01. Pesona mematikan

28.8K 1.7K 161
                                    

Hai teman. Cerita baru aku. Baca yakk. Semoga makin kesininya makin jarang typo dan lebih menarik 🥰🥰🥰
.
.
.
.
.
.
Aegea Aurora berjalan kembali ke rumah sakit dengan wajah berseri seri. Ia baru saja selesai makan siang dengan Yosep Aurora, sang papa tercinta. Lebih dari sebulan tidak bertemu selepas Aegea meninggalkan Yunani dan kembali ke kota ini karena Ratih, mama tersayang baru saja kehilangan eyang kakung.

Memasuki kamar kerjanya, Aegea duduk dan mulai memeriksa satu persatu status pasiennya. Fokus yang tidak teralihkan walaupun beberapa rekan kerjanya masuk dan bergumam mencari sesuatu dihadapannya.

Telepon berdering dan Aegea menjawabnya segera. "Panggilan dari IGD Dokter, pasien kecelakaan baru saja masuk dan kita kekurangan tenaga." Bahkan suara si penelepon langsung terdengar sebelum Aegea menyapa dan langsung ditutup begitu saja. Aegea mengerti itu adalah kondisi darurat.

Setengah berlari Aegea meninggalkan ruangannya dan memasuki IGD. Hiruk pikuk orang di sana benar-benar seperti pasar. Menuju ke salah satu bilik, Aegea mulai memeriksa. Seorang pria berbaring di sana dengan luka di kaki yang terus mengeluarkan darah. Dengan cekatan Aegea memeriksa kondisi pasien itu. Yakin tidak ada tanda-tanda yang mengkhawatirkan, Aegea mulai menjahit luka yang terlebih dahulu sudah dibersihkan oleh paramedis.

Aegea bekerja dengan efisien, memeriksa, menjahit, dan memasang perban. Tidak ada keluhan meski punggungnya terasa sedikit kebas dan pegal.

Dua jam kemudian, tugas itu selesai dan IGD kembali lengang. Aegea melangkah kembali menuju ruangannya dengan langkah santai saat sebuah suara menghentikannya.

"Aurora ..."

Suara itu. Yang mati-matian dia usir selama hampir lima tahun ini, tiba-tiba terdengar begitu nyata menyapa rungunya. Di persimpangan antara bangsal bedah dan pediatri, Aegea menghentikan langkah. Pelan membalikkan diri.

Yang tampak dimatanya adalah seorang Dokter berusia pertengahan tiga puluhan, memakai kostum khas ruang operasi berdiri menatapnya tajam. Aegea mengamati penampilan pria itu secara keseluruhan. Rapi meski dua kancing teratas sudah terbuka, menampakkan rambut-rambut halus yang tumbuh di dadanya dan dengan lancang mengintip keluar. Cambang tipis yang selalu menjadi ciri khas dan tidak pernah berubah bahkan sejak lima tahun lalu.

Aegea mengerjap dari pesona mematikan sang dokter, menenangkan diri dan menarik nafas panjang sebelum menatap mata berwarna biru gelap yang menatap dalam ke arahnya.

"Ya, Dokter. Ada yang bisa saya bantu?"

"Apa yang kau lakukan di sini?" alih-alih menjawab, sang Dokter justru kembali bertanya.

Aegea berdecak pelan, mencoba bersabar menghadapi orang yang dibencinya ini.

"Tentu saja bekerja, Dok."

Dokter itu mengangkat sebelah alis demi mendengar jawaban Aegea. "Di IGD?"

"Benar, Dok," jawab Aegea singkat.

"Disana sangat berat dan itu tidak cocok untukmu. Lebih baik kau mengundurkan diri saja dan berdiam diri di rumah sambil mempercantik kuku tangan dan kaki."

"Anda menghentikan saya untuk mengatakan ini? Kalau niat anda hanya untuk menghina, lebih baik urungkan saja, Dok. Saya bukan Dokter dengan ijazah palsu dan tidak tahu apa-apa saat mengikuti seleksi penerimaan di sini. Selamat sore." Aegea melanjutkan langkah menuju kamar kerjanya dan bergegas melepaskan snelli nya sebelum pulang.

Tiga puluh menit terlambat, Aegea bergegas mobilnya sedikit lebih kencang meninggalkan rumah sakit tempatnya bekerja sebulan ini. Kemacetan tidak membuat emosinya memburuk terlebih lagi saat membayangkan siapa yang akan menyambutnya di rumah nanti. Seulas senyum terbit di bibirnya.

Cinta Lama Belum KelarTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang