Menempuh Hidup Baru

1.8K 26 2
                                    



9 Mei 2013 tes masuk perguruan tinggi negeri telah dibuka. Banyak sekali orang yang datang ke kampus untuk mengikuti tes tersebut. Semua memliki tujuan satu, lulus tes. Termasuk aku yang datang dari kampung yang terletak di Kediri, Jawa timur, sangat berharap bisa lulus tes tersebut dan masuk ke salah satu perguruan tinggi negeri dengan biaya yang tidak terlalu mahal. Kebetulan aku mengambil jurusan pendidikan bahasa Inggris. Ya, sebenarnya nggak terlalu jago-jago amat, tapi kayaknya jurusan itu yang paling cocok bagiku.

Sambil mengenakan kemeja kotak-kotak dan celana bahan, ku bersiap menghadapi tes tulis yang akan berlangsung selama 3 hari di salah satu kampus negeri di Jogja. Cukup lama sekali bagiku, dan mungkin juga amat membosankan. Karena aku paling tidak suka dengan ujian atau tes seperti itu. Tidak terlalu banyak interaksi dan kebebasan. Segalanya hanya terfokus pada lembaran kertas yang menurutku tidak penting. Kalau boleh memilih, mending tesnya interview, biar lebih menyenangkan. Ya, tapi mau bagaimana lagi, ini semua adalah syarat yang harus ku tempuh.

Satu kelas berisi sekitar 40 orang. Dan aku mendapat duduk paling kiri dan nomor dua dari depan. Di sampingku ada pemuda gendut putih seperti orang cina dengan kaos berkerah dan celana Jean yang terlalu ketat. Di belakangku ada wanita berkerudung merah mudah dengan baju ungu yang nampak serasi. Sedangkan di depanku pria sedang dengan penampilan klimis dan keren, sepertinya orang kaya.

Pria berkepala botak dengan jenggot yang sudah memutih memasuki ruang ujian. Dia membagikan lembaran-lembaran ujian yang akan kami (peserta) kerjakan. Waktu benar-benar terasa sangat lama sekali. Ujian telah ku selesaikan, tapi karena malu nanti dibilang pintar, ku memiling untuk menunggu. Ya, menunggu peserta yang lainnya menyelesaikan lembaran ujian.

Menurutku soal-soalnya tidak terlalu sulit. Soal-soalnya hampir sama dengan soal-soal yang ku dapatkan di sekolah. Namun perlu diketahui, nilaiku tak pernah di atas 8. Itu mungkin karena kecerobohank ketika mengerjakan soal. Nggak Cuma itu, biasanya dalam mengerjakan sesuatu aku juga ceroboh. Sukanya tergesah-gesah. Padahal pekerjaanya mudah dan masih ada banyak waktu untuk mengerjakannya.

Ujian pertama telah selesai. Di hari-hari berikutnya soal-soalnya dan suasana di ruang ujian juga sama. Kini ku hanya menunggu hasil akhir tes itu. Apakah aku diterima ataukah terdepak dari kampus. Aku sangat berharap sekali agar bisa diterima di kampus negeri di Jogja. Itu adalah impianku sejak lama. Guruku pernah bilang, "Kalau bisa ya kamu belajar di Jogja. Kenapa? Karena Jogja alah kota ilmu. Kamu akan menemui banyak orang besar di sana". Maka tak heran kalau aku selalu ngebet belajar di sana, bagaimana pun caranya. Ya, harus selalu berusaha dan berusaha. Ku pergi ke sini pun sendiri tak ada yang menemani.

Untung aku punya tetangga yang kebetulan belajar di Jogja, namanya Mas Hasan, mahasiswa semester 7 UIN Sunan Kalijaga. Aku bisa tinggal di kos-kosannya sebentar. Dia orangnya baik dan perhatian. Semua kebutuhan makan dia yang ngeluarin. Padahal aku sudah menolak berkali-kali, tapi masih gajah dipaksa, kalau tidak mau menuruti malah diusir nantinya. Ya, sudah kalau begitu. Ku tema semua pemberiannya itu.

***

Sore itu aku dan Mas Hasan pergi jalan-jalan di sekitar alun-alun. Sebagai orang yang baru mengenal Jogja, tentu saja aku senang sekali. Ya, sambil refreshing setelah tes 3 hari itu. Yang ku lihat banyak sekali rumah-rumah yang masih tradisional, sangat tenteram melihatnya. Selain itu, di beberapa tempat juga ada yang memiliki bangunan-bangunan besar. Karena Jogja sebenarnya adalah kota yang besar. Dahulu Jogja adalah ibu kota Indonesia sebelum berpindah ke Jakarta. Banyak kampus, tempat wisata, sekolah, dan beberapa bangunan tinggi yang aku sendiri tak tahu fungsinya. Setelah berjalan-jalan menggunakan motor Vario, tak terasa sekarang telah pukul 5.30 sore. Sudah mendekati waktu magrib.

"Dhil, sudah pernah ke masjid Gedhe belum?" tanya Mas asan.

"Wah, Mas ini gimana sih. Kan baru pertama kali ke sini." Jawabku.

"yo wes, sekarang kita ke sana dulu. Sudah mau magrib, nggak baik kalau ketinggalan shalat."

"Oke, Mas."

Kami pun akhirnya tiba di masjid Gedhe. Kalau dilihat dari fisik luarnya memang masjid ini sangat klasik. Pasti mengandung sejarah dan cerita di baliknya. Setelah masuk ke dalamnya, nampak ada yang aneh. Garis saf salat agak melenceng. Juga ada tempat khusus seperti kuruangan burung dengan ukuran besar di depan saf, tepatnya dekat dengan tempat imam. Seperti masih bermodel kerajaan. Hal ini mengingatkanku dengan film "Sang Pencerah". KH Ahmad Dahlan yang diperankan oleh Lukman Hakim, artis senior, menceritakan bagaimana dia berdakwah kepada masyarakatnya yang terbilang sesat dan bidah. Beliau dengan beraninya mengubah arah salat yang sebelumnya salah menuju ke arah kiblat, dengan menghadapi para sesepuh desa yang sangat tinggi derajatnya. Berbeda dengan dia yang masih muda dan dianggap tidak bisa apa-apa.

Ya, masjid ini sangat berkesan bagiku. Banyak hal yang ingin ku ketahui mengenai tempat ini. Tapi, ya malam sudah semakin gelap. Saatnya untuk istirahat menantikan kegiatan besok. Mencari destinasi wisata yang baru dan seru.

Tiba-tiba mataku tertuju pada gadis berkerudung biru menutupi kepala dan badannya yang sedang duduk menyendiri dengan mushaf di tangan kananya. Ya, dia sedang membaca al-Quran. Wajah yang anggun dan cantik itu menggetarkan hati ini yang sudah off selama bertahun-tahun. Siapa gadis itu? Hatiku bertanya-tanya. Tapi aku segera palingkan mukaku agar tidak terjerumus ke dalam zina terlalu lama.

Aku dan Mas Hasan naik motor kami menuju kos-kosan. Sesampainya di kos-kosan, Mas Hasan pun menghampiriku yang masih tersenyum-senyum sendiri. "Fadhil, kenapa senyum-senyum sendiri?"

"Ora enek opo-opo, Mas."

"Apa mungkin gara-gara gadis berkerudung biru tadi? Hehehehe...."

"Enggak, enggak, Mas."

"Ya, udah. Sekarang mandi dan istirahat. Masih banyak tempat yang mau tak tunjukin ke kamu."

"Iya, Mas."

Kami pun kembali beristirahat setelah jalan-jalan sore tadi. Sejujurnya ku masih terbayang-bayang tentang gadis itu. Ku ingin tahu dia lebih banyak. Siapakah dia sebenarnya?


Takdir CintaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang