Strange Overtones: VIII

5.5K 846 114
                                    

Mark pegal, ia menekan-nekan telepon genggamnya mengirimkan email kepada Renjun untuk menyusun jadwal hari seninnya karena sepertinya ia akan terlambat berangkat ke kantor hari ini. Haechan pulas tertidur di pangkuannya sementara ia tidak tidur semalaman menemani Haechan melamunkan sesuatu yang ia sendiri tidak paham. Mark kebingungan, apa ia harus membangunkan Haechan karena waktu sudah menunjukan pukul 5 pagi sementara si super sialan ini masih tidur atau ia biarkan saja Haechan tidur sampai siang jadi ia tidak jadi menemui Lucas-Lucasnya. Mark terkekeh mendengar pemikirannya sendiri.

Haechan tertidur dengan sangat-sangat nyenyak, sepertinya ia kelelahan memikirkan masa depannya sendiri. Mark merasa kasihan sekaligus mulai menyemai rasa sayangnya kepada sang pria mungil. Ia tundukkan kepalanya dan mencium kening Haechan halus. "Kau ini kenapa adorable sekali sih siapa yang tidak ingin memilikimu Haechan kalau kau bertingkah seperti ini terus. Kau tidak kasihan dengan kekasihmu melihat aku begitu payahnya dihadapanmu." desis Mark. Mark menghela nafas dan mengatur segala kemungkinan apapun itu.

"Heh bangun sialan! Kakiku pegal!" Teriak Mark sambil menggoyang-goyangkan tubuh Haechan.

"Uhmm Mark kasar sekali...." Erang Haechan sambil mengucek-ucek matanya.

"Ini sudah jam 5 pagi, kau tidak berkemas? Kata mu kau ditunggu sampai jam 7?"

"Ah iya.... aku pulang ke flatku dulu ya." Haechan langsung beranjak dan berlalu menuju flatnya.

Mark tertegun memandangi punggung Haechan yang perlahan menghilang dalam peredaran. Haechan tidak berbicara apapun semalam, tidak juga pagi ini. Mark berandai-andai, seandainya ia bisa menahan Haechan untuk tidak pergi, seandainya ia yang bertemu lebih dulu dengannya bukan kekasihnya, seandainya dan seandainya. Hati Mark gugur bahkan sebelum sempat berseri. Pertama kali dalam hidupnya ia begitu gila ingin memiliki seseorang yang bahkan sama sekali tidak pernah memilihnya. Ia hanya bisa terduduk dalam kehampaan yang tidak pernah ia undang, rasa sakit hati yang pelan mengerogoti sistem-sistem di tubuhnya yang kaku.

Mark terakhir diketahui menjalin kasih dengan teman di universitasnya, wanita baik hati dan selalu murah senyum. Mark memutuskan untuk berhubungan karena merasa ada timbal balik yang baik atas hubungan tersebut. Mereka sama-sama mengenyam pendidikan pada jurusan International Relations, mereka berdua sama-sama intern di satu kantor duta besar yang sama, sama-sama mengadakan research untuk paper mereka dan semuanya terasa menguntungkan. urusan tetek bengek pendidikan terasa lebih mudah apabila kau punya partner yang tepat bukan. Lalu mereka berpisah karena sang wanita pindah ke belahan bumi lain untuk melanjutkan gelar masternya dan tentu saja untuk melanjutkan hidupnya sendiri. Saat itu bahkan Mark tidak berlarut-larut dan menghargai keputusan Wanita tersebut. Hidup tidak pernah menjanjikan apapun pikirnya kala itu.

Setelah 4 tahun ia lalu memutuskan untuk tidak terdistraksi oleh romansa-romansa murahan, kini ia malah terjebak dengan seorang pria yang bahkan tidak pernah memilihnya. Mark ingin protes kepada atom-atom di dalam dirinya sendiri namun ia tidak berdaya. Mark beranjak menuju teras balkonnya, menyalakan rokok dan memandangi langit yang masih gelap. Angin bulan September menghempas asap-asap yang berterbangan dari mulutnya. Lampu-lampu dari perkotaan masih bersinar dari kejauhan, bau petrichor menyeruak masuk. Begitu senyap dan sepi seperti sediakala. Tak lama ufuk timur mulai mengeluarkan semburat oranye yang cantik, begitu cantik seperti ia yang datang dan pergi begitu saja.

Mark tidak bergeming sama sekali dari balkonnya, sudah hampir satu jam ia berdiri memandangi langit. Otaknya kosong, hatinya hampa. "Apa ini yang dinamakan aku sudah terlalu mencintai kehampaan sampai aku terlalu coward untuk mengakhirinya."Mark membatin dan memulai opera sabunnya dengan bermonolog kosong. Terlalu banyak perasaan yang ia kesampingkan demi memberi makan egonya. Mark harus protes kepada siapa selain dirinya sendiri. Mark mengambil gitarnya, perlahan memainkan chord dan mulai bernyanyi riuh rendah menangisi hari.

Strange Overtones (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang