Sore itu Vanya duduk sendirian di teras.Di rumah hanya ada dirinya sendiri.Tidak ada yang lain.Tangannya menggenggam erat boneka panda berukuran kecil yang duduk di pangkuannya.Ia merasakan sesuatu ketika melihat boneka itu.Tapi Vanya sendiri juga tak tau apa.
"Whatsap?" suara itu mengalir lembut di telinganya."Baik,ngapain lo ke sini?" tanyanya.Vanya sama sekali tidak terkejut.Karena sebelumnya cowok itu sudah mengatakan akan ke rumahnya.Radit membenarkan posisi duduknya agar lebih dekat dengan Vanya lalu baru menjawab."Gue pengen aja ke sini"
Matanya menatap boneka di pangkuan Vanya.Sudut bibirnya terangkat membentuk senyuman.Hatinya merasa bahagia melihat boneka itu.Namun,juga terasa sakit."Lo sayang banget ya sama boneka itu?" tanyanya mencoba mengalihkan pikirannya sekarang."Mungkin"
Mendengar itu Radit mengerutkan dahinya."Maksud lo?"
"Gue juga gak tau"
"Maksud lo gimana sih?"
"Jangan tanya terus tentang ini!!" Vanya membentak Radit dengan keras.Yang mampu membuat Radit terkejut.Akhirnya Radit pun diam sambil melirik cewek di sebelahnya.Seperti biasa cewek itu selalu terlihat sangat gelisah saat marah."Nih lempar" Radit menyodorkan sebuah batu."Tapi,jangan sampek kena orang" lanjutnya lagi.
Vanya pun menurut,ia mengambil batu itu.Lalu melemparnya asal.
"Gimana mendingan?" tanya Radit.Vanya mengangguk kecil.Radit slalu bisa membuatnya tenang.Seperti kemarin dan sekarang,slalu ada cara yang dilakukannya.Walau kadang menyebalkan.
"Kok sepi?" Radit memperhatikan sekitar rumah yang terlihat sangat sepi."Pada keluar semua"
"Hiiiih kasihan ada yang di rumah sendirian" sindir Radit sambil menoel noel bahu Vanya.
"Mau gue lempar batu?!" tanya Vanya sambil meliriknya tajam.Seketika Radit langsung menggeleng sambil menunjukkan cengiran lebarnya.
"Uhuk! Uhuk!"
Vanya menatap Radit dengan bingung."Uhuk! Uhuk! Ehem!"
"Lo batuk?" Radit menggelengkan kepalanya."Terus?"
"Gak tau tiba tiba tenggorokan gue kayak kering gitu" jelasnya sambil memegangi lehernya."Minum dong"
"Emang di sini ada minum?" Vanya beranjak dari duduknya,menatap Radit sengit."Mau apa,teh apa kopi?" akting Radit berakhir.Ia terkekeh lirih menyadari rencananya berhasil."Teh aja deh! Kayaknya enak"
Kemudian Vanya masuk ke dalam rumah menuju dapur.Selesai membuat teh.Vanya meletakkanya di atas nampan dan membawanya ke teras."Nih minum"
Radit segera merebutnya dan meminumnya.Namun,terhenti sebentar."Ini buatan lo sendiri kan?"
"Iyalah kan gak ada orang!"
"Buatnya pakek cinta gak?"Vanya mengernyit.Radit memang menyebalkan.Tadi meminta untuk dibuatkan teh.Sekarang tehnya sudah jadi.Cowok itu malah bertanya yang aneh aneh."Gak!gue buatnya pakek kebencian!"
Teh itu pun diminum.Senyum mengulum di wajahnya."Ati ati kalo benci lama lama jadi cinta" Radit menaik turunkan alisnya lalu melanjutkan meminum tehnya.Setelah puas meminum teh.Radit meletakkan cangkir itu di sebelahnya.Menghembuskan napasnya pelan.
"Van,gue suka sama lo" cicit Radit.Vanya menoleh.Matanya menyipit."Apa!?"
Radit mendengus.Perkataanya barusan bukan sebuah pengumuman yang bisa diulang-ulang.Jadi,Vanya harus mendengarkannya dengan baik.
"Dit lo tadi bilang apa!?" raut wajah Vanya terlihat kebingungan.Sepertinya Vanya benar benar tidak mendengarkanya.Dasar.
"Gue suka teh lo,enak banget"
"Hmm emang harusnya gitu"
KAMU SEDANG MEMBACA
STALLED
Teen Fiction"Jika ditakdirkan bersama kelak pasti akan bersama" Bukankah begitu? Meskipun bersembunyi di daerah kutub utara yang tak berhuni sekali pun,jika memang ditakdirkan bersama pasti dapat ditemukan juga oleh pasangannya.Karena takdir,tak ada yang bisa...