Ponselnya yang berdering terus membuatnya terbangun dari tidur.Vanya mengerjapkan mata beberapa kali.Tidurnya benar benar nyenyak.Dalam kondisi yang masih sama seperti saat tidur,Vanya mengangkat telepon di ponselnya.
"Halo"
"Vanya lo di mana sih?!"Oh,iya gue kelupaan. Vanya lupa memberitahu si kembar.Pasti ketika sampai di rumah ia akan mendapat sidang besar besaran.
"Van,Vanya!"
"Gue pulang naik angkot"
"Kenapa naik angkot sih?!"
"Tadi-"
"Apa?!"Huh,menyebalkan Dino benar benar protektif.Vanya harus selalu memberitahu keadaannya ketika tidak bersama dengannya.Padahal Dino kan bukan pacarnya.
"Tadi gue keburu pulang.Lagian kan lo masih rapat OSIS.Nunggunya lama" ucapnya asal.Hanya kalimat itu yang terpikirkan."Hmm...ya udah kalo gitu.Gue sama Doni gak pulang dulu ke rumah"
"Kenapa?"
"Mau nganterin momy ke stasiun"
"Gue sendirian dong"
"Di rumah ada bude Devi"Kemudian ponsel terputus sepihak.Vanya terdiam,mengamati jalanan dan bangunan yang dilewatinya.Matanya menangkap si mas angkot yang terlihat menahan tawa.
Apa yang lucu?
Bau vanilla menyeruak ke dalam hidungnya dengan jelas.Vanya suka bau itu.Tapi,muncul satu kesadaran.
Vanya melirik sebelahnya.Matanya membulat sempurna.Posisinya sekarang benar benar-Menyebalkan.Kepalanya bersandar di atas pundak tegap milik Radit.Spontan Vanya langsung menjauh sedikit.
Sejak kapan kepalanya bersandar di sana?
***
Matanya terus bergerak mengamati ruangan itu.Perpaduan warna putih dan biru laut mendominasi ruangan itu.Vanya menarik pelan bangku kecil ,lalu duduk di atasnya.
Matanya disuguhkan pemandangan sejuk dari jendela ruangan itu.Sebelah tangannya menopang dagunya.Sedangkan sebelah tangannya lagi mengambil secarik kertas di laci.Setelah itu ia menyusunnya di atas mesin ketik lama miliknya—milik—ayahnya.
Dulu ayahnya sering sekali menggunakannya.Untuk menulis perasaan yang dirasakannya.Walau ayahnya notabennya seorang laki laki.Yang jarang mengungkapkan perasaannya dalam tulisan.Vanya akui ayahnya memang unik.
Jari jemarinya mulai memainkan setiap tombol yang ada.Suara familiar dari mesin itu pun terdengar.Vanya menyukainya.Tak lama tulisannya pun jadi.Kertas itu ia ambil lalu dibaca kembali.
Senyum tipis terukir di wajahnya.Semenjak kepergian mendiang ayahnya,mesin ketik itu sering digunakan Vanya.Sama seperti yang dilakukan ayahnya dulu.
Vanya beranjak dari duduknya. Mengambil sebuah map besar berwarna cokelat yang sudah terlihat usang.Dan meletakkan secarik kertas tadi di dalam map itu.
"Ngapain neng?" kepala Radit menyembul dari balik pintu."Ngapain lo ke sini?" tanya Vanya balik."Kata bunda lo di sini jadi gue ke sini.Bunda yang nyuruh gue buat ke sini"
"Terserah" Vanya kembali fokus dengan map cokelatnya.Sementara Radit-Entahlah,Vanya tak memperhatikannya.
Radit mengamati setiap sudut ruangan,ukurannya tak seluas kamarnya.Namun,juga tidak terlalu sempit menurutnya.Sebuah boneka kecil,menarik perhatiannya.
Kayak kenal,batin Radit.Ia terus mengamati boneka kecil itu.
"Ini punya siapa?" Radit menyerah karena tak bisa mengingat.Ingatannya memang lemah.Vanya yang dari tadi sibuk dengan aktivitasnya,tertarik dengan yang ditanyakan Radit.
KAMU SEDANG MEMBACA
STALLED
Teen Fiction"Jika ditakdirkan bersama kelak pasti akan bersama" Bukankah begitu? Meskipun bersembunyi di daerah kutub utara yang tak berhuni sekali pun,jika memang ditakdirkan bersama pasti dapat ditemukan juga oleh pasangannya.Karena takdir,tak ada yang bisa...