"Emangnya gue mau sekelompok sama lo? Kalo bukan karena terpaksa, mana mau gue!"
Ziyanan yang sedang duduk di meja kantin, menatap Sion dengan wajah tak suka. Bukan maksud hati menolak secara langsung, tapi Ziyanan memang tidak mau sekelompok dengan anak ini. Ziyanan tidak habis pikir. Kenapa harus Sion?
Apa tidak ada orang lain?
"Denger, ya, Ji. Kelompok gue itu dibubarin gara-gara anggotanya kurang. Dari 11 orang, cuma sisa tujuh biji. Sisanya dipencar-pencar ke kelompok lain. Dan gue masuk ke kelompok lo."
Alasan yang bagus dan masuk akal, tapi Ziyanan tetap tidak mau terima.
Sion dan Ziyanan adalah dua orang sahabat yang selalu nempel kemana pun mereka pergi semenjak ospek fakultas. Mereka berdua sama-sama pejuang dugdag, dan sering nebeng bersama di kost-an orang lain. Karena alasan kedekatan itu lah, Sion dan Ziyanan digosipkan pacaran.
Yeah, Ziyanan sebenarnya tidak peduli. Toh nyatanya mereka berdua cuma teman biasa. Tapi yang menjadi masalah adalah ketika anak-anak perempuan di kelas mereka mengait-ngaitkan pertemuan Sion dan Ziyanan sebagai sebuah takdir. Dan dengan polosnya, Sion malah setuju.
Dimana ada Sion, di situ pasti ada Ziyanan. Begitu juga sebaliknya.
Dan 'takdir' itu sekarang sedang bekerja. Lagi. Karena ketika Ziyanan tengah berbahagia bisa ada di kelompok yang berbeda dengan Sion, takdir mempertemukan mereka kembali.
Kampret.
"Kalo di kelas kita sih, gue harusnya satu kelompok bareng Windu sama Disa. Tapi si Windu nggak bakal ikut ospek. Tau tuh kenapa. Nggak bilang-bilang dia sama guide-nya—"
"Argh—sial! Kenapa bukan Disa aja yang ikut kelompok gue...?!"
Sion memasang wajah kaget dan kesalnya sekaligus. Kaget karena Ziyanan tiba-tiba memotong ucapannya, dan kesal karena Ziyanan sebegitu tidak ingin satu kelompok dengannya.
"Emangnya gue mau sekelompok sama lo? Kalo bukan karena terpaksa, mana mau gue!" bentak Sion kembali emosi. Dan Ziyanan hanya bisa kembali pasrah menerima takdirnya.
***
"Sion. Sion aja."
"Namanya Sion Aja?"
"Nggak pake Aja, Kak. Namanya Sion doang."
"Oh... Sion Doang? Marga orang mana tuh?"
Sembilan anak yang duduk lesehan di beranda Fakultas Sastra terkekeh geli karena pertanyaan polos dari Fauzi –guide atau mentor mereka selama ospek jurusan yang sekarang berada di semester 3.
"Bercanda, bercanda." Ucap sang kakak tingkat dengan cepat sebelum Sion emosi. "Ayo, duduk."
Setelah puas menertawakan Sion dan Fauzi, sembilan anak tersebut kembali diam dan memperhatikan Fauzi yang tengah menjelaskan detail mengenai ospek jurusan nanti. Rencananya, mereka akan menginap di villa yang ada di Lembang selama tiga hari dua malam dan melangsungkan acara di sana.
Saat Fauzi mengabsen kehadiran anak-anak bimbingannya, dia baru sadar kalau ada satu anak yang menghilang.
"Alkami mana?'
"Saya, kak?"
"Anjir!"
Fauzi memekik saat ada suara yang tiba-tiba terdengar. Alkami yang baru datang, muncul dari tangga yang ada di belakang Fauzi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Catastrophe
General FictionAku ingin bercerita. Bukan tentang aku, tetapi tentang Windu. Tentang Alkami. Dan juga tentang Ziyanan. Untuk menyebut mereka sebagai teman, aku ragu. Karena mereka bertiga punya kehidupan dan cerita yang tidak bisa aku mengerti sampai kapan pun. Wi...