WC

331 8 0
                                    



Satu bulan telah berlalu, aku sudah mulai terbiasa dengan kegiatan dan jadwal yang menumpuk. Fokusku terbagi menjadi dua, kampus dan TPQ. Tugas dan PR kampus begitu banyak, juga kegiatan ngajar di TPQ juga ada. Aku tak merasa ada bedanya dengan yang dulu. Sekarang aku tahu betapa pentingnya waktu, sehingga tak mau luput sedikit pun dari hidupku. Ini seperti analogi batu, krikil, pasir, dan air yang dimasukka kedalam toples. Selalu ada celah dan rongga untuk diisi. Jangan sekali-kali bilang, "waktuku penuh untuk melakukan ini". Sebenranya yang membuat kita merasa waktu kita full adalah nafsu kita, padahal faktanya masih ada waktu kosong yang bisa dipakai.

"Assalamualaikum.." sapa seorang mahasiswa yang tak lain adalah Fahri.

"Waalaikumsalam.. "

"Where were you last night?"

"I was at masjid."

"Why didn't you join our meeting in cafeteria?"

"I'm sorry, I had a new schedule with may students in TPQ."

"You know, we talked about our duty and presentation. Everyone of us will take chance to speak."

"What should I talk about?"

"You have to talk about American culture."

"Just it?"

"Yes. But you have to prepare well. I don't want you to be speechless."

Ya, membagi dua tanggung jawab itu tidak mudah. Tapi entahlah Allah selalu memberikan bantuan untukku. Selalu saja ku dapatkan ide dan gagasan untuk melakukan sesuatu. Maka waktu yang singkat bisa sangat bermanfaat bagiku untuk mempresentasikan tugasku.

Di kelas kelompokku maju ke depan untuk mempresentasikan tugas. Ya, setiap kelompok diberi nama-nama negara untuk dikorek-korek isi dari negara tersebut. Entah itu soal geografis, social, education, budaya, dan agama. Setiap kelompok bebas memilih topik. Sedangkan kami mendapat negara Amerika Serikat dan Kanada. Aku berbicara banyak mengenai budaya-budaya yang ada di Amerika, entah itu yang berhubungan dengan pakaian, makanan, dan kebiasaan. Aku kira cukup bagus dibanding kelompok yang lain.

***

Siang ini aku pergi ke perpustakaan lagi. Sebelum datang waktu ujian, ku harus banyak berinteraksi dengan buku agar siap menghadapinya. Aku butuh buku-buku yang berisi tentang idiom dan expression. Ku cari-cari, tapi nggak ketemu juga. Ku pun bertanya ke penjaga perpustakaan, katanya tidak ada.

"Mau cari buku apa, Dhil?" suara yang cukup mengagetkanku.

"Eh, Husna. Aku mau cari buku Idiom dan expression."

"Oh, buku seperti itu. Kalua mau, aku punya di rumah. Besok akau bawain."

"Beneran kamu punya? Emang rumah kamu di mana?"

"Rumahku kan di Jogja. Aku biasanya pulang di hari Minggu. Mumpung besok libur, bisa sekalian bawa buku itu."

"Boleh kalua nggak nyusahin."

"Enggaklah."

"Ngomong-ngomong ngapain kamu ke sini? Ada tugas?"

"Aku sebenarnya suka baca buku. Makanya sering ke perpustakaan. Dulu waktu di Pondok Pesantren juga sama, sering ke perpustakaan. Sampai teman-temanku sering menyebutku kutu buku. Aku mikir, memang buku ada kutunya? Heheh..."

"Oh, gitu. Aku dulu waktu di SMA juga begitu. Sering kali waktu kosong ku gunakan untuk baca buku. Tapi alhamdulillah nggak ada yang menjulukiku seperti itu."

Takdir CintaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang