidak ada yang melarang persahabatan kami.

Tahun tahun berlalu aku mulai tumbuh menjadi seorang anak remaja, begitu pun Anna kami tetap bersahabat. Kami bagaikan saudara kandung tetapi berbeda ibu dan bapak. Saat di tengah kebahagiaan kami, berita yang sangat memukul Anna datang yaitu berita bahwa ayah Anna tewas saat dalam perjalanan pulang menggunakan mobil. Mobil yang di gunakan ayah Anna jatuh kedalam jurang dan ayah Anna tewas di sana. Anna begitu terpukul ia menjadi anak yang pemurung dan ia tidak mau keluar dari kamarnya karna ia menganggap ayahnya adalah satu satunya pahlawan di hidupnya.

Aku berusaha menghibur Anna tetapi Anna tetap tidak mah keluar kamar dan bermain lagi bersamaku, dan Anna tidak mau makan walau hanya sesuap. "Hei Anna ayolah makan, jika tidak mau makan kau akan kehilangan tenaga dan tidak memiliki asupan" ucapku kepada Anna. Anna hanya diam dan tidak bergerak, ia hanya diam menatap keluar jendela. Kehidupan di rumah keluarga sartej vithen menjadi kelabu, semua menjadi suram dan tidak ada semangat lagi, semua ini membuat ibu Anna yang baik hati itu frustasi dan akhirnya ia bunuh diri dan membuat Anna semakin terpukul, semuanya semakin suram dan kelabu.

Aku semakin tumbuh dewasa, dan Anna pun sama ia akhirnya mau keluar kamar tetapi ia tidak seceria dulu lagi. Desas desus tentang Nippon sampai ke desaku. Mereka adalah tentara Jepang yang hendak menjajah Indonesia mereka terkenal kejam dan tidak berperi kemanusiaan, Membuat seluruh penduduk desa resah dan ketakutan. Aku hendak mengajak Anna pergi dari sini tetapi Anna hendak pulang ke Belanda, ia akan pulang ke sana dan tinggal untuk selama lamanya di sana bersama kakeknya. Entah mengapa Anna menjadi begitu membenciku, ia mengira semua ini salahku dan keluargaku. Ia bilang "Ningsih, aku begitu membencimu sekarang. Dan aku sadar bahwa kau lah kunci dari semua penderitaan kepergian ayah dan mamaku! Semenjak kau datang di keluarga ini semua masalah muncul di keluargaku! Tetapi mama ku selalu berpikir positif dan menganggap semua masalah ini adalah ujian dari Tuhan tetapi salah, itu datang dari keluargamu! Keluargamu pembawa masalah!"ucap Anna dengan nada yang sangat keras, dan membuat hatiku hancur berkeping keping sahabat yang aku kenalnsejak kecik ternyata menyimpan kebencian yang besar kepadaku dan keluargaku.

Ucapan Anna masih terngiang ngiang di kepalaku, ucapannya begitu menyakitkan. Dan aku menjadi pemurung aku hanya berdiam diri di rumahku aku tidak ingin kembali ke rumah itu, rumah keluarga sartej vithen. Rumah itu penuh dengan berjuta juta kenangan di dalamnya, dan sekarang kenangan itu sirna dan hilang entah kemana. Suara hujan yang bisa membuatku tenang dan sejenak melupakan Anna, aku menjadi menyukai hujan karna suara gemercik airnya membuat hati tenang.

Hari buruk dalam hidupku datang, Nippon datang mereka terkenal kejam. Bapak dan ibu di tangkap oleh mereka dan disekap entah di mana bersama para orang orang berkebangsaan Belanda," enatah mengapa mereka membenci bangasa Indonesia dan Belanda apa yang mereka ingin kan sebenarnya? " Pikirku dalam hati.

Aku terus mencari ibu dan bapak karna hanya merekalah keluargaku satu satunya. Aku terus mencari mereka tetapi aku tertangkap dan di bawa oleh mereka para tentara Jepang ke tempat untuk menyekap para bangsa pribumi dan Belanda. Mereka ingin semua bangsa pribumi dan Belanda menjadi budak mereka dan harus mematuhi segala keinginan mereka. Tetapi aku berontak dan berusaha kabur dari mereka. Aku berlari sekuat tenaga sampai aku terjatuh dan kepalaku mengenai batu dengan sangat keras, kepalaku pusing darah mengucur di pelipisku. Rasanya sakit dan membuat pusing tetapi aku masih kuat berlari aku pun terus berlari sekuat tenaga dengan darah yang terus mengucur di pelipisku namun naas, aku mencapai batasku tenagaku habis terkuras aku jatuh untuk kesekian kalinya dan satu tebasa pedang mengenai leherku dan semuanya menjadi gelap tubuhku seakan melayang di tempat gelap itu aku terus berjalan tetapi rasanya itu melayang aku terus mencari ibu dan bapak walau akhirnya aku tahu tidak akan menemukan mereka.

Di ujung tempat gelap ini ada sebuah cahaya yang berbentuk pintu, aku memutuskan untuk kesana dan masuk kedalam cahaya itu. Dan ternyata aku kembali ke dunia aku masih memegang teguh niatku untuk mencari ibu, namun pemandangan yang aku lihat begitu menyeramkan dan menyedihkan. Aku melihat jasadku yang kepala dan tubuhku terpisah, pemandangan yang sangat sangatlah menyeramkan dan jasadku di buang ke dalam jurang yang entah ada dasarnya tau tidak jurang itu sangat dalam, aku kebingungan harus mencari ibu dan bapak kemana lagi. Hal yang membuatku tenang yaitu suara gemercik air hujan begitu menenangkan tetapi aku masih kebingungan sekarang aku sudah tidak bisa mengeluarkan air mata lagi sekarang, menangis pun tidak ada air matanya.

Tak terasa air mata jatuh di pipiku dan aku memeluk erat tubuh Ningsih ceritanya begitu menyedihkan sangatlah menyedihkan.
"Ningsih ternyata masalalu mu begitu menyedihkan" ucapku terisak
"Ya begitulah jalan hidupku, tidak usah mengasihani ku" ucap Ningsih tersenyun
Lenggang sejenak Cantika pun ternyata tidak ada di sampingku entah kemana ia pergi dan hanya ada aku dan Ningsih di kamar ayah
"Terimakasih ya telah mendengar ceritaku" ucap Ningsih tersenyum dengan tulus
"Ya, sama sama. Dan aku tahu mengapa kau tidak suka berteman sekarang" ucapku
Ningsih hanya tersenyum lalu ia pamit dan pergi untuk kembali mencari kedua orang tuanya.

mata batinTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang