Would You Dance With Me?

13 2 0
                                    

Usaha keduanya berhasil.Vanya segera bergegas pergi dari sana.Tak ada gunanya ia berlama lama di sana."Makasih udah bantuin gue" Vanya tersenyum manis kepada Radit.

"Gitu doang?" tanya Radit jengkel."Terus mau lo gimana?" Vanya penasaran dengan apa yang akan diucapkan Radit,sehingga ia menghentikan langkah kakinya.Radit mengulurkan tangannya."Would you dance with me?"

Perlahan tapi pasti Vanya mengulurkan tangannya kepada Radit.Senyum Radit mengembang ia langsung mengenggam erat tangan Vanya.Sebelah tangannya melingkar di pinggang cewek itu.

Radit melangkahkan kakinya pelan ke kanan dan ke kiri.Diikuti Vanya.Gerakan mereka sangat pelan dan tenang.Dansa mereka diiringi dengan alunan lagu dari acara yang berlangsung tak jauh dari mereka serta rintikan air hujan.

Keduanya berdansa bersama di atas balkon tanpa mempedulikan apa pun.Radit menatap Vanya dengan senyum yang terus mengembang,begitu pula Vanya,badannya berputar dengan tangan yang masih menggenggan terangkat ke atas.Kemudian Radit mendekap tubuhnya,membuat keduanya terhenti.

Keduanya saling tatap.Alunan musik juga tak terdengar lagi,hanya rintikan hujan saja.

Tiba tiba Vanya mundur selangkah menjauh dari Radit.Tanpa berkata apa pun Vanya langsung pergi meninggalkan acara itu.Meninggalkan Radit.

Kakinya terus melangkah,tak peduli air hujan yang membasahi tubuhnya.Bulir mata terus menerus mengalir di pipinya.Tiba tiba saja Vanya teringat dengan Kenzo.Menyebalkan.Kenapa ia harus mengingat cowok itu?

Dalam bus Vanya hanya dapat mengamati kendaraan yang berlalu lalang dari balik kaca.Kepalanya ia sandarkan ke kaca bus.

Tiba tiba bus berhenti mendadak.Membuat Vanya terdorong ke depan.Bersamaan dengan itu terdengar suara seorang laki laki."Minta maaf ya sebelumnya,ini ada kesalahan teknis.Jadi hanya bisa mengantar setengah perjalanan saja" laki laki itu merundukkan kepalanya penuh dengan penyesalan.Hal itu terlihat jelas dari wajahnya.

Beberapa orang menggerutu kesal sambil turun dari bus.Setelah turun dari bus.Ia mencoba mencari kendaraan umum lain agar segera sampai di rumah.

Tak lama sebuah mobil sedan hitam berhenti di depannya.Vanya mundur selangkah menjauh.Kaca mobil pun bergerak turun,menampakkan sosok pemilik mobil tersebut.

"Lo!?" Vanya tak percaya jika dihadapannya sekarang adalah Radit."Gue anterin yuk!" ajaknya."Gak mau" Vanya berjalan meninggalkan Radit.Namun,Radit tak menyerah.Ia melajukan mobilnya mengejar cewek itu.Kemudian berhenti menghalangi jalannya."Lo yakin gak mau? Ini udah malem loh,hujan lagi.Nanti lo demam"

"Kan cuma gerimis"
"Justru nanti lo bisa demam,udah deh buruan naik aja!" perintah Radit.

Vanya mendengus,ia membuka pintu mobil lalu masuk ke dalam.Tak lama mobil sedan hitam itu pun melaju.

Suasana hening di antara keduanya.Tak ada satu pun yang memulai pembicaraan.Mobil yang mereka tumpangi melalui sebuah jalanan yang cukup rindang akan pohon pohon besar.Vanya mengerutkan dahinya,jelas jelas ini bukan jalan menuju rumahnya.

"Lo mau bawa gue ke mana!?" tanyanya to the point.Pikiran aneh aneh bertebaran di kepalanya.Apalagi kondisi yang semakin gelap."Anterin lo pulang lah" Radit tetap fokus menatap jalanan."Ini bukan jalan ke arah rumah gue!!" Vanya melotot ke arah Radit sambil terus menggertak cowok itu.

"Ini jalan pintas ke rumah lo,jalanan yang biasanya barusan ada kecelakaaan"

Alisnya beradu.Kecelakaan? Alasan yang cukup logis.Tapi,ia tak boleh dengan mudah percaya."Gak usah ngada ngada deh!" Vanya mencoba menyangkal ucapan Radit.Sesaat Radit menatapnya,lalu kembali fokus menatap jalanan.Tangannya merogoh saku celananya.Menampakkan benda pipih berwarna hitam di baliknya."Nih,kalo lo gak percaya baca aja,barusan temen gue ngabarin kalo di sana ada kecelakaan" Vanya hanya menatap benda itu,sama sekali tak berniat mengambilnya.Ia memalingkan wajahnya ke arah luar.

STALLEDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang