2.0 execute.file ;

177 18 20
                                    

Eli tidak tahu harus merasa puas atau tidak. Ini pekerjaan terbesarnya setelah terakhir kali ditendang keluar dari Scotland Yard. Sekiranya pekerjaan ini dapat berjalan lancar.

"Bagaimana Rose,  apakah kali ini aku akan berhasil? " Eli mengusap kepala Rose,  burung hantunya. Rose hanya menjawab dengan mengelus kembali Eli. "Mungkin. Aku juga tidak tahu apa yang kuhadapi."

Eli merogoh saku mantelnya. Mata birunya menatap flashdisk itu, yang diberikan pada Aesop saat bertemu di Nando's barusan. Ini bisa saja membawa informasi yang bisa membunuhku, batin Eli. Semoga kesalahannya di Scotland Yard tidak akan terulang untuk kedua kalinya.

Kurang menjaga rahasia. 

Ditancapkannya flashdisk itu ke laptop. Disitu dia menemukan sebuah compressed file. Ketika dibuka, berisi sebuah dokumen spreadsheet dan execution file.

Execution file… aplikasi? 

Dan Eli pun sadar bahwa ada sebuah file readme. Bodohnya aku,  tentu saja Aesop meninggalkan instruksi!  Jemari pemuda itu mengklik file tersebut. Notepad pun terbuka. Isinya :

Ingat Rose. 

Kepala Eli langsung menoleh ke burung hantu tersayangnya yang sedang bertengger di tiang. Pandangan pemuda itu tertuju pada penutup mata yang dipakai Rose. Itu dahulu adalah pemberian Aesop karena dia merasa bertanggung jawab sudah tidak sengaja membutakan mata kanan Rose. Penutup mata itu dihiasi dengan sebuah kristal. Permata,  mungkin. 

Ketika aplikasi itu dijalankan, yang muncul hanyalah layar hitam.

Jemari kurus pemuda itu bergerak lincah di atas keyboard laptopnya. Dia tahu, yang harus dia lakukan adalah mengetik sebuah password. Tapi apa passwordnya. Apa hubungan antara Aesop  dengan Rose. Apa yang berkaitan dengan mereka berdua? Eli terus mengetik password yang terlintas di kepalanya. Namun aplikasi itu masih menolak dia. Tiap Eli menekan enter, aplikasi itu kembali menjadi layar hitam, seperti semula.

Matanya kembali tertuju pada Rose. Apa ada hubungannya dengan batu mulia di penutup mata Rose? Eli bukan ahli batuan. Mana mungkin dia bisa langsung tahu, matanya tidak jeli. 

Haruskah aku konsultasi ke Campbell?

Eli beranjak dati sofa flatnya. Mengancingkan kembali mantelnya dan mengulurkan tangannya pada Rose. “Ayo Rose, kita pergi ke Glasgow malam ini.”

***

Norton Campbell pulang ke flatnya dengan keadaan basah kuyup.

Ditaruhnya sepatu bot miliknya di rak, berlumuran lumpur dan pasir. Mantel dia lempar ke keranjang pakaian kotor, dan tangannya meraih handuk, yang dia pakai untuk mengeringkan rambut hitamnya. “Cuaca di sini tidak ada bedanya dengan Inggris,” desah Norton.

Aroma kare menguar dari dapur. Subedar. Norton bergegas menuju dapur. Tebakannya tepat. Seorang pria Nepali, dengan rambutnya diikat, sedang menuangkan garam masala ke dalam kari yang meletup-letup di panci. “Tepat waktu, Norton. Hari ini aku memasak chicken tikka dan korma. Juga ada paneer, bila kamu mau.”

“Paneer all the way,”  Norton menarik kursi, dan duduk di depan meja makan. “Naib, naan-nya dimana?”

“Norton, kamu tahu aku jarang membuat naan sendiri,” Naib menuang korma ke mangkuk, dan menaruhnya di atas meja. “Tapi karena hujan, aku tidak bisa memesan pula. Jadi kubuat spesial sekalian.”

Naib membalikkan badan, kembali fokus ke kompor. “Hari ini aku membuat kulcha, berisi jamur, telur, dan keju.”

Hidangan pun siap. Tikka masala, korma, kulcha, paneer, nasi, semua berjejer diatas meja makan. Aroma rempah yang semerbak memenuhi ruangan. Tidak ada hal yang lebih enak daripada memakan makanan dari semenanjung India sehabis kerja, ditemani cuaca Skotlandia yang tidak kalah murung dari Inggris.

(identity v) inclusionTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang