Martabak Pedas

19 1 2
                                    

Radit memutuskan sambungan teleponnya sepihak.Padahal,Vanya kan belum bicara alasannya ia menelpon.Ponselnya ia lempar ke tempat tidur.Wajahnya ia tenggelamkan ke bantal.

Kepala Vanya terasa sakit.Sakit itu datang lagi.Vanya memegangi kepalanya yang terasa sangat sakit.Tubuhnya meringkuk di atas tempat tidur.Ia merintih kesakitan."Bi Mir!" panggilnya.

Pintu kamar terbuka lebar,Bi Mir terpogoh pogoh menghampirinya."Ada apa non?"

"Kepala Vanya sakit bi" keluhnya.Bi Mir khawatir tangannya gemetar."Bibi kasih tau ke bunda ya non?"

"Jangan bi" sergah Vanya menahan tangan Bi Mir."Tapi,non bibi takut kenapa napa" dalam situasi sakit seperti itu Vanya masih sanggup untuk berpura pura.Senyumnya mengembang secara terpaksa."Gak papa bi,paling ini cuma sakit kepala biasa.Minta tolong ambilin obatnya ya bi" ucapnya.

"Tapi,non ini udah sering kayak gini" Bi Mir tetap mengelak.Kondisi Vanya saat ini sangat mengkhawatirkan.Bi Mir takut terjadi apa apa.Beberapa terakhir ini Bi Mir sering mendengar keluhan Vanya yang merasa sakit di bagian kepalanya.Datangnya pun tak tentu.Kadang dalam sehari datang sebanyak dua kali.Atau bahkan pernah tidak sama sekali.

"Gak papa Bi Mir" Vanya merubah posisinya menjadi duduk.Sekuat tenaga ia berusaha untuk menahan tubuhnya.Sakit di kepalanya benar benar menyakitkan dan mengganggu.Akhirnya Bi Mir menurut ia memberikan obat pereda sakit yang diminta oleh Vanya.

Setelah meminum obat,Vanya pun membaringkan tubuhnya.Kemudian tidur.Tidur merupakan solusi yang ia pilih.Dengan tidur rasa sakit tadi tak terasa lagi.

***

Seperti biasa ia meliuk liukkan setir sepeda ke kanan dan ke kiri.Hembusan angin sore menerpa wajahnya.Membuat rambut panjang Vanya yang terurai mengenai wajahnya.Cewek itu duduk di depan seperti biasa.Sebelah tangannya ia rentangkan,berlawanan dengan hembusan angin.Wajahnya benar benar terlihat senang.Sesekali suara tawanya terdengar kala Radit hampir kehilangan keseimbangan akibat ulahnya.

Aneh.Baru pertama kali Vanya meminta jalan jalan bersamanya.Biasanya butuh perjuangan besar untuk mengajak cewek itu pergi.Bahkan,sering ajakannya ditolak oleh Vanya.Hanya sekedar jalan jalan.Padahal tadi Bi Mir bilang bahwa keadaan Vanya sekarang kurang enak badan.Namun,cewek itu seolah menepis kenyataannya.

Kakinya terus mengayuh kayuh sepeda.Perlahan.Cukup lirih terdengar suara Vanya bersenandung menyanyikan lagu "Naik Naik Ke Puncak Gunung" ketika jalanan yang dilalui menanjak.Dan ketika jalanannya menurun,Vanya memekik kegirangan layaknya anak kecil.

Semakin lama matahari semakin terbenam.Semburat semburat jingga di langit benar benar indah.Vanya tak menyia-nyiakannya.Tangannya dengan lincah mengambil setiap detailnya dengan kamera yang sedari tadi ia kalungkan di lehernya.Seolah olah langit itu mempunyai arti tersendiri baginya.

Tak terasa kayuh sepeda,membawa mereka melalui jalanan kota.Terdengar bising beberapa kendaraan di sekitar mereka.Beberapa lampu remang remang menerangi jalan raya.Terlihat indah.Vanya mengabadikannya dengan kamera miliknya.Keduanya seolah tak peduli dengan matahari yang semakin terbenam.Keduanya benar benar menikmati perjalanan mereka.

Rem sepeda ditarik tepat di tepi sebuah taman.Yang terletak di tepi jalan raya.Radit menepikan sepedanya lalu duduk di sebuah bangku kayu dengan nyaman.Sedangkan Vanya masih sibuk mengabadikan setiap detail objek dari pemandangan senja di jalanan kota.

"Tumben lo mau jalan sama gue?" pertanyaan itu akhirnya terlontar dari mulut Radit,yang tak tahan dengan keadaan hening yang melanda.Sesaat Vanya menoleh,lalu kembali fokus dengan kamera nya.Setelah itu Vanya berjalan mendekatinya,duduk di sebelahnya.

"Pengen aja.Emang kenapa?" mata cewek itu terfokus memandangi beberapa hasil jepretannya."Lo gak jalan sama Faishal?"

Vanya berhenti memandangi hasil jepretannya.Ia menatap Radit dengan kesal.Dahinya berkerut kerut.Menunjukkan raut bingung bercampur kesal."Maksud lo?"

STALLEDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang