A Hidden Truth

3K 152 25
                                    

"Ikut aku, ada yang harus kita bicarakan." Azarya menarik paksa lengan Alana saat gadis itu baru saja tiba di ruang kerja mereka. Mau tidak mau, gadis itu menurut lantaran pria itu meraih tangannya dan tidak membiarkan Alana untuk melepaskan genggaman tangan itu. Gadis itu bahkan belum sempat duduk, meletakkan tas kerja dan bernafas, setelah melewati orang-orang yang menatapnya tidak suka dari lobby hingga di dalam lift tadi.

"Kita mau kemana?" Alana memperhatikan pria itu yang kini sibuk mengenakan kaca matanya. Lain kali ia harus bertanya alasan pria itu tidak pernah melepas kacamata hitam itu setiap kali ia berada di luar ruang kerja atau tempat-tempat yang mengharuskan pria itu bertemu dengan banyak orang.

"Bertemu dengan seseorang, dan kita tidak bisa menunggu terlalu lama." Azarya menuntun Alana, menggenggam tangan gadis itu dan tidak ingin melepasnya sedetikpun. Pria itu berdiri dengan angkuh, memilih untuk mengabaikan tatapan-tatapan dan bisikan-bisikan yang tertuju ke arah mereka berdua. "Jangan membicarakan gosip murahan!" seru pria itu dan sukses membuat suara dengungan di dalam lift lenyap seketika. Hening. Dan diam-diam Alana tersenyum dalam hati. Berada di sisi pria itu, ia selalu merasa dilindungi.

***

Derap langkah keduanya terdengar semakin cepat saat mereka memasuki lorong rumah sakit. Langkah mereka terhenti di depan sebuah ruang rawat VIP dan membuat Alana sedikit penasaran. Namun anehnya, Azarya tidak menghambur masuk dengan tergesa-gesa seperti yang ia lakukan beberapa saat lalu dan hal itu tentu saja membuat Alana penasaran. "Ada apa sebenarnya? Kenapa kau_" Azarya menempelkan jarinya di bibir gadis itu. Membuat kalimat yang hendak di lontarkan Alana terhenti.

"Aku ingin kau bertemu dengannya, tapi sebaiknya kau tidak membuat keributan." ucap pria itu namun tidak memberikan penjelasan apapun. Alana mengernyitkan dahinya, menatap bingung pria yang tingginya berbeda cukup jauh dengan dirinya. Tapi pria itu justru tersenyum dan merapikan poni yang nyaris mencapai mata gadis itu. "Kau masih ingat dengan kalimat yang aku ucapkan saat pertama kali menciummu?" tatapan pria itu kini beralih pada bibir Alana. Jemari Azarya mengusap bibir gadis itu perlahan dan membuat pemiliknya merasakan desiran aneh disekujur tubuhnya.

"Aku_lupa." jawab Alana tergagap. Tidak, sebenarnya dia ingat, hanya saja ia tidak yakin kalimat mana yang Azarya maksud. Dari sekian banyak kalimat yang diucapkan pria itu, sejujurnya Alana hanya mengingat satu kalimat sederhana. Saat pria itu melamarnya usai menciumnya.

"Biar aku ingatkan." Azarya mendaratkan sebuah kecupan ringan di bibir Alana lalu mengusapnya pelan. "Apa sekarang kau sudah ingat?" pria itu menikmati reaksi gadis di hadapannya. Tubuh gadis itu menegang dan Azarya menahan tawa karena berhasil mengerjainya lagi. "Aku akan menikahimu." lanjut pria itu seraya membuka pintu kamar tersebut dan membuat perhatian Alana teralihkan pada sosok yang kini terbaring lemah di ranjang yang putih itu.

Azarya membimbing Alana untuk melangkah masuk dan mendekati sosok wanita anggun yang terbaring dengan mata tertutup. Ada selang infus yang menghiasi tangannya dan membuat Alana meringis saat membayangkan sebuah jarum infus itu menembus kulitnya hanya untuk mengalirkan cairan ke dalam tubuhnya. "Tapi sebelum kita menikah, ada banyak hal yang harus aku katakan padamu. Ada banyak rahasia yang harus aku ungkapkan pada calon pengantinku. Aku tidak ingin membohongimu. Aku tidak ingin kita menikah dengan berlandaskan sebuah kebohongan. Aku ingin kau menerimaku, bukan sebagai Azarya yang selama ini hanya kau lihat dari pribadimu saja. Aku ingin kau tahu, rahasia yang tidak satu orangpun ketahui selama dia bukan bagian dariku."

"Namanya Aira." Azarya melepas kacamata hitamnya dan menatap wanita yang masih berbaring itu lekat-lekat. "Dia pernah menjadi bagian dari hidupku. Aku pernah mencintai wanita ini sebelum akhirnya aku memutuskan untuk menyelamatkan hidupnya dan membiarkannya menikah dengan Rafka." Alana tidak peduli dengan wanita yang kini masih tertidur itu. Tatapan gadis itu justru tidak pernah lepas dari wajah Azarya yang nampak menunjukkan rasa sakit karena tidak bisa memiliki wanita itu.

Don't Look Into My EyesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang